Home » Gaya Hidup » Hubungan » Mengapa Perempuan Sering Terjebak Toxic Relationship?

Mengapa Perempuan Sering Terjebak Toxic Relationship?

Yuni Camelia Putri

Hubungan

Behind Every Trauma Girl, Toxic Relationship

Bincangperempuan.com-  Belakang ini, fenomena behind every trauma girl menjadi populer di TikTok. Istilah ini mencerminkan tren ketika individu, terutama perempuan, berbagi pengalaman pribadi mereka yang mungkin penuh dengan trauma atau kesulitan hidup. Ini bisa melibatkan cerita tentang kehilangan, toxic relationship, kegagalan, atau pertarungan melawan depresi dan kecemasan. Atau gambaran trauma yang dirasakan perempuan setelah mendapati kenyataan buruk yang disembunyikan oleh orang terdekatnya.

Belakangan tren ini mulai banyak diikuti oleh perempuan yang mengalami kejadian yang sama. Seiring meningkatnya kesadaran akan pentingnya masalah kesehatan mental dan dukungan emosional di dunia maya, tren ini semakin mendapatkan perhatian.

Salah satu faktor kunci adalah keinginan untuk mengatasi stigma seputar kesehatan mental. Dengan membagikan kisah mereka, individu berkontribusi pada normalisasi pembicaraan terbuka tentang masalah ini. Ini membantu mengurangi rasa malu yang terkadang terkait dengan masalah kesehatan mental, memberikan dukungan kepada mereka yang mungkin mengalami situasi serupa.

Baca juga: Sebelum Membuang Pembalut, Ingat Hal Berikut Ini

Hal menonjol yang ditemukan dari tren ini adalah trauma psikologis yang diderita perempuan membuat mereka sulit untuk pulih. Trauma yang dihasilkan menyebabkan krisis kepercayaan dan sulitnya memulai hubungan baru di masa depan. Kondisi ini menjadi general ditemui oleh perempuan yang memiliki pasangan manipulatif.

Selain itu, tren ini juga mencerminkan pergeseran budaya di mana kejujuran dan keautentikan dihargai lebih dari sekadar tampilan sempurna di media sosial. Banyak orang ingin merasa terhubung dengan orang lain melalui pengalaman hidup yang sebenarnya, bukan hanya gambaran sempurna yang sering ditampilkan di platform-media sosial.

Namun, seperti halnya setiap tren, ada risiko bahwa tren “Behind Every Trauma Girl” dapat disalahgunakan. Beberapa individu mungkin merasa tekanan untuk berbagi cerita mereka, meskipun mereka belum sepenuhnya siap atau nyaman melakukannya. Ini bisa membuka pintu bagi potensi eksploitasi emosional dan perasaan terlalu terbuka di ruang digital.

Penting untuk diingat bahwa sumber daya dan dukungan profesional harus tetap menjadi fokus ketika menangani masalah kesehatan mental. Tren media sosial bisa menjadi saluran positif untuk menyebarkan kesadaran, tetapi tidak boleh menggantikan bantuan yang lebih substansial dan spesifik yang mungkin diperlukan seseorang.

Baca juga: Supartina Paksi, Penggerak Perempuan untuk Desa Kopi Tangguh Iklim


Apa Itu Toxic Relationship?

Menurut Dr. Alan W. McEvoy, Ph.D., toxic relationship adalah suatu hubungan yang sangat memengaruhi emosi seseorang, sampai-sampai ia jadi sulit merasa senang, damai, atau aman. Hubungan jenis ini kerap kali membuat seseorang merasa terjebak dan tidak berharga sebab pasangannya terlalu mengendalikan dan sering menyebabkan sakit hati.

Hubungan toxic tak melulu terjadi pada pasangan, bisa juga terjadi dalam hubungan pertemanan, pekerjaan, dan hubungan lainnya.


Mengapa Perempuan Sering Terjebak dalam Toxic Relationship?

Tren behind every trauma girl menunjukkan tingginya jumlah perempuan yang terjebak dalam toxic relationship atau hubungan yang toxic. Kondisi ini muncul akibat kurangnya kesadaran tentang bagaimana hubungan yang sehat. Beberapa komentar yang ditemukan dari tren ini, seperti:

@ohh cellaa:Dlu pernah mikir gapapa maafin dia pasti dia berubah teryata sama aja lepasin sakitt bngt

@pawpaw🖤🦖:”aku ngelanjutin hubungan ini bukan karna aku sayang sama kamu tapi karna aku dendam sama kamu”

@Machalatte💚:gue prnh dipssi ini, LDR yg bisa gue lakuin cuma diem, menghindar, sampai skrg gkmau ngejalanin hubungan dengan siapapun.

@𝑠𝑎𝑎🫧:takut klo kejadian msalalu keulang lg

Baca juga: Backburner Relationship, Ketidakjelasan dalam Hubungan

Dalam kasus ini, muncul keinginan perempuan untuk keluar dari hubungan yang toxic. Lantas, apa yang membuat perempuan terus terjebak dalam hubungan yang toxic?

Dilansir dari Psychology Today, ada beberapa alasan yang membuat perempuan terjebak dalam hubungan yang toxic. Pertama, perempuan kerap kali menerima ancaman dari pasangannya. Ancaman ini menimbulkan perasaan cemas yang membuat kebanyakan perempuan memilih untuk bertahan di hubungan yang toxic.

Kedua, mengharapkan pasangan dapat berubah. Ada banyak perempuan yang mengharapkan perubahan pasangannya meskipun telah mendapat banyak kekerasan. Pada dasarnya, mengharapkan perubahan pasangan adalah racun abadi yang dapat meningkatkan kekecewaan dan menghilangkan kewaspadaan akan bahaya yang mengancam.

Baca juga: Rekomendasi Novel Misteri Jepang yang Angkat Isu Perempuan

Ketiga, menyalahkan diri sendiri. Menyalahkan diri sendiri menjadi permasalahan yang sering membuat perempuan terjebak dalam hubungan yang toxic. Kondisi ini didorong oleh kemampuan pasangannya yang berhasil memanipulasi emosional perempuan sehingga merasa bersalah. Hal ini membuat perempuan semakin terpuruk di dalam hubungan yang sudah salah dari sejak awal.

Keempat, mengorbankan diri sendiri. Alasan ini didorong oleh kondisi dari latar belakang perempuan yang tumbuh di lingkungan yang tidak harmonis. Akibatnya, perempuan memilih untuk mengorbankan diri sendiri untuk memperjuangkan hubungan meskipun mendapatkan kekerasan dari pasangan. Persepsi inilah yang membuat perempuan selalu terjebak dalam hubungan toxic yang tiada akhir.

Kelima, rusaknya harga diri. Dalam beberapa kondisi, perempuan sering kali merasa tidak layak bagi orang lain. Hal ini membuat mereka berpikir jika pasangannya saat inilah yang hanya dapat menerima. Rusaknya harga diri ini biasanya dirasakan oleh perempuan yang selalu direndahkan oleh pasangannya. Selain itu, perlakuan buruk dari pasangannya membuat perempuan menormalisasikan hinaan yang didapatkan selama menjalin hubungan.

Keenam, kurangnya dukungan dari orang terdekat. Dukungan dari orang terdekat seperti keluarga atau teman sangat diperlukan oleh perempuan yang sedang menjalin hubungan. Sayangnya, sebagian perempuan yang terjebak dalam hubungan toxic tidak mendapatkan dukungan dari orang terdekatnya. Hal ini menjadikan mereka sangat bergantung dengan pasangannya yang membuat emosionalnya dapat dikendalikan dengan mudah.

Baca juga: Dilema Ketika Ibu Memutuskan Sekolah Lagi


Upaya Melepaskan Diri dari Jebakan Toxic Relationship

Tren behind every trauma girl menunjukkan trauma dan kenyataan pahit yang harus diterima oleh perempuan, tren ini juga menunjukkan upaya mereka untuk bangkit kembali. Beberapa dari perempuan membagikan dukungannya kepada melalui komentar di video. Hal ini sedikit banyak membantu banyak perempuan untuk bangkit dari trauma yang dirasakannya.

Meskipun demikian, sebagian perempuan mengatakan sulit untuk keluar dari hubungan yang toxic, karena ingin menghindari konflik dengan pasangan yang dapat merusak emosionalnya. Selain itu, muncul pemikiran tentang bagaimana mereka dapat menjalani hidup tanpa pasangan? Pemikiran inilah yang terus dipegang teguh oleh kebanyakan perempuan sehingga sulit untuk menyelamatkan diri sendiri dari jeratan hubungan yang toxic. Lantas, apa yang harus dilakukan?

Dilansir dari PsychCentral, beberapa upaya yang dapat dilakukan agar lepas dari jebakan hubungan yang toxic. Upaya ini dapat melindungi perempuan dari kemungkinan konflik yang dapat merusak kesehatan mentalnya. Beberapa upaya yang dapat dilakukan yaitu:

1. Hadapi secara langsung

Menghadapi hubungan toxic secara langsung menjadi langkah awal yang dapat dilakukan untuk lepas dari bentuk hubungan tersebut. Kondisi ini dilakukan untuk menghindari perasaan dilecehkan dan intimidasi yang dapat menimbulkan trauma akibat kekerasan dalam hubungan.

2. Mulai menghargai diri sendiri

Hal yang harus dilakukan agar tidak terjebak dalam hubungan yang toxic adalah menghargai diri sendiri. Menghargai diri sendiri dapat membantu perempuan untuk tidak bergantung kepada pasangan yang manipulatif. Selain itu, cara ini akan membantu perempuan untuk mendapatkan kebebasan dan kebahagiaan dalam menjalani hidupnya.

3. Meminta bantuan orang terdekat

Dukungan orang terdekat dapat membantu perempuan untuk terlepas dari hubungan yang toxic. Mereka yang terjebak dalam hubungan ini dapat menceritakan permasalahan untuk mendapatkan dukungan dan perlindungan untuk lepas dari hubungan yang toxic. Dukungan ini dapat membantu mereka untuk mengurangi trauma yang dirasakan.

4. Mencatat kondisi emosional

Kebanyakan perempuan yang terjebak dalam hubungan yang toxic tidak mengetahui kondisi emosionalnya. Padahal, hal ini perlu dilakukan untuk mengukur kesehatan mental selama menjalin hubungan. Ketika mengalami ancaman dan gangguan emosional, perempuan harus mencatat untuk mengurangi rasa tegang dan tetap fokus dengan dirinya. Cara ini banyak disarankan oleh psikolog agar kesehatan mental dapat dijaga ketika menghadapi hubungan yang toxic.

5. Memberikan afirmasi positif

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk melepaskan diri dari hubungan yang toxic adalah memberikan afirmasi positif kepada diri sendiri. Katakan “saya kuat” untuk meningkatkan perasaan yang kuat dalam menjalani kehidupan. Afirmasi positif dapat membantu diri sendiri untuk tegas dalam memutuskan sesuatu.

6. Istirahat sejenak

Kebanyakan psikolog mengatakan salah satu cara terbaik untuk lepas dari hubungan yang toxic adalah beristirahat sejenak dengan membatasi interaksi dengan pasangan. Sesekali, cobalah untuk bernapas dan fokus untuk menikmati suara yang berasal dari alam. Upaya ini dilakukan agar perempuan dapat memulihkan dirinya yang terjebak dalam toxic relationship. (**)

Sumber:

  • Jason Whiting Ph.D., 2020. “8 Reasons Women Stay in Abusive Relationships”, dalam Psychology Today
  • Karen Lamoreux, 2021. “10 Pointers for Ending Toxic Relationships”, dalam PsychCentral
  • Roxy Zarrabi Psy.D., 2022. “11 Reasons Why People Don’t Let Go of Unhealthy Relationships”, dalam Psychology Today

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Kesehatan Mental

Artikel Lainnya

Ghosting: Perilaku yang Muncul di Era Dating Apps

Gamophobia, Ketakutan untuk Menjalin Komitmen dan Pernikahan

Gamophobia, Ketakutan untuk Menjalin Komitmen dan Pernikahan

Stalking Gebetan, Bentuk Cinta atau Obsesif

Leave a Comment