“PEREMPUAN biasanya diragukan seperti tidak mampu mengelola hutan dan kebun,” ungkap Lensi, perwakilan KPPH Ade Harapan dalam pertemuan Jaringan Perempuan Pejuang Keadilan Gender dan Ekologis di ruang pertemuan Pemda Rejang Lebong, Rabu (16/9/20).
“Tidak ada peran perempuan di dalam hutan karena dipandang lebih banyak kendala daripada bisanya,” ujar Satra Susanti, perwakilan Kelompok Perempuan Maju Mandiri.
Kustina, perwakilan Kelompok Perempuan Teratai menambahkan, “Posisi perempuan selalu di belakang, padahal peran perempuan sangat penting dalam menjaga dan mengelola alam.” Dengan demikian, “Perempuan masih mengalami ketidakadilan dalam pengelolaan alam,” ungkap Yunita, perwakilan KPPSWD.
Feni Oktaviana, perwakilan KPPL Maju Bersama mengatakan, ketidakadilan gender dan ekologis yang dialami perempuan berlapis-lapis. “Dari segi jenis kelamin, usia, agama, suku, sub suku, status ekonomi, sosial, pernikahan dan pendidikan, perempuan itu selalu dibedakan dan diragukan”.
Baca juga : Rita Wati, Inspirasi Perempuan yang Memperjuangkan Hak Atas Hutan
Lidya Tantri, perwakilan KPPL Sumber Jaya juga mengungkapkan, “Dilihat dari jenis kelamin, usia, agama dan semua yang dijelaskan terdapat perbedaan pengaruh terhadap perempuan dalam memanfaatkan dan mengelola hutan”.
“Ketidakadilan gender dan ekologis terjadi di keluarga dan masyarakat,” ujar Eva Susanti, perwakilan KPPL Maju Mandiri. Juga di pemerintahan. “Perempuan sangat minim dilibatkan,” kata Melni, perwakilan KPPH Ade Harapan. Khususnya dalam pembuatan keputusan. “Perempuan, dalam mengambil keputusan, masih kurang dianggap dan (pendapat perempuan) sering tidak diterima,” ujar Kurnia Ningsih, perwakilan KPPL Karya Bersama.
Singkatnya, Supartina Paksi, perwakilan Perempuan Alam Lestari mengungkapan, “Belum ada keadilan terhadap hak-hak perempuan”. Padahal, “Keadilan sangat penting untuk perempuan,” kata Sartini, perwakilan Kelompok Perempuan Pelestari Bukit Kayangan. Dengan kata lain, “Ternyata, tanpa kita sadari, masalah itu (ketidakadilan gender dan ekologis) kita hadapi setiap hari,” ujar Wahyuni Saputri, perwakilan KPPSWD.
Dengan demikian, apakah upaya memperjuangkan keadilan gender dan ekologis hanya cukup dilakukan pada pertemuan-pertemuan tertentu saja? “Tidak,” kata Supartina yang diiyakan anggota Jaringan Perempuan Pejuang Keadilan Gender dan Ekologis lainnya. Menurut mereka, memperjuangkan keadilan gender dan ekologis harus menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. (rls)