Home » Kesehatan » Jalan Panjang Perjuangan Perempuan Hadapi PCOS

Jalan Panjang Perjuangan Perempuan Hadapi PCOS

Bincangperempuan.com- Banyak perempuan bergelut dengan rasa sakit karena mengidap polycystic ovary syndrome (PCOS). Hormon androgen yang berlebihan ini membuat sel telur menjadi tidak berkembang sempurna dan akan menumpuk di ovarium. Para perempuan ini mesti menanggung gejala, menjalani pengobatan, bahkan vonis tidak subur dari lingkungannya. 

Ada banyak perempuan yang mengalami kondisi ini. Prevalensi terjadinya sebesar 5-10% bagi perempuan berusia 15 hingga 44 tahun. PCOS adalah penyakit metabolisme yang paling sering dialami oleh wanita subur. Sayangnya, banyak yang baru menyadari kondisi ini saat menjalani program kehamilan

Ada beberapa ciri yang umumnya dirasakan oleh pengidap PCOS. Utamanya adalah menstruasi yang tidak lancar sehingga hanya terjadi kurang dari delapan kali setahun. Namun, apabila sedang menstruasi, pendarahan terjadi secara berlebihan karena timbunan pada dinding rahim selama berbulan-bulan. Jerawat dan bulu-bulu halus juga banyak tumbuh. 

Selain itu, mengalami penggelapan kulit pada lipatan tubuh hingga kesulitan dalam menurunkan berat badan. Walaupun demikian, ada pula kasus ketika perempuan tidak mengalami gejala apapun. 

Pengobatan yang Melelahkan

Penyebab PCOS belum diketahui secara pasti. Namun, kondisi ini dikaitkan dengan gangguan fungsi insulin. Sebuah kondisi ketika tingkat insulin di dalam tubuh menjadi lebih tinggi dari biasanya. Resistensi ini memengaruhi hingga 70% pengidap PCOS. Oleh karena itu, pengobatan dan terapi PCOS mesti disesuaikan dengan gejala yang muncul dari tiap-tiap individu. 

Banyak obat yang mesti dikonsumsi pengidap PCOS. Untuk keluhan jerawatnya, periode menstruasi yang abnormal, sampai untuk mengurangi pertumbuhan rambut. Pengobatan ini jelas turut menghasilkan efek samping. Salah satu obat yang sering diberikan dalah metformin. Obat tersebut bisa mengakibatkan muntah, pusing, bahkan diare. Di sisi lain, tidak semua perempuan bisa menjalani terapi pada umumnya karena kondisi kesehatan tertentu. 

Baca juga : Menanti Partisipasi Laki-laki Sadar Kontrasepsi 

Perawatan PCOS sesungguhnya tidak instan dan membutuhkan waktu yang panjang. Tidak hanya bergantung dengan obat, penderitanya mesti mengikuti pola hidup sehat demi meningkatkan metabolisme tubuh. Mulai dari melakukan olah raga rutin, mengurangi makanan yang mengandung estrogen tinggi, hingga melakukan diet apabila obesitas. Dengan kata lain, butuh kedisiplinan tinggi dari para pengidapnya. 

Perlu diketahui, pengidap PCOS juga memiliki risiko keguguran yang sangat tinggi, yakni 50%. Karena itu, pada awal kehamilan, perlu menjalani diet khusus dan mesti mengonsumsi penguat kehamilan. 

Menerima Vonis dan Stigma

Penderita PCOS tentu akan dikaitkan dengan infertilitas. Karena dianggap sebagai aib, kondisi ini kerap memunculkan rasa sedih dan kecewa. Mereka bahkan cenderung menyalahkan diri sendiri. Ada kekhawatiran apabila keluarga, terutama suami tidak bisa langsung memahami sehingga perempuan lebih memilih untuk memendam kekhawatiran ini sendirian. Hal tersebut dialami dan dirasakan oleh Nanditya.

Dalam penelitian psikiatri yang dilakukan oleh Asti dan Rohmaningtyas, disebutkan bahwa banyak gangguan mental terkait dengan PCOS. Banyak perempuan mengalami depresi, kecemasan, gangguan makan, disfungsi seksual, penurunan kualitas hidup, sampai gangguan citra dan ketidakpuasan tubuh. Depresi sendiri memiliki prevalensi tertinggi dengan rasio 28%-64%. 

Perlu usaha ekstra untuk bisa hamil dan memiliki keturunan bagi pengidap PCOS. Bias gender yang menganggap perempuan sebagai penghasil keturunan semata juga memperparah kondisi ini. Para perempuan ini terus mendapat pertanyaan, cercaan, bahkan ujaran kebencian atas kondisi tubuh mereka. 

Sesungguhnya PCOS bukan hanya persoalan fisik perempuan. Namun, ada relasi tidak seimbang yang semakin menyulitkan kondisi mereka. Salah satunya adalah lingkungan dan keluarga yang mengangap tabu persoalan ini. Mereka ini menjadi penghambat bagi perempuan untuk memperoleh layanan kesehatan yang semestinya. Padahal, pengidap PCOS tetap memiliki harapan untuk memiliki anak.

Hal-Hal yang Bisa Dilakukan

PCOS sesungguhnya bisa dialami oleh siapa saja. Apabila perempuan merasakan sesuatu yang tidak biasa di dalam tubuhnya, seperti menstruasi tidak teratur maka dapat melakukan pemeriksaan sedini mungkin. Hal itu membuat perempuan bisa tahu cara terbaik untuk menjaga kesehatan dirinya. 

Apabila ternyata memang didiagnosa mengidap PCOS, fokus utamanya adalah kesehatan perempuan itu sendiri. Lingkungan yang mendukung juga perlu diusahakan. Para pengidap PCOS bisa bergabung dalam komunitas terkait. Misalnya, PCOS Fighter Indonesia (PFI) yang sudah dibentuk sejak tahun 2017.

Organisasi semacam ini memiliki berbagai kegiatan dan program khusus sehingga perempuan tidak perlu merasa sendirian sekaligus termotivasi untuk terus berjuang menghadapi kondisi ini. Kegiatan eksternal semacam ini dapat berperan dalam membangun psikis yang sehat. Mental yang baik tentu akan menghasilkan respons yang positif bagi tubuh. 

Baca juga : Perempuan dan Kuasa Tubuh Atas Penggunaan Kontrasepsi 

Keluarga juga bisa turut berperan serta. Hal-hal sederhana, seperti mengingatkan waktu untuk meminum obat, mengantarkan perempuan kontrol, sampai memenuhi kebutuhan psikologis agar penderita tidak merasa terisolir juga amat berarti. 

PCOS memang tidak dapat sembuh secara komplit. Meski demikian, ada berbagai pilihan pengobatan yang dapat membantu mengurangi gejala penyakit yang dirasakan. Banyak perempuan dengan PCOS juga dapat hidup normal tanpa komplikasi yang berarti. 

Permasalahan kesehatan reproduksi perempuan membutuhkan keterlibatan sekaligus kepedulian dari banyak pihak. Mulai dari keluarga, masyarakat, tenaga medis, termasuk para pembuat kebijakan. Hak reproduksi perempuan mesti dijamin. Tentu hal ini perlu diikuti dengan penafsiran ulang atas pandangan-pandangan yang meminggirkan perempuan. (**)

Sumber :

  • UN Women, 2021. “PCOS Fighter Stories: 5 Wanita Cerita Tentang Perjuangan Melawan PCOS”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Pernikahan dan keturunan apakah hanya urusan perempuan?

Pernikahan dan Keturunan: Apakah Hanya Urusan Perempuan?

Cherophobia: Menyelami Kekhawatiran terhadap Kesenangan Berlebihan

Sunat Perempuan, Bentuk Diskriminasi Gender

Sunat Perempuan, Bentuk Diskriminasi Berbasis Gender

Leave a Comment