Home » News » Kontroversi Pernikahan Gus Zizan dan Kamila Asy Syifa yang Dikritisi Netizen

Kontroversi Pernikahan Gus Zizan dan Kamila Asy Syifa yang Dikritisi Netizen

Retno Wahyuningtyas

News

Kontroversi Pernikahan Gus Zizan dan Kamila Asy Syifa yang Dikritisi Netizen

Bincangperempuan.com- Gus Zizan, penceramah muda asal Lombok, Jumat, 4 Oktober 2024 diketahui menikah dengan Kamila Asy Syifa, selebgram asal Bandung, Jawa Barat, yang lahir pada tahun 2007. Pernikahan keduanya menuai kontroversi sebab saat ini usia istrinya masih berusia sekitar 16-17 tahun. Sementara, Gus Zizan sendiri lahir pada tahun 2003 di Kapek Gunungsari, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Jika dikalkulasikan, usianya sekarang sudah menginjak 21 tahun. Namun, sumber lain menyebutkan bahwa Gus Zizan kelahiran tahun 2005.

Gus Zizan termasuk dilahirkan dari keluarga kalangan pesantren. Ia merupakan cucu Tuan Guru Haji (TGH) Musthafa Umar Abdul Aziz, pendiri Pondok Pesantren Al Aziziyah Lombok. TGH Musthafa Umar Abdul Aziz adalah orang terpandang. Ia merupakan ulama karismatik asal Nusa Tenggara Barat. Dirinya menjadi figur rujukan para Tuan Guru di wilayah Lombok, termasuk NTB. Sedangkan Pondok Pesantren Al Aziziyah yang berlokasi di Kapek, Gunungsari, Lombok Barat, selama ini dikenal sebagai lembaga pendidikan yang menghasilkan para penghafal Al-Qur’an.

Sebelum menempuh pendidikan di Universitas Binus, Jakarta, jurusan Manajemen, Gus Zizan pernah belajar di Pondok Pesantren Al-Aziziyah. Lelaki yang juga aktif di TikTok itu dikabarkan sudah hafal Al-Quran sejak usia 13 tahun. Sebagai penceramah, dirinya dikabarkan menyampaikan dakwah dengan penuh jenaka dan “kontroversial”. Namun tetapi memiliki jamaah yang “mengikutinya”. Postingan mengenai cincin pernikahan dengan kata-kata caption yang berisi tulisan romance dari Gus Zizan dan Kamila, menyebabkan netizen memberikan kritik tajam.

Pernikahan Gus Zizan dan Kamila Asy Syifa mendapatkan kritik tajam dari netizen dengan alasan pernikahan tersebut dinilai telah melanggar UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Diketahui pada pasal 7 ayat 1 regulasi tersebut dijelaskan bahwa “perkawinan hanya diizinkan apabila laki-laki dan perempuan sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun.”

Dalam kasus pernikahan Gus Zizan dan Kamila Asy Syifa, hanya Gus Zizan saja yang telah melewati usia minimal untuk menikah, sedangkan istrinya Kamila Asy Syifa masih belum menyentuh usia legal seperti yang tertera dalam perundang-undangan. Artinya, Gus Zizan telah menikahi anak di bawah umur.

Juru Bicara Kementerian Agama, Sunanto, pada 7 Oktober 2024 memastikan Kantor Urusan Agama (KUA) tidak melayani permintaan pernikahan dini atau pernikahan bagi pasangan yang masih di bawah umur. Menurutnya, jika KUA mengikuti aturan Kementerian Agama pernikahan dini pasti ditolak karena tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang. Dalam aturan perkawinan di Indonesia, Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan mengatur bahwa batas minimal laki-laki dan perempuan menikah adalah pada usia 19 tahun.

Baca juga: #MarriageIsScary: Perempuan Mengungkap Kecemasan di Balik Pernikahan

Namun, di ayat kedua pasal tersebut disebutkan bahwa dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan Agama dengan alasan sangat mendesak yang disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.

Adapun yang dimaksud penyimpangan adalah hanya dapat dilakukan melalui pengajuan permohonan dispensasi oleh orang tua dari salah satu atau kedua belah pihak dari calon mempelai kepada Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam dan pengadilan negeri bagi yang lainnya, apabila pihak pria dan wanita berumur di bawah 19 tahun. Makna “alasan sangat mendesak” adalah keadaan tidak ada pilihan lain dan sangat terpaksa harus dilangsungkan perkawinan.

Pasal 7 ayat (3) UU Perkawinan menyebutkan bahwa pemberian dispensasi oleh Pengadilan Agama itu wajib mendengarkan pendapat kedua belah calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan. Di Indonesia, isu perkawinan anak masih menjadi perhatian khusus karena prevalensi tinggi, terutama di lingkungan pesantren dan tokoh agama. Kasus perkawinan anak tak jarang terjadi dan “dinormalisasi” dalam lingkungan ini. Alasannya, agar para remaja laki-laki dan perempuan, terhindar dari zina.

Dikritis Komnas Perempuan

Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, mengkritisi perkawinan anak dengan menekankan pada Kementerian Agama untuk melakukan sosialisasi masif di lingkungan pesantren yang seharusnya menjadi ruang aman bagi anak, sesuai Peraturan Menteri Agama (Permenang) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.

Siti menilai, pesantren dapat dilibatkan dalam kampanye kesadaran, menyediakan pendidikan tentang hak-hak anak, dan menjadi agen perubahan dalam komunitas mereka. Memang, kebanyakan pesantren telah memasukan pendidikan seksual pada kurikulumnya. Namun hal tersebut dirasa tidak terlalu relevan. Pasalnya, pendidikan seksual di pesantren kebanyakan hanya berputar pada tataran normatif agama, khususnya pada fikih bab kebersihan diri.

Pemerintah seharusnya memperkuat penegakan hukum terkait batas usia minimum perkawinan. Sanksi tegas terhadap pelanggaran hukum ini harus diterapkan untuk memberikan efek jera. Selain itu, kebijakan yang mendukung pendidikan dan perlindungan anak harus diimplementasikan dengan efektif. Perkawinan anak di pesantren merupakan masalah kompleks yang memerlukan perhatian serius dan pendekatan multidimensi untuk diatasi. Bahaya yang ditimbulkan oleh praktik ini sangat merugikan anak-anak, baik dari segi kesehatan, sosiologis, psikologis, maupun sosial.

Baca juga: Lebih dari Sekedar Finansial, Alasan Gen Z Menunda Pernikahan

Sayangnya, kesadaran kritis ini, tidak dipikirkan secara mendalam oleh para ulama terkenal atau selebgram media sosial, bahwa apa yang mereka lakukan dan “dianggap benar” akan ditiru “mentah-mentah” oleh para pengikutnya yang memiliki latar belakang kondisi yang berbeda. Tanpa persiapan yang matang dan sumber daya. Penafsiran agama yang bias soal pernikahan yang digunakan untuk memperkuat normalisasi perkawinan anak, disimplifikasi bahwa “pernikahan adalah melaksanakan sunnah rasul, dan rejekinya akan dicukupkan oleh Allah”.

Padahal, pernikahan yang sakinah, mawaddah, warrahmah, idealnya perlu mempertimbangkan aspek psikis, ekonomi, ilmu pengasuhan, ilmu komunikasi dengan pasangan, dan sebagainya. Aspek agama, bukanlah aspek tunggal, tanpa di perkuat oleh aspek lainnya.

  • Sumber :
  • Irfan Amin, Kemenag pastikan KUA tolak melayani pernikahan di bawah umur, dalam Tirto, 2024
  • Balqis Fallahnda, Kontroversi Viralnya Gus Zizan dan Kenapa Disorot Netizen?dalam Tirto, 2024
  • Beni Jo, Biodata Gus Zizan, Usia, & Silsilah Keluarga, Anak Siapa? dalam Tirto, 2024

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Bayang-bayang Kekerasan Seksual Menghantui Perempuan dan Anak di Tanah Syariat

Kekerasan dalam Pacaran Fenomena yang Terus Diabaikan (1)

Kekerasan dalam Pacaran: Fenomena yang Terus Diabaikan

Infantilisasi Perempuan di Media dan Masyarakat

Leave a Comment