Home » News » Gen Z, Generasi Stroberi atau Pahlawan Serba Bisa?

Gen Z, Generasi Stroberi atau Pahlawan Serba Bisa?

Ais Fahira

News

Gen Z, Generasi Stroberi atau Pahlawan Serba Bisa

Bincangperempuan.com– Gen Z sering kali dicap sebagai “stroberi generation” yaitu generasi yang terlihat menarik di luar tetapi dianggap rapuh dan tidak tahan banting saat menghadapi tantangan (lembek). Stigma ini semakin menguat dengan munculnya kasus seperti Mario Dandy dan Lady Aurellia yang bertindak semena-mena karena privilege yang mereka miliki dari orang tua.

Namun, apakah label “stroberi” benar-benar mencerminkan seluruh generasi ini? Seperti banyak penilaian terhadap kelompok besar, stereotip semacam ini tidaklah adil. Karena segalanya bergantung pada kondisi individu dan privilege yang mereka miliki.

Privilege dan Kondisi Sosial

Sebagian dari kita mungkin mengenal teman-teman Gen Z yang tumbuh dalam kondisi ekonomi mapan, mendapatkan akses pendidikan yang baik, dan didukung oleh keluarga serta lingkungan yang memadai. Mereka cenderung menghindari tekanan dan sulit beradaptasi dengan ketidaknyamanan, yang akhirnya memunculkan stereotip bahwa Gen Z adalah generasi yang lemah.

Namun, realitasnya tidak selalu seperti itu. Banyak dari Gen Z yang tumbuh tanpa privilege dan harus menghadapi tantangan besar setiap hari. Contohnya adalah FZ (26) yang bekerja sebagai software developer. Meskipun bekerja dengan sistem Work From Anywhere (WFA), FZ sering kali lembur demi mengejar bonus dan target.

“Kalau aku, memang harus bekerja keras karena ingin mencukupi kebutuhan hidup sendiri dan keluarga. Bahkan, pernah selama dua minggu aku tidak tidur demi mengejar bonus besar. Setengah dari bonus tersebut aku berikan kepada keluargaku, karena orang tuaku sudah pensiun dan pendapatan mereka menipis. Sebagai anak, aku merasa harus membantu orang tua. Selain itu, aku juga sering membantu adikku untuk kebutuhan sekolah dan gaya hidupnya.”

Seperti yang diungkapkan FZ, selain harus memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri juga perlu memikirkan keluarganya. Singkatnya FZ merupakan generasi sandwich yang terhimpit antara memenuhi kebutuhan pribadi dan kebutuhan generasi sebelumnya (orang tua).

FZ adalah salah satu contoh dari generasi sandwich—terjepit antara memenuhi kebutuhan pribadi sekaligus kebutuhan orang tua. Tidak hanya itu, banyak Gen Z lainnya yang harus mengambil banyak pekerjaan untuk bisa menabung dan memenuhi kebutuhan hidup.

Willy (24), seorang pekerja kreatif, memiliki pengalaman serupa. Mulai dari menjadi videografer, pembuat konten, event organizer, hingga penulis buku, ia melakukan berbagai pekerjaan demi mencukupi kebutuhan finansialnya.

“Aku memang hidup dari job ke job. Kalau dapat job besar penghasilannya bisa melebihi upah minimun Sumbar, tapi itu nggak menentu. Karena sekali cair, kita harus mutar otak supaya uang ini bisa ditabung, karena kita kan juga perlu upgrade device misal kamera atau printilan lain yang harganya tentu tidak murah. Jadi harus hemat-hemat, biar penghasilan bisa dialokasikan untuk tabungan, entah itu investasi atau emas. Soalnya sekarang apa-apa mahal, tanah, rumah sampai kendaraan tuh nggak gampang belinya.”

Kisah-kisah seperti ini membuktikan bahwa tidak semua Gen Z rapuh.  Mereka harus berjuang lebih keras lagi untuk membuktikan diri di dunia yang penuh persaingan. Dari perspektif ini, tidak adil jika Gen Z digeneralisasi sebagai generasi yang mudah menyerah.

Baca juga: Generasi Sandwich dan Pembelajaran dari Film Home Sweet Loan

Kasus Mario Dandy dan Lady

Stereotip “generasi stroberi” sering diperkuat oleh kasus seperti Mario Dandy, yang tindakannya dianggap mencerminkan sikap kurang bijaksana dari seorang Gen Z. Namun, apakah hal ini berlaku untuk seluruh generasi? Tentu tidak. Ada banyak cerita lain di mana Gen Z menunjukkan kegigihan yang luar biasa.

Selain Mario, kasus Lady Aurellia juga menjadi perbincangan publik. Lady Aurellia viral karena melakukan perundungan kepada dokter koas.  Permasalahan bermula ketika Lady, yang juga seorang koas, merasa keberatan dengan jadwal koas yang dianggap terlalu padat dan menyita waktu liburnya. Tidak terima dengan kondisi tersebut, ia mengadu kepada ibunya, yang kemudian membawa keluhan tersebut ke pihak rumah sakit dan berakhir merundung salah satu dokter koas.

Namun, di belahan Indonesia yang lain, ada “Lady” yang memiliki kisah yang berbeda. Lady (24) yang satu ini juga tengah menjalani koas. Ia adalah seorang lulusan kedokteran yang kini sedang menjalani koas di sebuah rumah sakit di Batam, sembari  menjalani kuliah pascasarjana.

“Aku bingung banget cari tambahan uang darimana, apalagi di perantauan. Karena koas itu kan kita juga bayar ya,  mana jadwal juga padet banget karena aku juga ambil kuliah pascasarjana. Kalau minta orang tua segan, jadi mau nggak mau aku harus gantiin jaga. Kadang malah sampai 48 jam,”

Kisah Lady dari Batam ini menunjukkan bahwa tidak semua Gen Z hidup dengan privilege. Banyak dari mereka yang harus memanfaatkan segala yang dimiliki untuk bertahan hidup.

Mengapa Tidak Semua Gen Z Itu Stroberi

Sebagian besar Gen Z, seperti FZ, Willy dan Lady, tidak memiliki pilihan selain berjuang mati-matian untuk bertahan hidup. Mereka bekerja keras, bukan hanya untuk mencapai kesuksesan, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Bagi mereka yang berasal dari kelas menengah ke bawah, kerja keras adalah kewajiban, bukan pilihan.

Namun, perjuangan ini menjadi semakin berat karena realitas ekonomi yang dihadapi Gen Z jauh lebih menantang dibandingkan generasi sebelumnya. Salah satu contohnya adalah sulitnya memiliki rumah atau kendaraan. Menurut CEIC. secara historis, rata-rata pertumbuhan harga rumah di Indonesia sejak Maret 2003 hingga September 2024 adalah sekitar 3,2% per tahun, dengan puncaknya mencapai 13,5% pada September 2013 dan titik terendah sebesar 1,0% pada Juni 2021. 

Data ini menunjukkan bahwa meskipun ada fluktuasi, harga rumah di Indonesia cenderung mengalami kenaikan setiap tahunnya, yang dapat menjadi tantangan bagi generasi muda dalam memiliki properti.

Sebagai gambaran, sebuah rumah sederhana di kota besar pada tahun 2000 dapat dibeli dengan harga sekitar Rp150 juta. Kini, rumah dengan spesifikasi serupa bisa mencapai Rp1 miliar. Hal ini membuat kepemilikan rumah menjadi impian yang semakin sulit diwujudkan oleh generasi muda, terutama mereka yang baru memulai karier.

Kondisi yang sama terjadi pada kendaraan. Harga mobil atau motor baru terus meningkat seiring inflasi, biaya produksi, dan perubahan nilai tukar rupiah. Ditambah lagi, kebutuhan akan kendaraan modern yang hemat bahan bakar dan ramah lingkungan membuat biaya pembelian dan perawatan kendaraan semakin tinggi.

Faktor lainnya adalah meningkatnya biaya hidup sehari-hari. Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) harga bahan pokok di Indonesia inflasi untuk kelompok bahan makanan mencapai 9,1% (year-on-year) pada Juni 2022.  

Selain itu, perubahan kebijakan keuangan juga berdampak. Suku bunga kredit perumahan dan kendaraan kini lebih fluktuatif, membuat cicilan yang diambil seringkali menjadi beban besar. Ditambah, aturan uang muka (DP) minimum untuk pembelian properti atau kendaraan kerap menjadi penghalang utama bagi Gen Z yang belum memiliki tabungan besar.

Baca juga: Pontang-panting Generasi Sandwich di Yogyakarta

Gen Z Adalah Generasi yang Beragam

Jadi, apakah Gen Z benar-benar “stroberi”? Label “stroberi” jelas tidak adil untuk menggambarkan seluruh generasi ini. Gen Z menghadapi realitas ekonomi yang lebih kompleks dibandingkan generasi sebelumnya. Bagi mereka, bekerja keras bukan lagi tentang mencapai mimpi besar, melainkan bertahan di tengah meningkatnya biaya hidup dan peluang yang semakin sempit. Meskipun tantangan ini berat, Gen Z terus menunjukkan adaptasi dan kegigihan luar biasa dalam menghadapi dunia yang semakin mahal dan kompetitif.

Referensi:

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Mendukung Langkah Pemerintah Indonesia Padat Karya, Menilik Lebih Dalam Hak Pekerja

UN Women WPS

UN Women Sambut Peluncuran Action Plan WPS di Filipina

Dampak Pertengkaran Orang Tua bagi Mental Anak

Dampak Pertengkaran Orang Tua bagi Mental Anak

Leave a Comment