Home » News » Celah Hukum Masih Memungkinkan Perkawinan Anak

Celah Hukum Masih Memungkinkan Perkawinan Anak

Rifaldy Zelan

News

Celah Hukum Masih Memungkinkan Perkawinan Anak

Bincangperempuan.com– Perkawinan anak masih menjadi masalah serius yang mengancam hak dan masa depan anak. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual bahkan mengkategorikan perkawinan anak sebagai salah satu bentuk kekerasan seksual. Meski aturan hukum terkait usia perkawinan dan dispensasi kawin sudah diperketat, praktik perkawinan anak tetap marak terjadi.

Dalam dialog kebijakan dan diseminasi laporan oleh Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia), diungkapkan bahwa praktik perkawinan anak masih menjadi tantangan besar. Laporan berjudul “Evaluasi atas Implementasi Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) dan Peraturan Mahkamah Agung (PerMA) Nomor 5 Tahun 2019” menyoroti kebijakan dan peraturan yang masih memiliki kelemahan.

Penelitian ini mencakup lima lokasi: Sukabumi (Jawa Barat), Lombok Barat, Lombok Utara, dan Mataram (Nusa Tenggara Barat), serta Lembata dan Nagekeo (Nusa Tenggara Timur).

Kekuatan dan Kelemahan Regulasi

Herbert Barimbing, Program Manager Plan Indonesia, menyatakan bahwa regulasi saat ini sudah cukup kuat untuk mempersempit ruang bagi perkawinan anak. Contohnya adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan yang mengatur minimal usia untuk menikah dan syarat dispensasi kawin, serta Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 yang memberikan pedoman bagi hakim.

Namun, Herbert menilai kebijakan tersebut masih memiliki celah yang mempermudah dispensasi perkawinan anak. “Saat dispensasi kawin, keputusan sering dipengaruhi oleh keluarga atau lingkungan, bukan kepentingan terbaik anak,” ujar Herbert dalam dialog kebijakan, Selasa (4/2/2025).

Baca juga: Perkawinan Anak di Indonesia Peringkat ke-4 Dunia

Kebutuhan Pelatihan untuk Hakim

Menurut Megawati, spesialis EVACY Plan Indonesia, aparat penegak hukum masih dengan mudah meloloskan dispensasi perkawinan anak tanpa mempertimbangkan keinginan anak. “Hasil penelitian menunjukkan 90 persen hakim menyetujui permohonan dispensasi,” kata Megawati.

Megawati dan Herbert menekankan pentingnya pelatihan khusus bagi hakim agar keputusan yang diambil berperspektif pada kepentingan terbaik anak. “Apakah hakim perlu memiliki sertifikasi khusus terkait pemenuhan hak anak? Pelatihan bagi hakim juga penting agar mereka benar-benar mempertimbangkan hak dan masa depan anak,” ujar Herbert.

Baca juga: Kenapa Angka Kelahiran Menurun Belakangan Ini?

Implementasi dan Kolaborasi

Woro Srihastuti Sulistyaningrum dari Kemenko PMK menyatakan bahwa meski aturan hukum telah tersedia, tantangan utama adalah implementasi. Kolaborasi dengan remaja, pemuka agama, tokoh adat, serta organisasi seperti Plan Indonesia sangat penting untuk pencegahan perkawinan anak.

“Kemenko PMK fokus pada pendidikan, kesehatan, dan perlindungan anak perempuan. Meskipun data menunjukkan penurunan perkawinan anak, beberapa provinsi masih mengalami peningkatan kasus,” ujar Woro.

Revisi Kebijakan dan Suara Anak

Dini Widiastuti, Direktur Eksekutif Plan Indonesia, menambahkan bahwa meski Stranas PPA dan PerMA 5/2019 memberikan kerangka kerja yang kuat, tantangan implementasi masih ada. “Kami mendorong revisi kebijakan untuk mempersempit celah dispensasi kawin, meningkatkan efektivitas program edukasi, dan memperluas akses informasi serta layanan kesehatan reproduksi bagi kaum muda,” jelasnya.

Megawati menekankan pentingnya mendengarkan suara anak dalam kebijakan. “Pendekatan dari anak, oleh anak, dan untuk anak sangat penting. Suara anak harus menjadi pertimbangan dalam membuat kebijakan,” ucap Megawati.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Hasil Riset Perempuan Teliti Memilah Siaran Televisi

Hasil Riset: Perempuan Teliti Memilah Siaran Televisi

Anakku Bukan Pelaku Klitih

MeToo, Dukungan Untuk Penyitas Kekerasan Seksual

#MeToo, Dukungan untuk Penyintas Kekerasan Seksual

Leave a Comment