Bincangperempuan.com– Pada 19 Maret 2025 lalu, sebuah paket berisi kepala babi dikirim kepada jurnalis perempuan Tempo, Fransisca Christy Rosana (Cica). Teror ini terjadi sehari sebelum pengesahan Undang-Undang TNI pada 20 Maret 2025, sebuah kebijakan kontroversial yang memperluas kewenangan militer dalam urusan sipil.
Hanya beberapa hari berselang, pada 22 Maret 2025, seorang jurnalis perempuan bernama Juwita ditemukan tewas di Banjarbaru, dibunuh oleh oknum TNI (Tentara Nasional Indonesia). Sebelumnya, Najwa Shihab juga pernah mengalami intimidasi serupa. Terutama semenjak membangun solidaritas masyarakat sipil dengan poster peringatan darurat, menjelang Pemilihan Presiden, tahun 2024.
Rentetan kasus ini menunjukkan bagaimana ancaman terhadap jurnalis perempuan semakin berlapis di tengah kondisi sosial-politik Indonesia yang kian carut-marut. Jurnalis perempuan sering menjadi sasaran ancaman, mulai dari kekerasan fisik, intimidasi daring, hingga pembunuhan. Situasi ini mencerminkan betapa rentannya perempuan dalam dunia jurnalistik, yang seharusnya bebas dan independen dalam menjalankan tugasnya.
Tingginya Kekerasan terhadap Jurnalis Perempuan
Menurut laporan UNESCO dan International Center for Journalists (ICFJ), sekitar 73% jurnalis perempuan di dunia mengalami kekerasan daring, mulai dari serangan berbasis gender hingga ancaman pembunuhan.
Di Indonesia, survei yang dilakukan oleh Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) pada akhir 2021 menunjukkan bahwa dari 1.256 jurnalis perempuan yang menjadi responden, sebanyak 85,7% pernah mengalami berbagai bentuk kekerasan, baik fisik maupun digital. Dari jumlah tersebut, sebanyak 70,1% mengalami kekerasan secara langsung dalam menjalankan tugas mereka. Yang lebih mencengangkan, hanya 14,3% dari mereka yang tidak pernah mengalami kekerasan seksual sepanjang karier jurnalistik mereka.
Data terbaru dari riset kolaboratif antara Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan PR2Media pada tahun 2022 juga mengungkapkan fakta serupa. Sebanyak 82,6% dari 852 jurnalis perempuan di 34 provinsi menyatakan pernah mengalami kekerasan seksual dalam dunia kerja mereka.
Kasus kekerasan terhadap jurnalis perempuan ini menunjukkan pola yang berulang dan belum mendapatkan perlindungan hukum yang memadai. Meskipun sudah ada undang-undang yang melindungi jurnalis, implementasinya masih lemah, terutama ketika pelaku berasal dari aparat atau pihak berkuasa.
Baca juga: Kenapa Perempuan yang Mandiri Secara Finansial Sering Diglorifikasi?
Mengapa Jurnalis Perempuan Rentan?
Jurnalis perempuan menghadapi ancaman berlapis yang berasal dari dalam dan luar lingkungan kerja mereka. Di dalam organisasi media, masih terjadi bias gender yang mengakar dalam budaya patriarki, termasuk objektifikasi dan dominasi laki-laki dalam struktur kepemimpinan.
Di luar organisasi media, ancaman terhadap jurnalis perempuan justru lebih besar. Mereka rentan mengalami kekerasan seksual, intimidasi, dan serangan berbasis gender, baik secara daring maupun fisik. Perempuan yang berani bersuara dan melawan ketidakadilan sering kali menjadi sasaran ancaman dan kekerasan yang sistematis.
Sejarah menunjukkan bahwa perempuan yang berani menentang ketidakadilan kerap menghadapi kekerasan yang brutal. Dari tokoh jurnalis seperti Anna Politkovskaya di Rusia hingga para aktivis perempuan di berbagai belahan dunia, mereka sering kali menjadi target serangan karena membongkar fakta yang tidak diinginkan oleh pihak-pihak berkuasa. Di Indonesia, jurnalis perempuan juga mengalami pola serupa, di mana mereka tidak hanya menghadapi risiko kekerasan fisik dan seksual, tetapi juga pembungkaman melalui tekanan sosial dan hukum.
Selain itu, jurnalis perempuan juga sering mendapatkan serangan berbasis gender yang tidak dialami oleh rekan laki-lakinya. Mereka lebih sering menjadi target serangan seksual, ancaman terhadap keluarga mereka, hingga fitnah yang menyerang karakter pribadi mereka. Kekerasan ini semakin meningkat dengan berkembangnya teknologi digital, di mana ancaman dapat datang dari media sosial dan berbagai platform daring lainnya.
Dampak Kekerasan terhadap Jurnalis Perempuan
Kekerasan yang dialami jurnalis perempuan tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga terhadap kebebasan pers secara keseluruhan. Ancaman dan intimidasi yang mereka alami bisa menyebabkan efek jera, membuat mereka enggan meliput isu-isu sensitif yang bisa mengancam keselamatan mereka. Hal ini berakibat pada terbatasnya liputan terhadap isu-isu kritis, terutama yang menyangkut pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi.
Selain itu, intimidasi serta kekerasan dapat menimbulkan trauma psikologis. Sehingga mereka berpotensi untuk meninggalkan profesi jurnalistik karena tekanan yang begitu besar. Hal ini mengurangi keragaman suara dalam dunia media dan memperburuk ketimpangan gender dalam industri ini.
Baca juga: CATAHU 2024: 445.502 Kasus Kekerasan terhadap Perempuan, Naik Hampir 10%!
Perlu Upaya Perlindungan yang Lebih Kuat
Ancaman terhadap jurnalis perempuan bukan hanya persoalan individu, tetapi juga ancaman bagi kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia. Dibutuhkan kebijakan yang lebih tegas dalam melindungi jurnalis dari berbagai bentuk kekerasan, baik yang dilakukan oleh individu, kelompok tertentu, maupun aparat negara. Selain itu, media dan organisasi jurnalis harus berperan aktif dalam memberikan dukungan dan perlindungan bagi jurnalis perempuan agar mereka dapat menjalankan tugasnya dengan aman tanpa rasa takut.
Meningkatkan kesadaran publik terhadap ancaman yang dihadapi jurnalis perempuan juga penting agar masyarakat dapat berperan dalam mendukung kebebasan pers. Solidaritas antara jurnalis, organisasi media, dan lembaga hak asasi manusia harus terus diperkuat untuk memastikan bahwa jurnalis perempuan bisa bekerja dalam lingkungan yang lebih aman dan terlindungi.
Referens:
- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) & PR2Media. (2023). Laporan Riset Kekerasan Seksual PR2Media. Diakses dari https://pr2media.or.id/wp-content/uploads/2023/02/Laporan_Riset_Kekerasan_Seksual_PR2Media.pdf.
- Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media). (2021). Hasil Survei Kekerasan terhadap Jurnalis Perempuan Indonesia. Diakses dari https://pr2media.or.id/wp-content/uploads/2021/11/Hasil-Survei.pdf.
- UNESCO. (2021). #JournalistsToo: 73% of Women Journalists Participating in UNESCO/ICFJ Survey Have Experienced Online Violence Against Women Journalists. Diakses dari https://www.unesco.org/en/articles/journaliststoo-73-women-journalists-participating-unesco/icfj-survey-have-experienced-online#
- Kompas.com. (2025, 27 Maret). Jurnalis Wanita Dibunuh Oknum TNI AL di Banjarbaru, Apa yang Sebenarnya Terjadi?. Diakses dari https://amp.kompas.com/tren/read/2025/03/27/122000865/jurnalis-wanita-dibunuh-oknum-tni-al-di-banjarbaru-apa-yang-sebenarnya.