Home » Kesehatan » Ibu dan Anak » Salah Kaprah: Menghindari Zina dengan Mempromosikan Kawin Anak

Salah Kaprah: Menghindari Zina dengan Mempromosikan Kawin Anak

Zefanya Preticia

Ibu dan Anak, News

Salah Kaprah Menghindari Zina dengan Mempromosikan Kawin Anak

Bincangperempuan.comPerkawinan anak selalu menuai pro dan kontra karena dianggap sah secara agama, khususnya dalam agama Islam. Satunya pandangan menurut Prof Quraish Shihab, pakar tafsir Indonesia. Ia mengatakan salah satu solusi menjauhi zina adalah dengan cara menikah. Tetapi tentunya menikah di usia muda (nikah muda) perlu adanya pertimbangan yang matang (bukan asal saja menikah,red).

Menurutnya, menikah muda untuk menghindari zina bisa menimbulkan masalah lain, akibat kurangnya pengetahuan tentang diri sendiri dan ilmu tentang parenting.

“Anak-anak yang lahir bisa tidak terdidik, dan ini berbahaya! Perceraian juga dapat berdampak negatif pada masa depan. Jika harus memilih antara dua hal buruk, pilihlah yang dampaknya lebih ringan,” ujarnya.

Dalam konteks ini, tentunya kawin anak akan berdampak pada persoalan yang lebih kompleks, terutama bagi perempuan. Kawin anak dapat menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga, pendidikan anak perempuan terputus, hingga akses ekonomi yang terbatas. Perempuan akhirnya hanya bisa mengakses pekerjaan non-formal dengan penghasilan kecil dan minim perlindungan.

Baca juga: Perempuan dan Anak Perempuan Paling Terdampak Perubahan Iklim

Peran besar orang dewasa

Penting untuk memahami bahwa anak-anak seringkali adalah korban dari keputusan dan pola pikir orang dewasa di sekitar mereka. Ketika seorang anak terpaksa menikah, baik secara eksplisit maupun implisit, hal ini mencerminkan kegagalan sistemik dalam perlindungan anak oleh orang-orang dewasa, terutama orang tua. Mereka seharusnya menjadi pelindung yang menyediakan lingkungan yang aman dan mendukung untuk perkembangan anak.

Namun, dalam banyak kasus yang terjadi mereka malah berperan aktif dalam mendorong terjadinya kawin anak. Ini tidak hanya mengabaikan kebutuhan dan hak anak, tetapi juga menunjukkan bahwa orang dewasa gagal dalam menyadari tanggung jawab moral mereka.

Salah satu faktor yang sering menjadi dasar bagi orang tua untuk mendukung perkawinan anak adalah mindset yang keliru mengenai zina. Beberapa orang berpikir menikahkan anak pada usia dini dianggap sebagai solusi untuk mencegah perilaku seksual di luar nikah, dengan harapan bahwa hal ini akan melindungi mereka dari dosa.

Sebaliknya pendekatan ini justru berpotensi menimbulkan lebih banyak masalah, karena anak-anak yang dinikahkan lebih muda sering kali tidak siap secara emosional dan fisik untuk menjalani kehidupan berumah tangga, sehingga mengakibatkan berbagai tantangan dalam hubungan mereka di masa depan.

Selain itu, terdapat faktor ekonomi yang tidak bisa diabaikan. Dalam masyarakat di mana keterbatasan sumber daya dan kemiskinan melanda, kawin anak seringkali dipandang sebagai cara untuk mengurangi beban finansial keluarga. Ketika orang tua merasa terdesak secara ekonomi, mereka mungkin memilih untuk menikahkan anak mereka lebih awal, dengan harapan bahwa pasangan mereka akan memberikan dukungan ekonomi.

Faktor pendidikan juga memegang peranan penting. Di banyak daerah, akses pendidikan untuk anak perempuan masih sangat terbatas. Ketika pendidikan dianggap tidak penting, anak perempuan seringkali dinilai hanya sebagai calon istri, bukan sebagai individu yang memiliki potensi untuk mengejar pendidikan dan karier. Selain itu, kehamilan yang tidak diinginkan juga menjadi alasan di balik kawin anak.

Dalam situasi di mana anak-anak mengalami kehamilan akibat hubungan seksual di luar nikah, keluarga sering kali memilih untuk menikahkan mereka sebagai cara untuk “memperbaiki” situasi, alih-alih memberikan dukungan dan pendidikan yang dibutuhkan untuk menghadapi masalah tersebut.

Akhirnya, faktor adat dan norma sosial juga berperan besar dalam mendorong kawin anak. Beberapa komunitas, tradisi dan adat yang kuat sering kali menempatkan tekanan pada keluarga untuk menikahkan anak mereka pada usia tertentu, tanpa mempertimbangkan kesiapan anak secara psikologis atau fisik. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya untuk mengedukasi masyarakat tentang hak anak dan konsekuensi dari kawin anak, serta pentingnya melindungi anak dari praktik-praktik yang berpotensi merugikan mereka.

Orang dewasa harus mengubah cara berpikir dan bertindak, dengan mengutamakan kesejahteraan anak di atas semua kepentingan lain. Ini bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga tantangan bagi seluruh masyarakat untuk bersama-sama menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak-anak, sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal.

Baca juga: Perempuan Alam Lestari : Menghidupkan Kearifan Lokal dan Melawan Perubahan Iklim

Pentingnya edukasi kespro

Menghindari zina bukan dengan kawin anak, sebaiknya dengan mengedukasi tentang pendidikan kesehatan reproduksi (kespro) secara komprehensif. Apabila anak mampu mengakses pendidikan kespro, mereka akan memahami bahaya dari kehamilan yang tidak diinginkan sehingga lebih bertanggung jawab terhadap atas tubuhnya. Anak perempuan yang mengalami kehamilan tidak diinginkan adalah mereka yang tidak mengenali pendidikan mengenai kesehatan reproduksi (kespro) dan terlibat dalam hubungan dengan relasi kuasa, sehingga rentan dipengaruhi oleh pasangannya tanpa memahami otoritas tubuhnya.

Wajib hukumnya mencegah kawin anak

Hasil musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) tahun 2017 di Cirebon memutuskan bahwa hukum mencegah kawin anak adalah wajib, karena kawin anak lebih banyak menimbulkan dampak negatif. Pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan pencegahan kawin anak adalah orang tua, keluarga, masyarakat dan pemerintah.

Jadi pada intinya, kawin anak bukan solusi dari untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan di luar nikah, tetapi malahan akan menyebabkan masalah yang lebih kompleks. Orang dewasa terutama orang tua sangat bertanggung jawab atas terjadinya perkawinan anak, mereka harusnya mencegah dan melindungi anak-anak, bukan menjerumuskan mereka ke dalam perkawinan.

Sumber:

  • Kejaksaan Republik Indonesia, 2024. “Tentang Perkawinan”. diakses pada Halo JPN Website.
  • Mutmainah J, 2024. “Menikah Muda untuk Menghindari Zina, Bagaimana Pandangan Islam?”. diakses pada Jatim Times.com
  • Shafa Haudy Taufik, 2024. “Nikahi anaknya yang masih di bawah umur, gelagat ibu Syifa ke Gus Zizan jadi sorotan netizen: Jadi inget kasus perselingkuhan menantu sama mertua”. diakses pada Hops.id
  • Kabar Sejuk, 2024. “Kalau mau menghindari zina, ya jangan zina, bukan malah mempromosikan kawin anak”. diakses dari postingan akun Instagram @kabarsejuk.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Empat Kursi DPR RI Dapil Bengkulu Diraih Perempuan

Perang Gender: Mengapa Banyak Perempuan Korea Menolak Berkencan, Menikah dan Punya Anak?

Women support women

Women Support Women: Membangun Empowerment Perempuan

Leave a Comment