Home » News » Komnas Perempuan Soroti 20 Tahun Implementasi UU PKDRT

Komnas Perempuan Soroti 20 Tahun Implementasi UU PKDRT

Bincang Perempuan

News

Komnas Perempuan Soroti 20 Tahun Implementasi UU PKDRT

Bincangperempuan.com– Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meluncurkan hasil kaji cepat terkait 20 tahun implementasi Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Forum diskusi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan yang telah diterapkan selama dua dekade dan mengidentifikasi tantangan yang masih menjadi hambatan dalam perlindungan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga.

Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, menyoroti bahwa meskipun UU PKDRT telah memberikan landasan hukum yang lebih jelas dalam menangani kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), masih banyak tantangan yang menghambat efektivitasnya. “Dalam dua dekade ini, kita melihat kemajuan dalam kebijakan dan mekanisme layanan, tetapi juga tantangan besar, seperti masih tingginya angka KDRT dan ketimpangan akses perlindungan bagi korban,” ujar Andy dalam sambutannya.

Tren Kasus KDRT: Gunung Es yang Masih Tinggi

Berdasarkan data yang dihimpun Komnas Perempuan, kekerasan dalam rumah tangga masih mendominasi laporan yang masuk setiap tahunnya. Dari total 582.780 kasus yang tercatat dalam Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan, mayoritas adalah kasus KDRT, yang menunjukkan bahwa persoalan ini masih menjadi tantangan utama dalam perlindungan perempuan.

Kekerasan terhadap istri menempati posisi tertinggi dalam laporan yang diterima, mencapai 94% dari keseluruhan pengaduan. Ini menandakan bahwa perempuan masih menjadi kelompok paling rentan dalam relasi rumah tangga, di mana mereka kerap mengalami berbagai bentuk kekerasan, baik fisik, psikis, ekonomi, maupun seksual.

Komisioner Komnas Perempuan, Rini Handayani, menjelaskan bahwa angka tersebut hanya mencerminkan puncak gunung es. “Kami yakin jumlah kasus sebenarnya jauh lebih besar, mengingat masih banyak korban yang tidak melapor karena stigma sosial atau ketergantungan ekonomi,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa korban yang mencoba mencari keadilan sering kali menghadapi hambatan administratif dan hukum yang melelahkan.

Baca juga: It Ends With Us: Perjuangan Melawan KDRT dan Memutus Trauma

Tantangan Implementasi UU PKDRT

Brbagai tantangan dalam implementasi UU PKDRT diungkapkan oleh para peserta, terutama terkait dengan minimnya perlindungan bagi korban, keterbatasan infrastruktur layanan, serta lemahnya koordinasi antar lembaga dalam menangani kasus kekerasan dalam rumah tangga.

Salah satu tantangan utama yang disampaikan adalah tingginya angka korban yang enggan melapor akibat stigma sosial dan ketergantungan ekonomi pada pelaku. Banyak korban yang mengalami kekerasan, tetapi memilih untuk tetap diam karena takut akan dampak sosial dan ekonomi yang mereka hadapi jika memutuskan untuk melaporkan kasusnya ke pihak berwenang.

Direktur Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Rati Rahmawati, mengakui bahwa infrastruktur layanan bagi korban KDRT masih jauh dari ideal.  Kami terus berupaya memperkuat Unit Pelayanan Terpadu Daerah (UPTD PPA), tetapi masih banyak daerah yang belum memiliki layanan ini secara optimal,” kata Rati.

Tantangan lainnya adalah dalam kasus perkawinan yang tidak dicatatkan secara resmi. Perempuan yang menikah secara agama atau adat sering kali mengalami kesulitan dalam mengakses perlindungan hukum karena status pernikahannya tidak diakui oleh negara.

“Mereka sering kali ditolak ketika melaporkan kekerasan, padahal undang-undang seharusnya bisa melindungi semua perempuan, tanpa memandang status administrasi perkawinan mereka,” jelas Alimatul Kiptiah, Komisioner Komnas Perempuan.

Terobosan dan Praktik Baik dalam Penanganan KDRT

Meskipun menghadapi berbagai tantangan, terdapat pula berbagai terobosan yang telah dilakukan dalam upaya menangani kekerasan dalam rumah tangga. Salah satu langkah maju yang diapresiasi oleh Komnas Perempuan adalah pembentukan Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak di Kepolisian RI. Kehadiran direktorat ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas penegakan hukum bagi pelaku kekerasan dalam rumah tangga dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi korban.

Kasubdit Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan, Kombes Pol Rita Wulandari, mengungkapkan bahwa kepolisian telah meningkatkan pelatihan bagi aparat agar lebih sensitif dalam menangani kasus KDRT.  “Kami memastikan bahwa aparat di lapangan memahami perspektif korban dan tidak serta-merta mengarahkan kasus ini untuk diselesaikan secara kekeluargaan,” tegasnya.

Selain itu, berbagai daerah juga mulai memperkuat Unit Pelayanan Terpadu Daerah (UPTD PPA) yang bertugas memberikan layanan kepada korban kekerasan. Beberapa wilayah telah mengembangkan program pendampingan korban yang lebih komprehensif, termasuk layanan pemulihan psikologis dan pemberdayaan ekonomi agar korban dapat mandiri secara finansial dan tidak lagi bergantung pada pelaku.

Baca juga: Kenapa Masih Banyak Perempuan Takut Speak Up Soal KDRT ?

Perlindungan yang Lebih Komprehensif

Dalam forum diskusi ini, Komnas Perempuan mengajukan sejumlah rekomendasi guna memperkuat perlindungan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga. Andy Yentriyani menekankan bahwa perbaikan layanan perlindungan bagi korban harus menjadi prioritas utama. “Kita tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan pidana terhadap pelaku, tetapi juga harus memastikan bahwa korban mendapatkan perlindungan dan pemulihan yang layak,” tegasnya.

Komisioner Komnas Perempuan lainnya, Dewi Kanti, menambahkan bahwa revisi kebijakan diperlukan agar pemulihan korban menjadi fokus utama, bukan hanya pemidanaan pelaku.

“Korban sering kali terjebak dalam siklus kekerasan karena tidak memiliki alternatif ekonomi atau dukungan sosial. Kita perlu memperkuat skema perlindungan sosial bagi mereka,” katanya.

Peningkatan literasi hukum bagi masyarakat juga menjadi rekomendasi penting dalam upaya mendorong korban untuk lebih berani melapor dan mendapatkan keadilan. Masyarakat harus diberikan pemahaman yang lebih baik mengenai hak-hak mereka dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga serta bagaimana mereka dapat mengakses bantuan hukum dan layanan pendampingan yang tersedia.

Dengan berbagai tantangan dan terobosan yang telah diidentifikasi, Komnas Perempuan berharap bahwa implementasi UU PKDRT dapat semakin efektif dalam memberikan perlindungan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga. Negara diharapkan dapat mengambil langkah lebih proaktif dalam memastikan bahwa kebijakan yang telah ada benar-benar dijalankan dengan baik dan memberikan dampak nyata bagi kehidupan korban.

Forum ini menjadi momentum refleksi bagi berbagai pihak untuk berkomitmen dalam memperbaiki sistem perlindungan terhadap korban KDRT di Indonesia, serta memastikan bahwa setiap perempuan memiliki hak atas kehidupan yang aman dan bebas dari kekerasan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Biro Konsultasi Psikologi Hijau: Membawa Layanan Psikologi yang Terjangkau dan Profesional untuk Semua Kalangan

Conscious Beauty: Menantang Standar Kecantikan Patriarki

Conscious Beauty: Menantang Standar Kecantikan Patriarki

Dampak Jangka Panjang Bullying: Luka Mental yang Tak Terlihat

Leave a Comment