Bincangperempuan.com- Saat usia kehamilan memasuki trimester kedua, ibu hamil dapat mengetahui jenis kelamin bayinya sebelum lahir melalui USG. Hasil USG yang didapatkan bisanya tidak langsung dibuka. Namun mereka akan mengumumnya melalui pesta gender reveal seperti yang dilakukan sebagian besar selebritis di Indonesia untuk mengungkapkan jenis kelamin bayi sekaligus berbagi kebahagiaan dengan orang disekitarnya.
Sayangnya, tidak sedikit dari aktivitas ini menimbulkan kesedihan dan kekecewaan, karena gender sang bayi tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Meskipun tidak menapikan, dalam media sosial postingan dari pesta gender referral memberi kesan bahwa calon orang tua sangat senang dengan jenis kelamin anak mereka. Padahal, kenyataanya tidak selalu sesuai dengan kenyataan ketika balon biru atau pink terbang ke langit.
Meskipun begitu, kebanyakan ibu hamil tidak ingin mengakui rasa kecewanya. Meluapkan kekecewaan atas gender anak menjadi pemikiran yang masih tabu untuk dibicarakan. Alasan lainnya adalah menghargai teman atau orang disekitar yang sedang berjuang untuk hamil atau kehilangan anak.
Baca juga : “Pick Me Girl”, Internalized Misogyny & Cyberbullying yang Tak Disadari
Padahal, sebenarnya kekecawaan atas gender bayi yang tidak sesuai merupakan hal normal yang dirasakan. Kekecewaan atas gender bayi diungkapkan melalui tangisan, kemarahan, rasa malu, atau rasa putus asa selama kehamilan berlangsung.
Tidak jarang, ibu hamil merasa sangat bersalah karena gender bayi tidak sesuai dengan keinginan suami atau keluarga. Perasaan bersalah ini turut dirasakan oleh pasangan dan keluarga besar yang berusaha mendukung sang ibu. Diperlukan waktu untuk membuat ibu hamil dapat menerima kenyataan yang berbeda.
Penyebab kekecewaan atas gender bayi
Ada banyak faktor yang menyebab kekecewaan terhadap jenis kelamin bayi selama kehamilan. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari internal atau eksternal dari sang ibu. Beberapa faktor yang menyebabkan kekecewaan terhadap jenis kelamin bayi selama kehamilan, yaitu:
Terlalu menaruh harapan terhadap jenis kelamin bayi
Memimpikan untuk memiliki seorang anak laki-laki yang bisa diajak bermain sepak bola atau bermain boneka dengan anak perempuan menjadi hal normal yang dibayangkan oleh ibu selama kehamilannya. Harapan inilah yang dapat menimbulkan gender dissapoitment ketika anak yang dikandung memiliki jenis kelamin yang tidak diharapkan.
Budaya yang masih kental
Jenis kelamin bayi didalam kandungan dianggap sangat penting dalam beberapa budaya. Sayangnya, budaya ini cenderung mengistimewakan satu jenis kelamin dan membatasi jumlah anak sehingga menciptakan tekanan tambahan bagi perempuan hamil. Perempuan yang tidak dapat memenuhi standar dari budaya ini dianggap gagal oleh sekitarnya. Hal inilah yang semakin membuat perempuan merasa telah mengecewakan sekitarnya.
Tekanan dari keluarga atau teman
Keinginan pasangan untuk mewujudkan impian keluarga yang menginginkan anak dengan jenis kelamin tertentu dapat menjadi tekanan apabila tidak sesuai. Ditambah lagi dorongan dari teman yang mengatakan jenis kelamin tertentu lebih unggul atau membicarakan tentang olahraga tertentu yang dapat dilakukan bersama sang anak dapat meningkatkan kekecewaan sang ibu terhadap jenis kelamin anak yang tidak sesuai.
Mengatasi kekecewaan atas gender bayi
Meskipun rasa kecewa atas gender bayi tidak sesuai keinginan dianggap sebagai hal normal, sebagian ibu hamil merasa sangat sulit untuk mengatasinya. Untuk itu, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kekecewaan tersebut.
Mencari tahu alasan kekecewaan
Mencari tahu alasan atas kekecewaan jenis kelamin bayi menjadi cara untuk lebih menerima kenyataan bahwa jenis kelamin bayi tidak sesuai dengan harapan. Membayangkan bermain sepak bola dengan anak perempuan atau memasak dengan anak laki-laki akan mengurangi kekecewaan.
Baca juga: Mengungkap Kekerasan Seksual: Definisi, Jenis, dan Contohnya
Hal yang sama juga dapat dilakukan apabila kepribadian anak tidak sesuai dengan norma gender. Kekecewaan yang dimiliki juga dapat disebabkan oleh keluarga atau teman yang terus mendorong untuk memiliki anak dengan gender tertentu. Hal yang dapat dilakukan adalah menyimpan sebagai masukan atau mengabaikannya agar tidak menjadi beban mental selama kehamilan.
Membiarkan diri untuk dapat mengatasi kekecewaan
Salah satu cara untuk mengatasi kekecewaan atas gender bayi adalah membiarkan diri sendiri untuk menerima kenyataan yang terjadi. Hal yang perlu diingat adalah fakta bahwa seks biologis tidak selalu sejalan dengan sikap atau minat anak di kehidupannya. Setiap anak memiliki keunikan tersendiri, hal inilah yang akan membuat kekecewaan tersebut akan segera dilupakan. Kelahiran anak juga dapat membantu sang ibu untuk menghilangkan rasa kecewa setelah melihat anak menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Selain itu, mendatangi terapis atau konselor dapat mengurangi rasa kecewa jika hal ini terus menghalangi ikatan antara anak dan ibu.
Mempercayai kemampuan untuk mencintai
Pentingnya untuk menyadari bahwa rasa kecewa atas gender bayi tidak dapat bertahan selamanya. Setelah bayi lahir, anak akan memberikan kebahagiaan baru yang mencangkup kepribadian dan sifat unik yang dimilikinya. Seorang psikoterapis California, Diane Ross Glazer mengatakan bahwa hormon oksitosin yang dilepaskan otak selama persalinan akan membantu seorang ibu jatuh cinta tanpa harapan pada bayinya.
Hal lain yang dapat dilakukan adalah membuat rencana dengan ibu lain yang memiliki jenis kelamin biologis dengan bayi anda dapat mengeksplorasi pengalaman yang akan dialami. Cara ini dapat meningkatkan kepercayaan diri untuk mencintai bayi selama kehamilan dan setelah melahirkan.
Menemukan support system
Menemukan support system dapat membantu untuk mengurangi kekecewaan atas gender bayi yang tidak diinginkan. Cobalah untuk membicarakan kekecewaan ini terhadap pasangan atau orang yang aman untuk diajak bicara. Hal ini dapat membuat sang ibu untuk lebih jujur dan terbuka terhadap kondisinya kepada seseorang tanpa merasa terhakimi.
Mempertimbangkan untuk bergabung dengan komunitas yang dapat mendukung dapat menjadi opsi lain yang dapat dilakukan. Untuk itu, mulailah mencari dan membangun sistem pendukung sejak dini agar tidak mengalami stres dan depresi berkepanjangan. (**)
Sumber:
- Catherine Crider, 2020. “Dealing with Gender Disappointment: It’s OK to Feel Sad”, dalam healthline
- Danielle Braff and Erica Jackson Curran, 2022. “How to Deal With Gender Disappointment”, dalam Parents