Home » Opini » Peringatan Hari Ibu, Momentum Pergerakan Perempuan Indonesia

Peringatan Hari Ibu, Momentum Pergerakan Perempuan Indonesia

Ryen Meikendi

Opini

Peringati Hari Ibu, Momentum Pergerakan Perempuan Indonesia

“Teruslah bermimpi, teruslah bermimpi, bermimpilah selama engkau dapat bermimpi! Bila tiada bermimpi, apakah jadinya hidup! Kehidupan yang sebenarnya kejam.”

RA Kartini

Bincangperempuan.com- Diperingatinya Hari Ibu adalah wujud dari penghargaan terhadap perempuan-perempuan tanah air di masa lalu yang berani untuk bermimpi. Berani untuk menolak dan melawan penindasan, serta diskriminasi terhadap perempuan. Peringatan Hari Ibu di Indonesia bukan perayaan Mother’s Day sebagaimana yang diperingati di negara lain.

Peringatan Hari Ibu (PHI) yang dilaksanakan setiap tanggal 22 Desember, merupakan upaya bangsa Indonesia untuk mengenang dan menghargai perjuangan perempuan Indonesia dalam merebut dan mengisi kemerdekaan. PHI juga sebagai momentum kebangkitan bangsa, penggalangan rasa persatuan dan kesatuan serta gerak perjuangan perempuan yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

Perjalanan sejarah yang melatarbelakangi Peringatan Hari Ibu dari awal ditetapkan hingga saat ini, memperlihatkan jejak perjuangan perempuan Indonesia yang telah menempuh jalan panjang untuk mewujudkan peranan dan kedudukan perempuan Indonesia dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara. Bibit kebangkitan perjuangan perempuan Indonesia telah dimulai sebelum masa kemerdekaan, yang ditandai perjuangan pendekar perempuan di berbagai tempat di Indonesia, seperti Tjuk Njak Dien di Aceh, Nyi Ageng Serang di Jawa Barat, R.A Kartini di Jawa Tengah, serta masih banyak lagi yang lain.

Dalam kurun waktu setelah kelahiran Budi Utomo pada tahun 1908, banyak lahir perkumpulan perempuan di berbagai tempat, seperti Aisiyah, Wanita Katolik, Putri Merdeka, dll. Kemudian pada Kongres Pemuda Indonesia pertama pada 30 April s.d 2 Mei 1928 menempatkan perempuan sebagai satu titik sentral pembahasan, mengenai kedudukan perempuan dalam masyarakat Indonesia.

Baca juga: Negara Anggota dan Mitra ASEAN Tegaskan Komitmen Implementasi Rencana Aksi Regional : Perempuan, Perdamaian, dan Keamanan

Kongres Perempuan Indonesia pertama dilaksanakan tidak lama setelah Sumpah Pemuda, berlangsung pada 22–25 Desember 1928 dengan tujuan menyatukan perkumpulan perempuan-perempuan Indonesia dalam satu Perhimpunan Perempuan Indonesia.

Kongres I telah melahirkan langkah besar bagi kehidupan perempuan Indonesia, yaitu: Pertama, tercapainya hasrat untuk membentuk sebuah organisasi perempuan solid, yang ditandai dengan kelahiran sebuah organisasi perempuan yang dinamakan “Perikatan Perempuan Indonesia”. Kedua, kongres tersebut telah melahirkan tiga mosi yang keseluruhannya berorientasi pada kemajuan perempuan, yaitu: (1) tuntutan penambahan sekolah rendah untuk anak perempuan Indonesia; (2) perbaikan aturan dalam hal taklik nikah; dan (3) perbaikan aturan tentang sokongan untuk janda dan anak yatim pegawai negeri.

Kongres Perempuan Indonesia pertama tersebut diakui sebagai tonggak sejarah kebangkitan pergerakan perempuan Indonesia, sehingga pada Kongres Perempuan Indonesia III di Bandung tahun 1938, tanggal 22 Desember dinyatakan sebagai Hari Ibu melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-Hari Nasional Yang Bukan Hari libur, Hari Ibu tanggal 22 Desember dijadikan hari nasional yang diperingati setiap tahun secara khidmat dan penuh makna oleh segenap bangsa Indonesia.

Ada beberapa poin penting terhadap isu perjuangan perempuan Indonesia, yakni:

  1. Didirikannya badan federasi bersama dengan nama “Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI).
  2. Diterbitkannya surat kabar, yang redaksinya dipercayakan kepada pengurus PPPI, anggota-anggota redaksi terdiri dari: Nyi Hajar Dewantoro, Nn. Hajinah, Ny. Ali Sastroamojoyo, Nh. Ismudiyati, Nn. Budiah dan Nn. Sunaryati (Nyi Sunaryati Sukemi).
  3. Didirikannya studifonds (dana studi) yang akan menolong gadis-gadis tidak mampu.
  4. Pendidikan kepanduan putri diperkuat.
  5. Dilarangnya perkawinan anak-anak.
  6. Dikirimkannya mosi kepada pemerintah agar: Secepatnya diadakan fonds bagi janda dan anak-anak, Tunjangan bersifat pensiun jangan dicabut, Sekolah-sekolah putri diperbanyak.
  7. Dikirimkannya mosi kepada Raad Agama (Maskam atau tempat putusan Hukum Agama dan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan atau persengketaan yang menyangkut orang-orang Islam di Landraad) agar tiap talak dikuatkan secara tertulis sesuai dengan peraturan agama.

Makna dari Kongres Perempuan Indonesia pertama layak menjadi inspirasi bagi perjuangan perempuan masa kini. Melalui PHI ke-94 kali ini, adalah sangat penting memastikan bahwa inspirasi dari semangat perjuangan perempuan masa sebelum kemerdekaan terimplementasi melalui peran-peran perempuan Indonesia saat ini.

Perjalanan perjuangan perempuan Indonesia di 12 area kritis, sebagai implementasi dari Konferensi Tingkat Dunia ke-IV tentang Perempuan bertema Persamaan, Pembangunan, dan Perdamaian yang diselenggarakan di Beijing (Cina) pada tanggal 4-15 September 1995, yang menghasilkan Deklarasi Beijing dan Landasan Aksi (BPFA – Beijing Declaration and Platform for Action), dan turut ditandatangani oleh Indonesia, menjadi benang merah perjuangan perempuan Indonesia.(Ryen Meikendi/dari berbagai sumber)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

PAPA DALI & MAMA KAMARI

Anak Muda, Saatnya Selamatkan Bumi

Rendahnya partisipasi politik perempuan

Rendahnya Partisipasi Politik Perempuan di Indonesia, Solusi Datang dari Keluarga

Leave a Comment