Bincangperempuan.com- B’Pers pernah menonton film Ngeri-Ngeri Sedap? Film ini menggambarkan konflik keluarga yang kerap terjadi dalam masyarakat kita. Salah satu anak, Sarma, merasa terjebak antara pilihan untuk merawat orang tuanya atau mengejar kariernya. Konflik ini mencerminkan realitas sosial di mana beban pengasuhan, terutama terhadap orang tua, lebih banyak dibebankan pada perempuan.
Pertanyaannya, mengapa beban ini lebih banyak ditujukan kepada perempuan dibandingkan laki-laki?
Perempuan juga masih mendominasi peran sebagai cargiver dibandingkan laki-laki. Melansir dari The Conversation, survei di Kanada pada tahun 2022 menunjukkan bahwa lebih dari setengah populasi perempuan dan remaja putri di atas usia 15 tahun, sekitar 8,4 juta orang, menjadi caregiver atau pengasuh. Perempuan ini terlibat dalam berbagai peran pengasuhan, baik secara sukarela untuk keluarga mereka sendiri maupun sebagai pekerjaan berbayar.
Selain itu tugas cargiver, juga lebih banyak dikerjakan oleh perempuan. Perempuan lebih banyak mengerjakan tugas-tugas caregiver seperti memandikan, membantu buang air, hingga membantu berpakaian. Sebaliknya, laki-laki lebih sering mengambil peran untuk membantu secara tidak langsung seperti membantu dari segi finansial atau menggunakan jasa pelayanan dari pihak ketiga.
Baca juga: Konstruksi Sosial dan Tantangan Kebijakan Pekerjaan Perawatan di Indonesia
Beban Ganda Generasi Sandwich
Berdasarkan hal tersebut beban pengasuhan lebih banyak dititikberatkan kepada perempuan, terutama mereka yang termasuk dalam generasi sandwich. Istilah ini merujuk pada kelompok usia yang harus mengurus anak-anak mereka sendiri sekaligus merawat orang tua lanjut usia.
Menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) yang dihimpun oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 2023, mayoritas caregiver bagi warga lanjut usia di Indonesia adalah anggota keluarga mereka sendiri, dengan perempuan mendominasi peran ini. Hal ini menempatkan perempuan dalam tekanan besar karena mereka sering kali harus menyeimbangkan tugas domestik, tanggung jawab karier, dan kewajiban sosial lainnya.
Beban perempuan semakin berat karena di saat yang bersamaan mereka harus mengurus pekerjaan rumah, mengasuh anak dan di sisi lain merawat orang tua yang telah lansia. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa rata-rata perempuan mengalokasikan empat jam lebih banyak per minggu untuk pekerjaan rumah tangga dibandingkan laki-laki.
Beban tambahan ini menambah tekanan mental pada perempuan. Penelitian psikologi yang dipublikasikan di jurnal Sikontan bahkan menunjukkan bahwa peran sebagai caregiver berdampak negatif pada kesejahteraan diri (subjective well-being) perempuan. Perempuan yang menjadi caregiver sering kali melaporkan tingkat stres yang lebih tinggi, kelelahan emosional, dan perasaan kehilangan kebebasan pribadi.
Dengan berbagai tekanan tersebut, jelas bahwa pengasuhan tidak hanya berdampak pada perempuan secara individu, tetapi juga mencerminkan adanya ketidakadilan struktural yang terus berlangsung di masyarakat. Perubahan signifikan diperlukan untuk meringankan beban ini, baik melalui kebijakan, perubahan budaya, maupun pembagian tanggung jawab yang lebih adil dalam keluarga.
Stereotipe Gender
Anggapan bahwa perempuan “harus keibuan” menjadi akar dari ketidaksetaraan ini. Perempuan sejak kecil dibentuk untuk memprioritaskan keluarga dan pengasuhan, sementara laki-laki dibebaskan untuk mengejar karir atau posisi publik. Dalam struktur ini, pengasuhan dianggap sebagai kewajiban perempuan, bukan tanggung jawab bersama.
Budaya patriarki di masyarakat kita melanggengkan stereotip ini. Misalnya, jika seorang perempuan memilih karir daripada merawat keluarganya, ia dianggap tidak bertanggung jawab atau tidak peduli. Sebaliknya, laki-laki yang fokus pada karir justru dianggap memenuhi tanggung jawabnya sebagai pencari nafkah.
Stereotip seperti ini menempatkan perempuan dalam posisi yang sulit, karena mereka dipaksa untuk memprioritaskan keluarga di atas aspirasinya sendiri. Seakan-akan pengasuhan dianggap sebagai kewajiban perempuan saja, bukan tanggung jawab bersama.
Padahal, pengasuhan seharusnya dilihat sebagai tanggung jawab kolektif, bukan beban yang hanya dibebankan pada satu pihak. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki peran yang sama penting dalam membangun kesejahteraan keluarga.
Menuju Kesetaraan dalam Pengasuhan
Untuk menciptakan kesetaraan dalam pengasuhan, diperlukan perubahan budaya, kebijakan, dan mindset masyarakat. Salah satu langkah awal adalah dengan mendorong laki-laki untuk lebih aktif mengambil peran dalam pengasuhan, tanpa merasa bahwa hal tersebut akan mengurangi “kelelakian” mereka. Pengasuhan bukanlah tanda kelemahan, melainkan bentuk tanggung jawab dan cinta kasih yang tulus. Kita juga bisa memulai dari langkah kecil, misal dengan tidak mengkotak-kotakan suatu pekerjaan rumah dengan gender tertentu.
Selain itu, perempuan perlu diberdayakan untuk mengejar mimpi mereka tanpa terbebani oleh ekspektasi sosial yang tidak adil. Dukungan dari keluarga, pasangan, dan masyarakat sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan setara.
Kebijakan di tempat kerja juga harus memberikan dukungan konkret. Misalnya, dengan menyediakan cuti pengasuhan yang setara bagi laki-laki dan perempuan. Terutama setelah kelahiran anak, sehingga pembagian tanggung jawab dalam keluarga menjadi lebih adil.
Kemudian pemerintah, seharusnya dapat menyediakan subsidi atau insentif bagi keluarga yang menjadi caregiver, terutama untuk mereka yang merawat orang tua lanjut usia. Kebijakan semacam ini tidak hanya membantu meringankan beban finansial tetapi juga menunjukkan pengakuan terhadap peran penting caregiver.
Jadi, menjadi caregiver bukanlah tentang gender, melainkan tentang cinta, tanggung jawab, dan solidaritas. Ketika beban pengasuhan dibagi secara setara, setiap individu dalam keluarga memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan mencapai potensinya.
Referensi:
- The Conversation. (2023). Women caregivers need more support to manage their responsibilities and well-being. Retrieved from https://theconversation.com/women-caregivers-need-more-support-to-manage-their-responsibilities-and-well-being-228176
- Wang, J., Wang, Y., Tang, W., & Zhang, F. (2022). Caregiving burden and its associated factors among caregivers of older adults in China: A nationwide survey. BMC Public Health, 22(1), 1–10. https://doi.org/10.1186/s12889-022-12612-3
- Kristiana, S., & Ayu, A. P. (2021). Beban psikologis pada caregiver keluarga pasien lansia di Kota X. Sikontan, 5(3), 53–60. Retrieved from https://publish.ojs-indonesia.com/index.php/SIKONTAN/article/download/383/336/750