Segara Sahkan RUU P-KS
SUMATERA darurat kekerasan seksual! Ini disampaikan Jaringan Organisasi Masyarakat Sipil Sumatera untuk Advokasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Kamis (24/9). Jumpa pers yang digelar secara daring tersebut, melibatkan 41 lembaga se Sumatera. Sepanjang tahun 2020, Provinsi Bengkulu menempati urutan ke-4 angka kekerasan seksual tertinggi di Pulau Sumatera. Yakni 25 kasus, berdasarkan catatan WCC Cahaya Perempuan dan Yayasan PUPA Bengkulu.
“Kami mendesak DPR RI segera untuk memasukkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual ke dalam Prolegnas Prioritas dan segera mensahkannya demi perlindungan yang hakiki bagi korban kekerasan seksual yang selama ini terabaikan oleh negara,”
Rahmi Meri Yenti dari Nurani Perempuan Sumatera Barat
No | Provinsi | 2016 | 2017 | 2018 | 2019 | 2020 | Sumber Data |
1 | Sumatera Barat | 56 | 82 | 65 | 52 | 34 | WCC Nurani Perempuan |
2 | Jambi | 19 | 7 | 18 | 12 | 8 | APM Jambi |
3 | Bengkulu | 21 | 26 | 23 | 16 | 25 | WCC Bengkulu, Yayasan PUPA |
4 | Sumatera Selatan | 126 | 112 | 106 | 93 | 57 | WCC Palembang |
5 | Sumatera Utara | 42 | 70 | 64 | 75 | 61 | PESADA Sumut, Aliansi Sumut Bersatu, Pusaka, Hapsari, LBH Apik Medan |
6 | DI Aceh | – | 81 | 27 | 72 | 17 | LBH Apik Aceh, Flower Aceh |
7 | Lampung | – | 2 | – | 40 | 45 | LBH Bandar Lampung |
8 | Riau | – | 2 | 5 | 7 | 7 | LBH Pekan Baru |
Total | 264 | 378 | 308 | 367 | 254 |
Diketahui angka kekerasan seksual tertinggi untuk tahun 2020 ada di Sumatera Utara dengan 61 kasus. Menyusul Sumatera Selatan, 57 kasus. Bandar Lampung sebanyak 45 kasus, Sumatera Barat 35 kasus. Kemudian Bengkulu 25 kasus, Aceh 17 kasus, Jambi 8 kasus dan Riau 7 kasus.
“Darurat kekerasan seksual tanpa ketiadaan regulasi yang memulihkan korban kekerasan seksual sehingga berdampak pada perkembangan generasi masa depan bangsa,”
Secara umum, kurun tahun 2016 hingga 2020, terjadi fluktuasi angka kekerasan seksual di Pulau Sumatera. Jumlah yang dilaporkan hingga Agustus 2020, tercatat ada 254 kasus. Jumlah tersebut mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2019 yang mencapai 367 kasus.
“Tidak menutup kemungkinan masih banyak kasus-kasus yang tidak dilaporkan. Kekerasan seksual ibarat gunung es. Kasus kekerasan seksual yang diketahui dan dilaporkan hanya terlihat sedikit atau pada puncaknya saja. Padahal ada banyak yang tak tampak dan tak terlapor,” kata Direktur Yayasan Pupa Bengkulu, Susi Handayani.
Tahun | Total Kasus Sumatera yang Tercatat | Total Kasus yang Dilaporkan se Indonesia (Berdasarkan rekapitulasi publikasi di media) | Persentase |
2016 | 264 | 3935 | 6,7% |
2017 | 378 | 2979 | 12,68% |
2018 | 308 | 5520 | 5,6% |
2019 | 367 | 1942 | 18,9% |
2020 | 254 | 4833 | 5,25% |
“Berdasarkan data diatas, bentuk kekerasan seksual yang terjadi diantaranya perkosaan, termasuk perkosaan di ranah keluarga kandung (incest), pelecehan seksual, eksploitasi seksual, trafficking yang dibarengi kekerasan seksual, pemaksaan perkawinan, sodomi, kekerasan dalam pacaran, pemaksaan aborsi dan kekerasan berbasis gender online,” imbuhnya.
Kondisi sekarang, lanjut Rahmi menjadi ruang aman bagi predator kekerasan seksual. Selama melakukan pendamping dalam menangani korban kekerasan seksual, pihaknya kerap kali dihadapkan dengan kondisi victim blaming.
Baca juga : Masyarakat Sipil Mendesak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Tetap Menjadi Prioritas Prolegnas
“Termasuk proses penegakan hukum yang tidak memprioritaskan kepentingan terbaik bagi korban kekerasan seksual. Impunitas bahkan minimnya pemulihan terhadap korban. Penghapusan Kekerasan Seksual adalah penyelamat korban kekerasan dan penyelamat bagi nasib anak bangsa kedepan. Hidup Korban, Saatnya Negara Peduli Korban,” tandasnya.
Jaringan organisasi masyarakat sipil Sumatera untuk advokasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual merupakan satu kesatuan yang utuh yang berupaya sungguh-sungguh untuk melindungi dan memulihkan korban kekerasan seksual di Pulau Sumatera. (adn/rls)