Bincangperempuan.com- Beri Ruang Aman yang disingkat BRA, merupakan komunitas di Tulungagung, Jawa Timur yang bergerak pada isu kekerasan berbasis gender. Sesuai namanya, komunitas ini didirikan untuk memberikan ruang aman bagi penyintas kekerasan berbasis gender yang kemudian berkembang menjadi wadah untuk bergerak, mengadvokasi, dan berbagi pengetahuan tentang kekerasan berbasis gender di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.
Bagaimana Komunitas Ini Berdiri?
Berawal dari tahun 2020, Diah Rizki, menginisiasi komuntasi BRA bersama teman-temannya. Persoalan kesetaraan gender yang belum setara menjadi salah satu alasan Diah membangun BRA. Di Tulungagung, perempuan masih dianggap sebagai “konco wingking,” bukan sebagai partner yang setara.
Pada praktik ‘konco wingking” mengakibatkan banyak perempuan menjadi tidak mandiri secara ekonomi, akibatnya tak jarang menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
“Banyak kesempatan yang masih menempatkan perempuan sebagai second choice dan tidak berimbang. Banyak perempuan tidak bisa lepas dari KDRT di Tulungagung karena tidak mandiri secara ekonomi. Selama hidupnya hanya ditempatkan sebagai yang berperan memasak, hamil, dan mengurus anak,” terang Diah kepada Bincang Perempuan, Jumat (26/05/2023).
“Ketika terjadi KDRT mereka bimbang, mereka takut nasib anak-anak mereka seperti apa. Banyak hal menjadi pertimbangan memang. Terlebih ketika mereka bercerai dan menjadi janda, ada stigma yang melekat di mereka. Ketika mereka melamar pekerjaan dengan status baru mereka, pemberi kerja akan lebih memilih gender lain dengan alasan belum punya tanggungan anak dan lain sebagainya. Hal-hal seperti ini banyak terjadi di sekitar kita,” paparnya.
Keterbatasan Akses dan Ancaman Intimidasi
Beragam kasus ditangani komunitas BRA. Tidak hanya kekerasan gender secara fisik maupun verbal, namun juga persoalan finansial, psikologis hingga revenge porn. Termasuk kekerasan dalam pacaran.
“Adanya ancaman dan manipulasi agar salah satu pihak menanggung hidup pihak lain sebagai alasan akan segera menikah. Hubungan yang di dalamnya ada ancaman baik verbal maupun fisik sudah pasti mengganggu kesehatan psikologis, terlebih lagi jika ada manipulasi untuk mendapatkan sesuatu,” ujar Diah.
Meskipun begitu, Diah mengakui, pihaknya masih mengalami sejumlah kendala terkait proses pendampingan korban kekerasan di Tulungagung. Seperti keterbatasan akses dan layanan agar rekan kerja yang dapat memaksimalkan peran mereka.
Baca juga: Mengapa Perempuan Menjadi Korban Terbanyak Kekerasan dalam Rumah Tangga?
“Keterbatasan akses dan layanan sering menjadi kendala bagi BRA dalam mengadvokasi korban. Lembaga yang secara resmi membantu BRA sementara ini masih belum ada. Tapi untuk memproses kasus yang diadukan, BRA sudah bekerja sama dengan psikolog, pengacara, dan unit PPA Polres,” jelas Diah.
Keterbatasan akses serta pendanaan yang dilakukan secara crowdfunding belum cukup untuk menjangkau kebutuhan penyintas yang ada. Akibatnya BRA harus memilah kasus mana yang menjadi prioritas. Tidak berhenti disitu, agar terus bisa melanjutkan proses advokasi pada kasus berat, BRA akan bekerja sama dengan pengada layanan yang lebih banyak resources untuk membantu.
Tak hanya itu, BRA juga kerap menerima ancaman dan peringatan dari pelaku beserta orang di sekitarnya agar tidak mendampingi penyintas. Untuk merespon hal tersebut BRA memilih cara diskusi dengan menjelaskan kenapa BRA membantu korban.
Ini yang harus dilakukan jika mengalami kekerasan
Apabila seseorang mengalami tindakan kekerasan, ada berbagai langkah yang bisa dilakukan untuk mendapatkan pertolongan. Pertama, adalah mendokumentasikan bukti secara mandiri. Diah mengatakan hal tersebut penting sebagai langkah utama untuk mendapatkan bantuan lebih lanjut. Kedua, hal yang bisa dilakukan oleh korban adalah dengan menghubungi pengadaan layanan seperti BRA atau taskforce KBGO untuk mencari bantuan. Ketiga, korban sebisa mungkin harus menghindari kontak dengan pelaku dan mencari tempat aman.
Baca juga: Melihat atau Alami KDRT? Ini Cara Melaporkannya!
BRA sendiri sebagai juga melakukan pembukaan pengaduan, hal tersebut bisa dilakukan melalui dua cara, yaitu langsung ke narahubung BRA dan melalui formulir yang tertera di bio instagram BRA @beriruangaman.
Setelah pengaduan masuk, tim BRA akan mendiskusikan kasus untuk mengambil langkah selanjutnya sekaligus mempertimbangkan apakah tim sanggup mendampingi kasus. Kemudian tim akan menghubungi korban/penyintas untuk menindaklanjuti laporannya.
“Apabila nanti melihat, mendengar, atau mengetahui kasus kekerasan, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan, diantaranya melaporkan dan melakukan dokumentasi. Jika kondisinya memungkinkan dan kita cukup berani, kita bisa langsung melakukan intervensi kejadiannya. Menjadi bystander yang berani merupakan pilihan terbaik jika kita mengetahui ada seseorang yang mengalami pelecehan seksual,” pungkasnya. (Estu Farida)