“SAYA memang hobi menanam tanaman hias. Saat pandemi Covid-19, ternyata banyak peminat dan saya memutuskan budidaya tanaman hias sebagai mata pencaharian baru,” ungkap Lisma Juwita, warga Desa Karang Jaya Kabupaten Rejang Lebong di sela-sela kesibukannya menyiapkan media tanam di kediamannya, Minggu (4/10)
Lisma melihat peluang usaha tanaman hias ini melalui jejaring sosial facebook. Karena itu dia memutuskan memperbanyak jenis tanaman hias di perkarangan rumahnya dan mempromosikannya melalui akun facebook-nya. Upaya itu pun membuahkan hasil. Tak sampai sepekan, pembeli mulai berdatangan ke rumahnya untuk membeli tanamannya . Baik itu perorangan maupun pemilik depot tanaman hias yang ada di berbagai kabupaten atau kota di dalam dan di luar Provinsi Bengkulu.
“Saya sampai kewalahan melayani permintaan pembeli dari facebook. Kebanyakan mereka tidak kebagian karena stok tanaman yang saya jual cepat habis,” katanya.
Saat ini, Lisma membudidayakan kurang lebih 100 jenis tanaman hias di lahan seluas 10×4 meter di belakang rumahnya. Namun, dia lebih memfokuskan budidaya jenis Anggrek, Aglaonema, Caladium, Anthurium presiden, Anthurium Bangkok, Monstera (janda bolong) karena sedang banyak diminati.
Terkait harga, Lisma menawarkan secara bervariasi. Untuk Begonia, Cocor Bebek, Krisan, Sukulen, keladi-keladian, chalatea, pakis dan lainnya dihargai Rp10.000/polybag. Sedangkan untuk Anthurium Presiden dan Anthurium Bangkok dihargai antara Rp 100.000 sampai Rp 1.000.000 per pot. Tak tanggung-tanggung, omzet yang diraihnya pernah lebih dari Rp1 juta dalam satu hari. Karena itu Lisma mengaku jika sejak menekuni usaha itu bisa memberikan perasaan nyaman kepada dirinya selain uang yang didapat dari penjualan.
“Pikiran saya pun menjadi tenang dan membuat perasaan saya bahagia. Selain itu, rumah juga menjadi sejuk dan nyaman,” katanya.
Harus Bisa Inovasi
Sementara itu. Ermi Rohmah (35), perempuan desa yang sudah sejak tahun 2016 menekuni bisnis tanaman hias. Membenarkan jika sejak pandemi permintaan akan tanaman penghias rumah itu memang sedang melonjak. Ia menduga ini terjadi karena di perkotaan, masyarakatnya cenderung mengisi waktu luang dengan bercocok tanam. Karena itulah tren bercocok tanam serta mengoleksi berbagai macam tanaman hias meningkat.
“Saat ini saya dan teman-teman kelompok wanita tani sedang mengembangkan jenis tanaman hias Anggrek, philodendron dan anthurium,” kata Ermi Rohmah (35).
Meski begitu, lonjakan permintaan tanaman hias itu sedianya tetap harus diwaspadai oleh para perempuan di desa. Sebab, ada kemungkinan jika tren ini bersifat sementara. “Tanaman-tanaman yang sekarang banyak diburu oleh kolektor tanaman hias salah satunya seperti Anthurium kemungkinan hanya tren sementara saja, bisa jadi setelah pandemi ini hilang,” kata Wakil Rektor II Universitas Pat Petulai, Irma Lisa Sridanti, S.P,.M.Si.
Itu menurutnya akan bisa menjadi masalah, khususnya bagi perempuan petani yang sudah terlanjur menekuni kegiatan budidaya tanaman hias. Karena itu, Irma mengingatkan agar para perempuan harus terus berinovasi untuk mengurangi risiko yang timbul jika tren itu menghilang. Misalnya bisa dengan mencoba menggabungkan tanaman hias berbeda jenis ke dalam satu pot biar terlihat lebih unik dan memiliki nilai jual tinggi.
“Atau bisa juga perempuan petani membudidayakan tanaman atau bunga potong seperti Krisan, Lili, dan Mawar yang kemudian ditujukan untuk mengisi ke kantor-kantor atau event-event penting lainnya,” tuturnya. (Rike Vevri Dwiyani)
*) Penulis adalah salah satu anggota KPPSWD yang ikut serta dalam workshop Peningkatan Kapasitas Jurnalis Warga dalam Melakukan Peliputan Antisipasi Dampak Covid-19 yang diinisiasi PPMN dan Unesco.