Home » News » Urban Farming, Ringankan Beban Perempuan Kota

Urban Farming, Ringankan Beban Perempuan Kota

Bincang Perempuan

News

Urban farming ringankan beban perempuan kota

TREN pertanian di perkotaan atau yang dikenal dengan urban farming, mulai marak dilakukan sejak pandemi Covid-19. Memiliki tanaman produktif seperti sayuran dan buah di rumah, tidak lagi identik dilakukan di desa. Dengan lahan yang terbatas, masyarakat perkotaan mulai melakukan hal tersebut. Bahkan tidak sedikit yang mengombinasikan antara bertanam dan memelihara ikan.

“Lumayan bisa untuk masak kebutuhan sehari-hari. Alhamdulilah. Ini juga baru belajar menanam,” kata Tuti, pekan lalu.

Perempuan pemilik nama lengkap Tuti Tutuarima yang kesehariannya mengajar di Universitas Bengkulu ini mengaku memang sengaja menggiatkan urban farming. Meski rumahnya sebenarnya relatif dengan pusat perbelanjaan. Namun baginya, lewat aktivitas itu selain bisa mengisi waktu di rumah juga bisa mencegah pandemi
Covid-19.

Urban farming

“Sejak pandemi Covid-19, aktivitas mengajar kan dilakukan secara online. Otomatis waktu untuk di rumah jadi lebih banyak. Ke pasar juga sesekali untuk mengantisipasi penyebaran Covid,” kata Tuti.

Tuti menuturkan, di awal melakukan urban farming, ia menggunakan lahan bekas pakai. Semisal, gelas aqua. “Namun sekarang saya mulai membeli gelas-gelas cup murah meriah dan sejumlah ember. Termasuk membuat instalasi sendiri sehingga hasilnya lebih maksimal,” imbuh Tuti

Baca juga: Harga Sayur Anjlok, Perempuan Petani Tertekan

Melalui urban farming, Tuti mengaku sebagai ibu rumah tangga dapat menekan biaya konsumsi sayur rumahan. “Sayur ini kan konsumsi sehari-hari. Minimal masak seikat dua ikat. Semenjak bisa bertanam sendiri, tidak perlu beli sayur ke pasar lagi.”

Menurunnya daya beli masyarakat di perkotaan menjadi pertimbangan bahwa maraknya tren urban farming sejak pandemi Covid- 19 di Indonesia. Seperti yang dijelaskan Elisa Rinihapsari, kandidat Doktor pada Program Doktor Ilmu Lingkungan Unika Soegijapranat.

Urban farming umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Namun mulai banyak yang membagikannya ke sekitar karena produksinya yang berlebihan. Bahkan tidak sedikit yang mulai melakukannya untuk alasan komersial. Sehingga menjadi semacam tantangan besar bagi perempuan petani untuk mulai melakukan inovasi,” pungkasnya. (kppswd)

gerakan perempuan, perempuan bengkulu, pertanian, urban farming

Artikel Lainnya

Komunikasi Keuangan dalam Relationship

Google menyambut dua jurnalis asal Indonesia ke dalam program AAJA Executive Leadership Program

Menjadi Perempuan Ambis dan Sukses? Ini yang Dapat Kamu Lakukan!

Leave a Comment