Home » Mendidik Anak ala Ibu Tunggal Bahagia 

Mendidik Anak ala Ibu Tunggal Bahagia 

Yuni Camelia Putri

News

Mendidik Anak ala Ibu Tunggal Bahagia

Bincangperempuan.com- Mendidik anak menjadi hal yang diprioritaskan oleh banyak ibu, tak terkecuali ibu tunggal. Prosesnya membutuhkan kesabaran ekstra tak berbatas. Apalagi seorang ibu tunggal, praktis harus membagi perannya disaat bersamaan sebagai orang ibu sekaligus ayah.

Untuk mendidik anak seorang ibu tunggal perlu membekali diri dengan banyak hal. Ini bukan persoalan bekal akademis saja, namun bekal praktis ketika menghadapi konflik, emosi serta perubahan sikap anak atas pilihan dan kondisi ibu tunggal yang mungkin baru saja terjadi. 

Faktanya, tidak sedikit ibu tunggal yang terkadang merasa sungkan untuk belajar,  karena beranggapan jika ibu yang cerdas adalah ibu yang memiliki pendidikan tinggi atau gelar akademis.

Baca juga: Mengungkap Kekerasan Seksual: Definisi, Jenis, dan Contohnya

“Jadi ibu yang cerdas bukan soal akademisi saja. Bagaimana kita cerdas untuk move on. Bagaimana kita cerdas untuk membaca peluang, dan bagaimana kita cerdas untuk hadir untuk anak kita,” ungkap Merrisa Lishiya Samudra, fasilitator ibu penggerak Sidina Community dalam live instagram Single Mom Indonesia (SMI) bersama Sidina Community dengan tema “Didik Anak ala Happy Single Mom”, Minggu (02/09/2023). 

Komunitas, lanjut Merrisa dapat menjadi salah satu tempat bagi para ibu tunggal untuk belajar dan menggali pengetahuan serta berbagi pengalaman tentang bagaimana mendidik anak. Sehingga pendidikan tidak lagi menjadi hal yang menakutkan bagi masyarakat terutama seorang ibu. 

Seperti di Single Moms Indonesia (SMI) dan Sidina Community, komunitas yang dilatarbelakangi dari program Menteri Pendidikan Nadiem Markarim, sebagai upaya untuk mendukung program merdeka belajar. 

Merrisa mengatakan, di Sidina Community, para ibu tunggal diajak untuk move on dari mantan, tidak galau dan tidak menjadi julid di media sosial. 

“Sidina Community sebagai tempat pemberdayaan wanita, pusat belajar bagi para perempuan. Entah itu bukan ibu tunggal atau ibu tunggal, single fighter tadi,” imbuhnya. 

Selain di rumah, anak juga mendapatkan pendidikan di sekolah melalui guru, serta lingkungan sekitarnya. Ketika di rumah, ibu yang akan menjadi guru bagi anaknya. Untuk itu, sangat dibutuhkan ibu tunggal yang kuat dan bahagia selama mendidik anaknya.

“Para ibu tunggal perlu untuk saling mendukung dan mengajak ibu lainnya untuk lebih realistis terhadap mimpi selama mendidik anak. Ibu yang cerdas dapat mengelola emosi dan memanfaatkan waktu untuk hadir bagi anaknya,” katanya. 

Ibu yang cerdas menyadari bahwa setiap anak memiliki masa depan yang cerah terlepas dari kondisi kehidupan orang tuanya. Hal ini harus dihighlight oleh ibu tunggal, sehingga anak tidak merasa semakin terpuruk meskipun orang tuanya berpisah. Penting bagi ibu tunggal untuk menguatkan diri dan percaya bahwa pendidikan itu sangat penting bagi anaknya.

“Masa depan anak tidak dapat ditunda. Kita mungkin pernah gagal tapi kita jangan sampai gagal menjadi ibu yang mendukung pendidikan dan masa depan anak yang lebih baik,” tuturnya.

Membekali dengan nilai agama

Merrisa mengatakan dalam mendidik anak, perlu bagi seorang ibu tunggal, memberikan dasar-dasar nilai agama. Hal ini menjadi prinsif, sebagai pondasi kehidupan anak di masa mendatang. 

Ilmu agama yang diajarkan kepada anak akan membentuk anak tersebut untuk menghadapi permasalahan di sekitarnya, seperti perundungan atau bullying. Pasalnya tidak sedikit ada anak yang tidak menyadari bahwa mereka sedang dibully atau menjadi pelaku bullying, atau melihat tindakan pembullyan. Untuk itu dibutuhkan cara yang tepat untuk mengajarkan anak secara perlahan bahwa bullying tidak boleh dilakukan. 

Selain itu, anak juga perlu diajarkan sikap toleransi agar tidak membeda-bedakan selama berteman. Hal ini penting dilakukan karena anak akan terjun ke lingkungan yang beraneka ragam selama proses pertumbuhannya. 

Terakhir, pelecehan seksual. Teknologi yang semakin maju telah meningkatkan kasus pelecehan seksual yang mengintai anak-anak. Untuk itu, ibu perlu meningkatkan lagi pengetahuannya untuk mengajarkan anak tentang bahaya pelecehan seksual atau mengenali lebih dini ketika anak menjadi korban pelecehan seksual.

Lantas bagaimana dengan ibu tunggal yang harus bekerja? Merissa menuturkan bahwa ibu yang bekerja dapat memanfaatkan waktu yang seminimal mungkin untuk hadir sebagai sosok yang dibutuhkan anaknya. Hal ini untuk mencegah anak merasa sendirian atau putus asa karena tidak ada tempat untuk berbagi.

“Kita tidak bisa fokus dengan diri sendiri karena anak juga merasa sakit ketika menghadapi kondisi (perceraian orang tua) ini. Ketika kita kehilangan suami, anak juga akan kehilangan sosok ayahnya,” tuturnya.

Baca juga: Kembali Memaknai Body Positivity

Untuk meningkatkan hubungan batin dengan anak, ibu dapat berusaha untuk lebih terbuka lagi dengan anaknya. Memberikan pelukan, mengapresiasi anak, dan melakukan deeptalk dengan mereka dapat membuat anak merasa lebih didukung oleh ibunya. Kembali lagi ke fakta bahwa tidak semua ibu dapat menyadari bahwa ada sosok lain yang terluka dan memerlukan dukungannya. Untuk itu, meningkatkan keterikan batin dengan anak sangat diperlukan untuk mendukung masa depannya.

“Kita tidak tahu batin anak kita seperti apa. (Jadi) Kita perlu untuk memahami hati mereka. Ibu harus lebih sadar kondisi anak, apakah dia (anak) terluka atau enggak,” ujar Merrisa.

Ibu tunggal harus memiliki mental yang kuat dengan menerima kondisi saat ini dan bersyukur atas apa yang diberikan Tuhan. Ibu tunggal juga harus mengabaikan atau menjadikan motivasi terkait omongan buruk masyarakat atas stigma janda yang buruk dan sistem patriarki yang masih kental di Indonesia. Kembali lagi, anak tidak akan bisa tumbuh dengan baik jika ia melihat ibunya masih terpuruk dengan kondisinya saat ini.(**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Pengaduan PMI Perempuan Tahun 2022 Meningkat, Apa yang Terjadi?

Masyarakat mendesak pengesahan RUU PKS

Masyarakat Sipil Mendesak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Tetap Menjadi Prioritas Prolegnas

Good Girl Syndrome Mengapa Menjadi “Baik” Tidak Selalu Sehat

Good Girl Syndrome: Mengapa Menjadi “Baik” Tidak Selalu Sehat?

Leave a Comment