Bincangperempuan.com- “Ini sudah ribuan kali, sudah 20 tahun kami menyerukan ini. Di sini kami berteriak, di depan pintu DPR, sahkan RUU PPRT,” kata Yuni Sri, salah satu peserta aksi JALA PRT.
Serupa disampaikan PRT lain, Aang Yuningsih terus berharap dan bertanya kapan RUU akan disahkan. “Di depan DPR, kami menyatakan, bertanya kapan RUU PPRT akan disahkan?,” katanya.
Yuni Sri, salah satu PRT bersama rekan-rekannya Aang Yuningsih dan lainnya kembali menyerukan desakkan pengesahan RUU Perlindungan PRT menjadi UU.
Aksi yang digelar di depan Gedung DPR RI di Jakarta bertepatan dengan peringatan hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Internasional atau International Domestic Workers Day (IDWD), Minggu (16/06/2024). Dalam aksinya para PRT membawa poster bertuliskan wujudkan UU PPRT segera.
Untuk diketahui, Hari PRT Internasional pertama kali dicetuskan pada tahun 2011 yang ditandai dengan pengesahan Konvensi ILO No 189 untuk pekerjaan yang layak untuk Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan menetapkan hukum perburuhan internasional untuk pekerja rumah tangga. Sejak disahkannya, pekerja rumah tangga telah menggunakan tanggal 16 Juni untuk menghormati pekerjaan PRT seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia.
Walaupun sudah dirayakan di seluruh dunia, namun nasib kondisi PRT di Indonesia masih jauh panggang daripada api. Meskipun dunia saat ini sedang mengkampanyekan penghormatan terhadap care worker atau kerja-kerja perawatan, yang salah satunya dilakukan oleh Pekerja Rumah Tangga (PRT). Namun masih banyak kerja-kerja perawatan perempuan yang selama ini tak pernahdianggap sebagai kerja, salah satunya kerja sebagai PRT di rumah yang tak diakui sebagai kerja.
Padahal negara seharusnya bertanggung jawab dalam permasalahan ini, sebab melalui kekuasannya, negara seringkali menjadikan perempuan sebagai alat politik, seperti PRT yang diminta sebagai care worker, tapi tak dianggap sebagai pekerja.
Baca juga: “Mengejar Mbak Puan”, Film Pergulatan Hidup Para PRT
Care work adalah kerja yang sangat memakan waktu, tapi tidak diapresiasi selayaknya. Ini bisa dilihat contohnya dari kerja-kerja PRT yang selama ini bekerja merawat rumah, merawat orang-orang di rumah, tetapi hanya ditempatkan pada jabatan rendah dan dibayar murah. Diskriminasi terhadap perempuan begitu nyata dalam kerja-kerja perawatan yang dilakukan PRT.
PRT rentan kekerasan dan intimidasi
Pemetaan yang dikeluarkan JALA PRT di tahun 2024 ini menunjukkan, PRT di Indonesia masih mengalami 4 kekerasan dan intimidasi kerja, yaitu pertama, bekerja dalam situasi perbudakan, kedua, hidup dalam situasi pelecehan, ketiga, hidup dalam situasi kemiskinan karena dieksklusikan dalam perlindungan sosial, dan keempat, rentan menjadi korban trafficking. Selebrasi dan klaim sebagai negara yang memberikan perlindungan pada pekerja sangat jauh dari situasi sebenarnya. Hal ini bisa dilihat dari tidak disahkannya RUU Perlindungan PRT sampai akhir periode kerja DPR RI 2019-2024 yang akan berakhir pada Oktober 2024.
RUU PPRT sudah diperjuangkan selama 20 tahun dan DPR masih tidak mau mengakui PRT sebagai pekerja dan mengesahkannya RUU PPRT menjadi UU, padahal sebagai pekerja, para PRT mengalami pelanggaran atas hak-haknya baik sebagai manusia, pekerja dan warga negara.
Berdasarkan Rapid Assesment yang dilakukan oleh JALA PRT, jumlah PRT diperkirakan mencapai 16.117.331 orang. Dan berdasarkan survey International Labour Organisation (ILO) tahun 2015, terdapat sebesar 4,5 juta PRT lokal yang bekerja di dalam negeri.
Diungkapkan Koordinator JALA PRT, Lita Anggraini, situasi hidup dan kerja PRT sama sekali tidak mencerminkan bahwa PRT menjadi bagian dari pekerja dan diakui kerja-kerjanya sebagai care worker.
“Ini bisa dilihat dari banyaknya persoalan yang dialami PRT seperti upah tidak dibayar, sulit mendapatkan jaminan kesehatan dan tenaga kerja,” kata Lita Anggraini dalam aksi.
Baca juga: Menunda Pengesahan RUU PRT, Berarti Menghambat Kemajuan Negara
Dalam hal upah, PRT masih jauh sekali dari perlindungan dengan upah dari berbagai wilayah kota besar: Medan, Lampung, DKI Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Makassar berkisar 20-30% dari UMR. Artinya mayoritas PRT hidup dalam garis kemiskinan dan bahkan tidak bisa mengakses perlindungan sosial dan mendapatkan hak dasar ketenagakerjaan.
Lita mengatakan momen peringatan Hari PRT Internasional 16 Juni 2024 ini, JALA PRT menyatakan sikap menuntut kepada DPR untuk mengesahkan RUU Perlindungan PRT. Kedua, mendesak pemerintah mengambil langkah-langkah secara institusional, administratif dan juga hukum pada DPR agar segera mengesahkan RUU Perlindungan PRT.
“Kami juga mengajak publik menyerukan Hari PRT internasional 16 Juni sebagai hari perlindungan dan bentuk penghormatan terhadap kerja-kerja perawatan yang dilakukan para perempuan khususnya Pekerja Rumah Tangga (PRT),” pungkasnya.