Bincangperempuan.com- BPer’s pastinya menyimak apa yang menimpa atlet Prancis untuk cabang olahraga lompat galah Anthony Ammirati. Doi gagal memenangkan perlombaan, akibat alat vitalnya nyangkut. Bahkan karena kejadian tersebut, Anthony Ammirati mendapatkan tawaran dari situs dewasa. WHAAATTTT!
Anthony, nampaknya sudah berdamai dan legowo dengan kekalahan yang dialaminya, dengan mengupload kejadian tersebut di akun media sosial personalnya. Anthony, mengunggah dua video keberhasilan lompat galah yang pernah ia raih. Sembari menulis caption berikut:
Switch to be an Olympian 🤩🇫🇷 (Beralih menjadi seorang Olympian 🤩 🇫🇷)
Merci à tous pour votre soutien et ce moment inoubliable 💙🤍❤️. (Terima kasih semua atas dukungan kalian dan momen yang tak terlupakan ini)
Kita pasti sepakat kalau Anthony malu banget dengan yang dialami. Karena harapannya di olympics 2024, pasti dapat bertanding dengan baik dan menang untuk mengharumkan nama negaranya. Bisa nggak sih, kita berempati dengan perjuangan dan prestasinya, jangan malah salah fokus. DIH!
Faktanya, selain banyaknya netizen Indonesia dan Internasional yang menyoroti kejadian yang dialami oleh Anthony sebagai kejadian yang dinormalisasi sebagai candaan seksis. Banyak juga netizen yang memberikan dukungan bahwa kejadian tersebut bukanlah sebuah lelucon atau sensasi. Mereka sepakat bersuara : STOP SEXUAL HARRASMENT !!! STOP PELECEHAN SEKSUAL BAIK SECARA LANGSUNG ATAUPUN ONLINE.
Stop sexist jokes dan pelecehan seksual kepada : perempuan dan laki-laki !!! Karena hal tersebut faktanya merendahkan martabat, harga diri, dan mental seseorang. Kamu pun berpotensi menjadi korban dan pelaku. Maka, edukasi dan kritislah saat berkomentar.
Baca juga: Redefinisi Keintiman : Mengapa Hubungan Asmara Era Masa Kini Mudah Rapuh?
Objektifikasi dalam Kasus Anthony Ammirati
Objektifikasi adalah proses di mana seseorang diperlakukan sebagai objek yang hanya memiliki nilai berdasarkan penampilan fisiknya, bukan sebagai individu yang utuh dengan perasaan, kepribadian, dan hak. Kasus yang menimpa Anthony Ammirati, atlet Prancis yang menjadi korban candaan seksis setelah insiden dalam pertandingan lompat galah di Olimpiade, menjadi contoh nyata bagaimana objektifikasi tidak hanya berdampak pada perempuan, tetapi juga pada laki-laki.
Anthony Ammirati mengalami insiden yang memalukan ketika alat vitalnya tersangkut saat melakukan lompatan. Alih-alih fokus pada kegigihan dan perjuangan Anthony sebagai seorang atlet, netizen, terutama perempuan, justru menjadikan insiden ini sebagai bahan candaan seksis. Bahkan, Anthony menerima tawaran dari situs dewasa sebagai dampak dari insiden tersebut. Situasi ini menggambarkan dengan jelas bagaimana objektifikasi dapat merendahkan harga diri dan martabat seseorang.
Objektifikasi sering kali dikaitkan dengan pelecehan seksual, di mana seseorang dijadikan bahan candaan atau komentar yang merendahkan berdasarkan penampilan fisiknya. Hal ini bukan hanya merugikan secara emosional tetapi juga bisa mempengaruhi karir dan kehidupan sosial korban. Dalam kasus Anthony, dampak psikologis dan sosial yang diakibatkan oleh candaan seksis dan tawaran dari situs dewasa ini tidak dapat diabaikan.
Netizen yang berkomentar seksis seringkali tidak menyadari bahwa tindakan mereka adalah bentuk pelecehan seksual yang dapat memiliki konsekuensi serius. Mereka mungkin beranggapan bahwa tindakan ini hanya sekadar lelucon, namun bagi korban, ini adalah bentuk dehumanisasi yang menghilangkan nilai kemanusiaan mereka.
Objektifikasi dan pelecehan seksual, baik terhadap perempuan maupun laki-laki, adalah masalah serius yang harus dihentikan. Kasus Anthony Ammirati seharusnya menjadi pengingat bagi kita semua untuk lebih kritis dalam berkomentar dan menunjukkan empati kepada orang lain. Edukasi dan kesadaran akan dampak negatif objektifikasi sangat penting untuk membangun lingkungan yang lebih menghargai dan menghormati satu sama lain.
Baca juga: Kenapa Banyak Perempuan Memilih Childfree?
Faktor penyebab objektifikasi
Objektifikasi terjadi di masyarakat karena berbagai faktor yang saling terkait dan sudah mengakar dalam budaya, media, serta norma sosial. Ada beberapa alasan mengapa objektifikasi masih sering terjadi diantaranya
Budaya patriarki dan seksisme
Dalam masyarakat yang masih didominasi oleh budaya patriarki, ada kecenderungan untuk menilai nilai seseorang, terutama perempuan, berdasarkan penampilan fisiknya. Norma sosial ini membuat tubuh perempuan sering kali dijadikan objek yang dinilai dan dikomentari, sementara prestasi, kemampuan, dan kepribadian mereka diabaikan. Seksisme, yang merupakan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, juga memainkan peran besar dalam memperkuat objektifikasi.
Media dan representasi visual
Media, baik dalam bentuk iklan, film, televisi, maupun media sosial, sering kali menampilkan tubuh manusia, khususnya perempuan, sebagai objek seksual. Visualisasi ini menanamkan pandangan bahwa nilai seseorang terletak pada daya tarik fisik mereka, yang akhirnya memperkuat perilaku objektifikasi di masyarakat.
Normalisasi candaan seksis
Dalam banyak kasus, objektifikasi dimulai dari hal-hal yang dianggap remeh seperti candaan seksis. Ketika masyarakat menganggap wajar untuk membuat lelucon berdasarkan penampilan fisik seseorang, ini menciptakan lingkungan di mana objektifikasi tidak hanya diterima, tetapi juga dipertahankan sebagai bagian dari budaya populer.
Kurangnya edukasi dan kesadaran
Banyak orang tidak menyadari bahwa tindakan atau komentar mereka bersifat objektifikasi. Kurangnya edukasi mengenai dampak negatif dari objektifikasi, baik terhadap perempuan maupun laki-laki, membuat banyak orang menganggapnya sebagai hal yang biasa atau bahkan lucu, tanpa mempertimbangkan konsekuensi emosional atau psikologis yang ditimbulkannya.
Tekanan sosial dan pengaruh kelompok
Dalam situasi sosial, orang sering kali mengikuti perilaku kelompok untuk diterima atau merasa aman. Jika dalam kelompok tersebut ada budaya objektifikasi, anggota kelompok yang lain cenderung mengikuti perilaku tersebut, meskipun mungkin mereka sebenarnya tidak setuju atau tidak nyaman.
Komersialisasi tubuh
Di banyak industri, seperti fashion, kecantikan, dan hiburan, tubuh sering kali dijadikan komoditas yang diperjualbelikan. Ini mengajarkan masyarakat bahwa tubuh manusia, terutama tubuh perempuan, adalah sesuatu yang bisa dinilai, diukur, dan dieksploitasi untuk keuntungan.
Objektifikasi adalah masalah serius yang mempengaruhi martabat dan kesejahteraan individu. Untuk mengurangi dan menghilangkan objektifikasi di masyarakat, diperlukan perubahan budaya yang mendasar, di mana nilai-nilai seperti penghormatan, kesetaraan, dan penghargaan terhadap integritas individu diutamakan. Edukasi, dialog, dan peningkatan kesadaran sosial adalah kunci untuk mencapai perubahan ini.