Home » News » Salah Kaprah tentang Patriarki: Benarkah Peran Domestik adalah Penindasan?

Salah Kaprah tentang Patriarki: Benarkah Peran Domestik adalah Penindasan?

Ais Fahira

News

Salah Kaprah tentang Patriarki Benarkah Peran Domestik adalah Penindasan

Bincangperempuan.com- Beberapa tahun lalu, pernah heboh di media sosial perdebatan soal perempuan yang menyiapkan bekal untuk suaminya. Banyak yang menganggap bahwa tindakan tersebut adalah bentuk ketundukan terhadap patriarki, sementara yang lain melihatnya sebagai bentuk kasih sayang dan pilihan pribadi. 

Perdebatan ini memunculkan pertanyaan: apakah semua kerja domestik yang banyak dilakukan perempuan adalah bentuk penindasan patriarki? Apakah memasak untuk pasangan atau mengasuh anak otomatis berarti tunduk pada sistem yang tidak adil?

Agar tidak terjebak dalam miskonsepsi, kita perlu memahami terlebih dahulu apa itu patriarki dan bagaimana sistem ini bekerja dalam masyarakat.

Baca juga: Candaan Seksis Ahmad Dani: Potret Kentalnya Patriarki di Ruang Publik

Apa Itu Patriarki?

Secara etimologis, patriarki berasal dari bahasa Latin patriarchia, yang berarti “kekuasaan ayah” atau sistem sosial di mana laki-laki, terutama ayah atau pemimpin laki-laki dalam keluarga, memiliki otoritas mutlak. Menurut Britannica, patriarki didefinisikan sebagai “sistem sosial di mana ayah atau laki-laki yang lebih tua memiliki otoritas absolut dalam keluarga, dan satu atau lebih laki-laki (misalnya dalam dewan) memiliki kendali penuh atas komunitas secara keseluruhan.”

Dalam sejarah peradaban manusia, patriarki mulai mengakar sejak masyarakat beralih dari gaya hidup berburu dan meramu ke sistem pertanian menetap. Kepemilikan tanah dan produksi pangan menjadi sumber kekuasaan, dan laki-laki yang umumnya mengerjakan pekerjaan fisik berat seperti membajak sawah atau berburu mendapat posisi dominan. Dari sinilah struktur patriarki mulai terbentuk, di mana laki-laki mengontrol sumber daya dan perempuan dibatasi dalam peran domestik.

Berbagai Pandangan tentang Patriarki

Namun, pemahaman tentang patriarki juga berkembang dalam berbagai aliran feminisme. Mansour Fakih, dalam bukunya Analisis Gender dan Transformasi Sosial, menjelaskan bahwa patriarki sering kali dikaitkan dengan sistem kapitalis yang menomorduakan kerja domestik perempuan karena dianggap tidak produktif dalam perspektif ekonomi. Karena dalam sistem kapitalisme, nilai suatu pekerjaan hanya diukur dari kontribusinya terhadap produksi dan profit. 

Dalam kelompok feminis juga terdapat perbedaan pendapat. Misalnya, feminis radikal menganggap patriarki sebagai akar dari semua bentuk ketidakadilan gender. Sementara itu feminisme liberal lebih menekankan pada pentingnya perempuan untuk memiliki kesempatan yang sama dalam dunia kerja dan pendidikan, tanpa harus menghapus sistem patriarki sepenuhnya.

Apakah Melayani Suami = Tunduk pada Patriarki?

Jika patriarki adalah sistem yang membatasi pilihan perempuan, apakah semua perempuan yang memilih menjalani peran domestik otomatis tertindas? Jawabannya tidak sesederhana itu.

Kunci utama dalam memahami patriarki adalah adanya paksaan atau pilihan. Jika seorang perempuan dipaksa untuk memasak, membersihkan rumah, atau mengurus anak hanya karena norma sosial yang membatasi, maka itu adalah bentuk patriarki. Namun, jika perempuan memilih peran tersebut dengan kesadaran penuh, tanpa ada tekanan sosial, maka itu adalah haknya sebagai individu.

Baca juga: Pergub Poligami ASN Jakarta: Kepastian Hukum atau Peneguhan Patriarki?

Miskonsepsi tentang Patriarki: Tidak Semua Peran Domestik Berarti Penindasan

Banyak yang mengira bahwa patriarki berarti menolak semua bentuk kerja domestik. Padahal, patriarki lebih tentang bagaimana kerja domestik itu dianggap kurang bernilai dan dibebankan hanya kepada perempuan.

Dalam masyarakat patriarkal, peran domestik sering dianggap sebagai “kewajiban perempuan” sementara pekerjaan di luar rumah dianggap lebih penting. Akibatnya, perempuan yang bekerja di ranah domestik sering kali tidak dihargai secara ekonomi maupun sosial. Padahal seharusnya pekerjaan domestik diakui sebagai bagian penting dari kehidupan dan bisa dilakukan oleh siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan.

Sebagai contoh, banyak laki-laki yang juga menikmati memasak atau mengurus anak, tetapi tidak pernah dianggap tunduk pada patriarki. Namun, ketika perempuan melakukan hal yang sama, sering kali dianggap sebagai bentuk ketertindasan. Padahal, yang perlu dikritisi bukanlah siapa yang melakukan, tetapi apakah ada paksaan atau tidak. 

Feminisme sendiri bukan tentang menolak kerja domestik, tetapi memastikan bahwa kerja domestik:

  • Tidak hanya dibebankan kepada perempuan.
  • Tidak dianggap kurang berharga dibandingkan pekerjaan di ranah publik.
  • Dilakukan atas dasar pilihan, bukan paksaan.

Fokus pada Masalah Nyata Patriarki

Seharusnya kita fokus terhadap masalah nyata yang dihasilkan oleh patriarki. Ketimbang  sekadar perdebatan tentang peran domestik. Salah satu dampak paling serius adalah kekerasan berbasis gender, termasuk kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, hingga diskriminasi di tempat kerja. Banyak perempuan yang kesulitan mendapatkan posisi kepemimpinan karena dianggap kurang kompeten dibandingkan laki-laki, meskipun memiliki kualifikasi yang sama atau bahkan lebih baik. Ketimpangan ekonomi juga menjadi persoalan besar, di mana perempuan sering mendapatkan upah lebih rendah dibanding laki-laki untuk pekerjaan yang sama (gender pay gap).

Selain itu, patriarki juga berkontribusi pada kurangnya pengakuan terhadap kerja domestik. Dalam sistem kapitalisme, pekerjaan dianggap bernilai jika menghasilkan produk atau layanan yang bisa diperjualbelikan. Kerja domestik—seperti mengurus anak, memasak, atau membersihkan rumah—tidak dihitung dalam sistem ekonomi formal, meskipun jelas memiliki peran vital dalam keberlangsungan masyarakat. Akibatnya, perempuan yang bekerja di ranah domestik sering dianggap “tidak bekerja” dan bergantung pada pasangan mereka, meskipun mereka melakukan tugas yang esensial.

Maka, alih-alih sibuk menghakimi perempuan yang memilih memasak atau mengurus keluarga, yang lebih penting adalah memastikan bahwa tidak ada paksaan dalam peran gender. Perempuan harus memiliki kebebasan untuk memilih jalannya sendiri—baik itu menjadi ibu rumah tangga, pekerja profesional, aktivis, atau kombinasi dari semuanya—tanpa tekanan sosial yang membatasi. Kesetaraan sejati bukan berarti semua orang harus menjalani peran yang sama, tetapi memastikan bahwa setiap individu memiliki kesempatan yang setara untuk menentukan hidupnya sendiri.

Referensi:

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Ibu Begal di Kampung Inggris: Berani Beda Untuk Bermakna

Memberdayakan Anak Berarti Melindungi Mereka Sendiri (1)

Memberdayakan Anak Berarti Melindungi Mereka Sendiri

Perempuan Desa Harus Bisa Inovasi

Leave a Comment