Home » News » Usia Bukan “Sekadar” Angka

Usia Bukan “Sekadar” Angka

Retno Wahyuningtyas

News

Generation Gap

Isu Mengenai Dinamika Pola Budaya Kerja Antar Generasi Yang Seringkali Penuh Ketimpangan dan Kekerasan

Bincangperempuan.com- Saya mengenal teori generasi Karl Mannheim dari sebuah jurnal yang berjudul “Keterkaitan Bonus Demografi dengan teori Generasi” oleh Bertha Lubis S.sos, M.Si (2019). Manheim berpendapat bahwa peristiwa sejarah besar pada saat itu (Perang Dunia I & Il) sebagai patokan dalam pembagian generasi berikutnya.

Selanjutnya, muncullah istilah-istilah untuk generasi berikutnya sesuai perilaku dan peristiwa sejarah yang dialami. Secara sederhana, Menurut pemahaman saya, Teori generasi adalah teori yang mempelajari tentang dinamika mengenai persamaan dan perbedaan antara generasi yang berbeda.

Dalam esainya yang berjudul The Problem of Generation” sosiolog, Karl Mannheim mengenalkan teorinya tentang generasi. Menurut Mannheim, manusia-manusia di dunia ini akan saling mempengaruhi dan membentuk karakter yang sama karena melewati masa sosio-sejarah yang sama.

Maksudnya, manusia-manusia zaman Perang Dunia Il dan manusia pasca-PD II pasti memiliki karakteristik yang berbeda, meski saling mempengaruhi. Berdasarkan teori itu, para sosiolog– yang bias Amerika Serikat– membagi manusia menjadi sejumlah generasi: Generasi Era Depresi, Generasi Perang Dunia II, Generasi Pasca-Perang Dunia II, Generasi Baby Boomer I, Generasi Baby Boomer II, Generasi X, Generasi Y alias Milenial, lalu Generasi Z.

Baca juga: Apakah “High Value Women” Berarti Sempurna?

Generation gap

Apakah kamu pernah mengalami generation gap di lingkungan kerjamu? Seperti diketahui, generation gap kerap terjadi pada sebuah institusi, tidak hanya keluarga, tetapi juga pada institusi kerja. Dalam konteks keluarga, kesenjangan usia terjadi antara orang tua dan anak. Dimana, tidak hanya meliputi perbedaan usia, tetapi juga variabel dan ideologi kehidupan yang sudah berbeda satu dengan yang lain. Kesenjangan generasi antara generasi orang tua dan orang muda seringkali tidak dapat dihindarkan, dan bisa memicu terjadinya konflik, kekerasan, hingga pengunduran diri dari perusahaan.

Hal tersebut disebabkan karena secara sosiologis, terdapat perbedaan nilai, selera, dan pandangan hidup pada setiap generasi. Selain pertengkaran, hal ini sering menyebabkan kurangnya pemahaman antara dua generasi karena kondisi masa lalu tidak relevan dengan masa kini.

Berikut beberapa penyebab kesenjangan antara generasi orang tua dan orang muda, yakni :

  • Kurang pemahaman

Setiap generasi berbeda, termasuk bagaimana norma masyarakat dan teknologi yang berkembang secara signifikan. Sehingga, cara berpikir yang dianggap normal bagi generasi tua justru dianggap perilaku yang keras/ otoriter bagi generasi muda. Misalnya, memberikan hadiah sebagai alternatif pelicin agar proyek dan jaringan berjalan lancar. Atau menggunakan orang dalam sebagai untuk mendapatkan tambahan pemasukan/ komisi dari mengajak orang. Bahkan, hanya mengajak keluarga dalam perusahaan yang dibangun secara publik. Padahal orang muda, dengan kemampuan adaptasi dengan zaman, memiliki cara kreatif dan kolaboratif untuk mulai meninggalkan cara usang dan lawas dalam budaya kerja konservatif.

  • Kurangnya interaksi

Karena orang tua menganggap orang muda tidak sopan dan tidak mengacu pada nilai-nilai kesopanan secara tradisional. Hal ini menyebabkan kurangnya komunikasi dan interaksi yang memperlebar kesenjangan generasi. Aslinya, kurang ngobrol, kurang piknik, berujung konflik.

Padahal, interaksi antara generasi orang tua dan generasi muda sangat penting untuk menciptakan bonding atau ikatan satu sama lain. Terutama untuk kepentingan kerja, sehingga akan terwujud kolaborasi dengan merangkul ide dan aksi bersama antar generasi. Terkadang, generasi orang tua malah hanya memberikan instruksi dan perintah sesuai dengan pemikiran dari generasi orang tua, hal ini seringkali menimbulkan konflik laten dan membuat generasi muda dimanfaatkan oleh generasi orang tua semata. Karena hanya dijadikan obyek yang dapat diperintah untuk mengeksekusi gagasan “usang” generasi orang tua. Padahal, pola ini tidak lagi relevan

  • Kesalahan jarang ditoleransi

Orang tua sering tidak mentolerir kesalahan orang muda, serta cenderung menghakimi usaha orang muda karena mereka melakukan kegagalan tanpa mendengar sudut pandangnya.

Padahal, generasi muda juga seringkali membuat keberhasilan kecil ataupun besar seiring prosesnya, namun generasi tua hanya mengingat kegagalan dan kesalahan. Padahal, dalam proses bertumbuh, generasi muda perlu membuat kesalahan untuk belajar dan tumbuh menjadi sosok lebih baik lagi dalam kehidupan. Tetapi jika mereka dihukum untuk itu, maka akan memperlebar kesenjangan dan menciptakan kesalahpahaman.

  • Tidak mengakomodasi keinginan orang muda

Generasi orang tua tentu menginginkan yang terbaik keberhasilan timnya, bahkan menaruh impian bagi mereka. Tetapi, geberasi orang tua sering kali cenderung memaksa harapan mereka pada generasi muda agar diwujudkan sesuai keinginannya. Seperti melaksanakan sebuah perintah. Masalahnya, impian tersebut adalah milik generasi orang tua, bukan impian generasi orang muda yang diharapkan untuk kehidupannya. Kesenjangan generasi antara generasi tua dan generasi orang muda akan semakin jauh ketika tidak mengakomodasi pemahaman dan keinginan dari generasi orang muda.

  • Jarang mengapresiasi, sering membandingkan

Membandingkan generasi orang muda, satu sama lain adalah cara praktis untuk memperlebar kesenjangan generasi orang tua dan generasi orang muda. Pasalnya, perbandingan selalu dikaitkan dengan kelebihan antar generasi orang muda satu dengan yang lain. Padahal orang muda memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga tidaklah bijak untuk membandingkannya.

Selain itu, perbandingan dapat menyebabkan orang muda merasakan rendah diri/ insyekur, kehilangan kepercayaan diri, dan menghancurkan antusiasme pada orang muda yang pada saat ini mengalami kerentanan kesehatan mental akibat dari kesenjangan generasi. Sungguh, banyak generasi orang muda di masa kini yang merasa terbeban akibat pelakuan dari generasi tua.

Baca juga: Penerapan Teknologi AI pada Industri Kecantikan

BPer’s, itulah akar dari kesenjangan generasi tua dan generasi muda yang perlu diketahui. Akibat dari pembiaran gap usia, seringkali menyebabkan terjadinya konflik, sikap bullying, intimidasi, teror, penguntitan, bahkan kekerasan baik secara verbal ataupun berujung pada kekerasan fisik,. lebih parahnya apabila terjadi dalam konteks dunia kerja, ini akan berakibat pada sikap blocking akses/ jaringan yang dilakukan oleh generasi tua yang notabene sudah menjadi senior/ atasan di suatu tempat kerja.

Dengan adanya power yang dapat mempengaruhi pihak lain, seringkali ini dilakukan secara berkelompok untuk menyerang/ merendahkan/ mengecilkan potensi/ peran personal dari si orang muda. Jika kamu merasa salah satu hal di atas menjadi salah satu pemicu timbulnya konflik antara generasi orang tua di tempat kerjamu, baiknya segera buka jalur komunikasi ya agar bisa lekas diredakan dan akar masalah dapat diselesaikan dengan pemecahan masalah yang taktis. Semangat orang muda! 🙂

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

AMSI Dukung Kampanye ‘Pilih Kebenaran’ Peringati World News Day 2024

Praktisi Media Perempuan Ikut Ramaikan Local Media Summit 2022

Sejarah Gerakan Feminisme di Indonesia

Sejarah Gerakan Feminisme di Indonesia

Leave a Comment