Home » News » Hustle Culture: Perspektif Perempuan yang Memilih Jalan Berbeda

Hustle Culture: Perspektif Perempuan yang Memilih Jalan Berbeda

Bincang Perempuan

News

Bincangperempuan.com–  Hustle culture telah mendominasi narasi sukses di dunia kerja. Budaya ini mendorong individu untuk bekerja tanpa henti, mengutamakan pencapaian karier di atas segala hal lain, dan sering kali mengabaikan kebutuhan pribadi.

Namun, seiring berjalannya waktu, semakin banyak perempuan yang mulai mempertanyakan dan menolak hustle culture, memilih untuk mendefinisikan ulang arti kesuksesan. Mereka menunjukkan bahwa ada cara lain untuk mencapai kepuasan karier tanpa harus mengorbankan kesehatan mental, fisik, atau kehidupan pribadi.

Bagi banyak perempuan, hustle culture tidak lagi menjadi tolok ukur kesuksesan. Mereka mulai melihat bahwa budaya ini, meskipun menjanjikan kemajuan karier, juga membawa konsekuensi yang tidak diinginkan, seperti kelelahan, burnout, dan rusaknya keseimbangan hidup. Sebagai upaya untuk menolak hustle culture, perempuan-perempuan ini memilih untuk mendefinisikan ulang apa yang mereka anggap sebagai sukses.

Misalnya, Sarah, seorang pengusaha muda, memutuskan untuk meninggalkan kariernya di perusahaan besar demi menjalankan bisnis kecil yang lebih sesuai dengan passion-nya. Meskipun bisnisnya tidak sebesar perusahaan tempatnya bekerja sebelumnya, Sarah merasa lebih puas dan seimbang. “Saya memilih jalan yang membuat saya bahagia dan memberi saya ruang untuk hidup, bukan hanya bekerja,” ujar Sarah. Baginya, kesuksesan bukan lagi soal mencapai puncak karier, tetapi menemukan makna dan keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari.

Baca juga: Kenali 10 Infeksi Selama Kehamilan dan Upaya Mengatasinya

Mengapa hustle culture  tidak cocok untuk semua orang?

Hustle culture menciptakan ekspektasi bahwa seseorang harus selalu bekerja keras dan mengorbankan segalanya demi kesuksesan. Namun, ekspektasi ini tidak selalu sesuai dengan realitas hidup banyak perempuan. Perempuan sering kali menghadapi tuntutan tambahan dalam kehidupan pribadi mereka, seperti mengurus keluarga atau menjadi pengasuh utama. Dalam konteks ini, hustle culture hanya menambah beban dan tekanan yang sudah ada.

Selain itu, perempuan yang menolak hustle culture juga mulai menyadari bahwa kesuksesan bukanlah satu ukuran yang bisa diterapkan untuk semua orang. Setiap individu memiliki kebutuhan, tujuan, dan nilai-nilai yang berbeda, dan memaksakan satu model kesuksesan universal justru bisa merusak kesejahteraan individu. Dalam lingkungan kerja yang didominasi oleh hustle culture, perempuan sering kali merasa terpaksa untuk beradaptasi dengan ritme kerja yang tidak sesuai dengan gaya hidup mereka, yang akhirnya mengorbankan kesehatan dan kehidupan pribadi mereka.

Mencari keseimbangan menuju kepuasan karir

Perempuan yang memilih jalan berbeda dari hustle culture  sering kali menghadapi tantangan dan stigma. Namun, mereka juga menemukan kebebasan dan kesejahteraan yang tidak mereka dapatkan sebelumnya. Mereka mulai mengeksplorasi cara kerja yang lebih seimbang, seperti bekerja paruh waktu, memulai bisnis yang lebih kecil namun lebih sesuai dengan passion, atau bahkan memilih untuk fokus pada keluarga dan diri sendiri terlebih dahulu.

Lina, seorang ibu dua anak yang sebelumnya bekerja sebagai eksekutif di perusahaan multinasional, memilih untuk menjadi pekerja lepas demi menghabiskan lebih banyak waktu dengan anak-anaknya. “Saya merasa lebih berarti ketika bisa melihat anak-anak tumbuh dan berkembang setiap hari. Karier saya masih penting, tetapi bukan segalanya,” kata Lina. Dengan menjadi pekerja lepas, Lina dapat menyesuaikan jadwal kerjanya dengan kebutuhan keluarganya, tanpa harus merasa terjebak dalam tuntutan hustle culture.

Kisah-kisah seperti ini menunjukkan bahwa ada alternatif lain dalam mencapai kepuasan karier. Perempuan-perempuan ini berani melawan arus dan mendefinisikan ulang kesuksesan sesuai dengan nilai-nilai dan prioritas pribadi mereka. Mereka tidak hanya mencari kesuksesan dalam karier, tetapi juga keseimbangan hidup yang lebih baik.

Baca juga: Bayang-bayang Kekerasan Seksual Menghantui Perempuan dan Anak di Tanah Syariat

Dampak positif penolakan hustle culture

Menolak hustle culture  dan memilih jalan yang lebih seimbang tidak hanya berdampak positif pada karier perempuan, tetapi juga pada kesehatan dan kesejahteraan mereka secara keseluruhan.  Hustle culture  sering kali dikaitkan dengan tingkat stres yang tinggi, burnout, dan berbagai masalah kesehatan lainnya. Meninggalkan budaya ini, perempuan dapat lebih fokus pada kesehatan mental dan fisik mereka, yang pada akhirnya meningkatkan produktivitas dan kebahagiaan secara keseluruhan.

Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh American Psychological Association, ditemukan bahwa individu yang bekerja dalam lingkungan yang terlalu menekankan pada kerja keras tanpa henti cenderung mengalami tingkat stres yang lebih tinggi dan kualitas hidup yang lebih rendah. Sebaliknya, mereka yang memilih untuk bekerja dengan lebih seimbang dan memperhatikan kesehatan mereka cenderung lebih bahagia dan lebih puas dengan kehidupan mereka.

Perempuan yang memilih jalan berbeda dari hustle culture   juga mulai menginspirasi orang lain untuk mempertimbangkan kembali pendekatan mereka terhadap pekerjaan dan kehidupan. Mereka menunjukkan bahwa kesuksesan tidak harus dicapai dengan mengorbankan segala hal, dan bahwa ada cara lain untuk hidup yang lebih sehat dan lebih seimbang.

Hustle culture  mungkin telah menjadi norma dalam dunia kerja, tetapi semakin banyak perempuan yang mulai menolak dan mendefinisikan ulang arti kesuksesan. Memutuskan untuk memilih work in balance membuat perempuan-perempuan ini menunjukkan bahwa kesuksesan tidak hanya tentang pencapaian materi atau posisi dalam karier, tetapi juga tentang menemukan keseimbangan dan kebahagiaan dalam kehidupan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Google menyambut dua jurnalis asal Indonesia ke dalam program AAJA Executive Leadership Program

Mengapa Kita Tidak Belajar dari Ibu Suminah

Perempuan Padek Minta Bebaskan Bahusni dan Hentikan Kriminalisasi Petani Kumpeh

Leave a Comment