Home » News » Drakor A Virtuous Business 2024: Seksualitas, Perceraian, dan Ketidakadilan Gender

Drakor A Virtuous Business 2024: Seksualitas, Perceraian, dan Ketidakadilan Gender

Bincang Perempuan

News

Drakor A Virtuous Business 2024 Seksualitas, Perceraian, dan Ketidakadilan Gender

Bincangperempuan.com- Netflix kembali menghadirkan satu drama Korea berjudul A Virtuous Business 2024. Drakor besutan JTBC Inc ini mulai menghiasi layar streaming sejak 12 Oktober lalu.

Sama seperti drakor lainnya, A Virtuous Business 2024 juga membahas isu-isu sosial relevan di masyarakat. Menariknya isu yang diangkat termasuk jarang dikupas mendalam, seperti ke-tabu-an membicarakan seksualitas serta stigma buruk yang mengikuti perempuan terhadap perceraian. Serta ketidakadilan dalam melihat perselingkuhan.

A Virtuous Business 2024 menjadi gambaran masyarakat dengan kultur partriarki yang masih melekat dalam banyak budaya, termasuk di Korea Selatan.

Sinopsis A Virtuous Business 2024

Berlatar Desa Geumje di era tahun 90-an, drakor 12 episode ini menceritakan tentang kehidupan seorang perempuan bernama Han Jeong Sook (Kim So Yeon). Lantaran suaminya Kwon Seong Soo (Choi Jae Rim) dipecat, Jeong Sook memutuskan untuk mencari penghasilan tambahan. Pasalnya gaji bulanannya yang diterima sebagai Asisten Rumah Tangga tidak cukup untuk membiayai kehidupan sehari-hari termasuk biaya sekolah anak.

Akhirnya Jeong Sook memutuskan untuk memulai bisnis jual beli “rumahan” pakaian dalam Fantasy Lingerie dan alat bantu seksual. Sayangnya usaha Jeong Sook untuk mencari pendapatan halal dinilai negatif dan dianggap tabu, karena dinilai mengandung unsur seksualitas.

Drakor ini memberikan ruang refleksi yang luas untuk membahas isu gender yang sering diabaikan. Mengupas tema kompleks tentang bagaimana masyarakat memperlakukan perempuan yang dianggap “melanggar norma,” khususnya ketika menyangkut seks dan hubungan pernikahan.  

Baca juga: Bystander Effect: Ketika Diam Menjadi Berbahaya 

Seks sebagai topik yang masih tabu

Salah satu elemen penting dalam drakor ini adalah bagaimana seks dan seksualitas digambarkan sebagai sesuatu yang tabu, terutama bagi perempuan. Dalam masyarakat patriarkal, seks sering kali menjadi topik yang dianggap “kotor” atau “tidak pantas” untuk dibicarakan, apalagi jika perempuan menunjukkan sikap terbuka terhadap kebutuhan atau preferensi seksual mereka.

Sementara karakter Jeong Sook menggambarkan seorang perempuan yang memiliki keberanian untuk mengungkapkan pandangannya tentang hubungan pernikahan yang sehat, termasuk aspek seksualitas. Namun, keterbukaannya ini justru menjadi bumerang, membuatnya dipandang “tidak bermoral” oleh masyarakat.

Berbeda dengan Kwon Seong Soo yang selalu gonta-ganti pekerjaan dan terlibat perselingkuhan tidak mendapatkan kritik yang sama kerasnya. Meskipun diketahui memiliki hubungan gelap, namun tetap diterima dengan baik oleh lingkungan sosialnya.

Perspektif ini menunjukkan adanya standar ganda yang merugikan perempuan. Ketika laki-laki dianggap sah-sah saja memiliki hubungan di luar nikah, perempuan yang bahkan membahas seksualitas secara terbuka sudah langsung dilabeli negatif. Drama ini dengan gamblang menyoroti hipokrisi ini dan membuka diskusi tentang pentingnya mendekonstruksi tabu seputar seksualitas perempuan.

Stigma perceraian yang berat bagi perempuan

Keputusan Jeong Sook  untuk bercerai menjadi salah satu konflik utama dalam drakor ini. Drama ini berhasil menunjukkan bagaimana perceraian tidak hanya menjadi akhir hubungan antara dua individu, tetapi juga awal dari penghakiman sosial terhadap perempuan.

Budaya patriarkal menganggap perceraian sebagai “kegagalan” perempuan dalam mempertahankan rumah tangga. Perempuan seperti Jeong Sook  tidak hanya menghadapi tekanan emosional dari perceraian itu sendiri, tetapi juga cemoohan, fitnah, dan diskriminasi dari lingkungan sosialnya. Ia dianggap egois, tidak berbakti, bahkan dicap sebagai contoh buruk bagi perempuan lain.

Sebaliknya, Kwon Seong Soo  yang jelas-jelas terlibat perselingkuhan justru mendapatkan pembelaan. Banyak karakter dalam drama ini yang menganggap bahwa “laki-laki memang begitu” atau “wajar saja jika laki-laki memiliki kebutuhan lebih.” Narasi ini memperlihatkan ketidakadilan gender yang sudah sangat mengakar, di mana perempuan selalu menjadi pihak yang lebih disalahkan dalam kasus perceraian.

Baca juga: #WomenInMaleFields: Menggugat Norma Gender di Media Sosial

Perselingkuhan: normalisasi bagi laki-laki, skandal bagi perempuan

Drakor ini juga menyoroti bagaimana perselingkuhan dipandang secara berbeda berdasarkan gender. Perselingkuhan Kwon Seong Soo digambarkan sebagai sesuatu yang “manusiawi” oleh beberapa karakter di sekitar mereka, sementara Jeong Sook  yang memilih meninggalkan pernikahan toksik tersebut justru dipandang sebagai pihak yang merusak keluarga.

Normalisasi perselingkuhan bagi laki-laki adalah refleksi dari budaya patriarkal yang memberikan kelonggaran lebih besar kepada laki-laki dalam hal perilaku moral. Laki-laki yang berselingkuh sering kali dianggap sebagai korban keadaan atau memiliki alasan yang dapat dimaklumi, sementara perempuan yang melawan perlakuan tersebut malah dianggap tidak tahu diri.

Melalui alur cerita yang menyentuh, A Virtuous Business 2024 dengan tegas menyampaikan pesan bahwa standar ganda ini tidak hanya melanggengkan ketidakadilan, tetapi juga merusak hubungan antargender di masyarakat.

Kampanye He for she

Salah satu kekuatan drama ini adalah keberaniannya untuk menantang norma-norma sosial yang patriarkal. Jeong Sook  menjadi simbol perlawanan terhadap norma tersebut. Ia tidak hanya memperjuangkan haknya untuk menjalani kehidupan yang bebas dari hubungan toksik, tetapi juga menunjukkan bahwa perempuan memiliki hak yang sama untuk menentukan jalan hidup mereka.

Menariknya, drakor ini juga menampilkan beberapa karakter laki-laki yang mendukung kesetaraan gender, seperti Kim Do Hyeon (Yeon Woo Jin). Karakter ini memberikan perspektif bahwa tidak semua laki-laki mendukung patriarki, dan ada harapan untuk perubahan sosial yang lebih adil.

Cerita dalam A Virtuous Business 2024 bukan hanya fiksi, tetapi juga cerminan dari apa yang banyak perempuan hadapi di kehidupan nyata. Menurut penelitian, stigma terhadap perempuan yang bercerai masih sangat kuat di banyak negara, termasuk Indonesia.

Perempuan sering kali dianggap tidak layak mendapatkan kesempatan kedua, baik dalam karier maupun hubungan baru, hanya karena status mereka sebagai janda.

Selain itu, topik seksualitas yang tabu juga menjadi penghalang besar bagi perempuan untuk mendapatkan pendidikan seksual yang benar. Dalam budaya yang masih menganggap seks sebagai hal yang memalukan untuk dibahas, perempuan sering kali tidak memiliki ruang untuk mengekspresikan kebutuhan atau kekhawatiran mereka terkait seksualitas.

A Virtuous Business 2024 adalah drama yang penting untuk ditonton, terutama bagi mereka yang ingin memahami isu-isu gender secara lebih mendalam. Drama ini tidak hanya memberikan hiburan, tetapi juga menyampaikan pesan yang kuat tentang pentingnya mendobrak tabu seputar seksualitas, melawan stigma perceraian, dan menolak standar ganda dalam kasus perselingkuhan.

Lewat penggambaran karakter yang kuat dan alur cerita yang emosional, drama ini mengajarkan bahwa perubahan sosial dimulai dari kesadaran individu. Ketidakadilan gender tidak akan hilang begitu saja, tetapi melalui karya seperti A Virtuous Business 2024, diskusi tentang pentingnya kesetaraan dapat terus diperluas. Perempuan berhak untuk dihormati, apa pun keputusan mereka dalam hidup.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Beban ganda perempuan pekerja seni

Perempuan Pekerja Seni, dan Beban Ganda yang Kerap Diabaikan 

Pejabat Publik Harus Hindari Stereotip Gender dalam Pernyataan

Bagaimana Perempuan Mengubah Industri Fast Fashion

Leave a Comment