Home » Lingkungan » Ancaman Krisis Iklim, Bagaimana Nasib Perempuan Adat?

Ancaman Krisis Iklim, Bagaimana Nasib Perempuan Adat?

Sylvi Sabrina

Lingkungan, News

Ancaman krisis iklim

Bincangperempuan.com- Perubahan iklim yang semakin nyata membawa dampak buruk kepada seluruh kehidupan, khususnya masyarakat adat. Hal ini sangat disayangkan karena masyarakat adat paling sedikit memberikan andil terhadap perubahan iklim. Perubahan iklim yang ada sebagian besar berasal dari aktivitas perindustrian dan pembangunan tidak berperspektif lingkungan yang berlangsung dengan marak.

Dalam menjalankan kehidupannya, masyarakat adat sebagian besar menggantungkan dirinya dengan sumber daya alam yang ada. Sejatinya, masyarakat adat hidup dengan mengedepankan norma dalam menjaga sumber daya alam dan keanekaragaman hayati sehingga menjadi garda terdepan dalam rangka penurunan emisi gas rumah kaca. Hubungan ketergantungan ini dapat dilihat dari sisi pangan, lokasi tempat tinggal, mata pencaharian, dan sebagainya. Lebih lanjut, dengan adanya hubungan yang erat tersebut, maka apabila terdapat perubahan iklim maka akan langsung mempengaruhi kehidupan masyarakat adat.

Perempuan dalam masyarakat adat memegang peran penting. Mereka adalah pemegang kunci penting dalam ketahanannya di berbagai sisi seperti, makanan, kesehatan dan kesejahteraan menyeluruh dari keluarga dan komunitasnya. Hal ini dapat dilihat melalui perempuan adat di Kasepuhan Banten Kidul yang tidak hanya aktif berperan di ranah domestik, tetapi juga pada pertanian dan tata kelola tanah, seperti mencangkul, membabat atau bahkan memanggul hasil pare ke penggilingan.

Apabila perubahan dan krisis iklim terus terjadi, perempuan masyarakat adat rawan untuk mendapatkan diskriminasi berlapis sebagai kelompok yang rentan. Perubahan atau krisis iklim ini bahkan sampai mengancam jiwa perempuan adat tersebut karena saat kecil sudah dilarang meninggalkan rumah tanpa ditemani kerabat lelaki serta kecenderungan saat ada bencana alam yang dilakukan oleh perempuan adat adalah untuk tinggal dan menyelamatkan anak-anak dan orang tua.

Dampak negatif ini juga dapat dilihat melalui masyarakat adat kehilangan pencahariannya. Peningkatan hama dan penyakit pada hewan ternak dapat berpengaruh pada kehidupan masyarakat mengingat sebagian besar kebutuhan rumah tangga  bergantung pada kekayaan alam. Kerawanan pangan ataupun tanaman obat yang diakibatkan oleh membludaknya hama dapat mempengaruhi pada tingkat kesehatan.

Baca juga: Yayasan PEKKA, Memberdayakan Para Perempuan Kepala Keluarga

“Saya mau berbagi khusus pada kita manusia, di mana-mana terjadi bencana kelaparan. Kalau kami di Malut dan Maluku umumnya. Globalisasi membuat kita orang berjuang, karena pangan lokal dikonversi ke beras. Kalau perubahan iklim, kita tak bisa tanam di sawah dan ladang ini juga persoalan,” ujar Afrida Erna Ngato, Kepala Suku Pagu, Kab Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara, dikutip dari Perempuan AMAN (22/3/2023).

Adanya kerawanan pangan yang diakibatkan oleh kekeringan atau banjir akan mendorong perpindahan tempat tinggal atau migrasi.  Migrasi tersebut memungkinkan untuk mengganggu dan membatasi pendidikan para masyarakat adat. Beberapa keluarga masyarakat adat yang dipimpin oleh perempuannya rawan mengalami kemiskinan dan meningkatkan beban kerja yang dialaminya sehingga perempuan masyarakat adat kesulitan dalam berpartisipasi di ranah sosial dan politik atau kepentingan perkembangan dirinya. Hal tersebut disebabkan karena laki-laki yang awalnya menjadi kepala keluarga pindah ke daerah lain secara musiman atau selama bertahun-tahun.

Saat ini, hasil dari kajian Yayasan Madani Berkelanjutan menyebutkan bahwa hanya terdapat dua program terkait masyarakat adat, yaitu penguatan lembaga adat dan program sosialisasi peraturan perundangan terkait tanah adat atau ulayat. Hal tersebut merupakan langkah permulaan yang baik, tetapi masih dibutuhkan improvisasi lebih lanjut. Melihat dari adanya Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat  yang sampai saat ini belum disahkan sungguh disayangkan. Meskipun dari sisi substansi masih harus ada yang diperbaiki, tetapi dengan adanya peraturan tersebut dapat mewujudkan perlindungan kepada perempuan dan masyarakat adat.

Baca juga: Perempuan dan Kehutanan Komunitas di Indonesia : Sebuah Catatan Singkat

Dengan demikian, diharapkan kedepannya peran masyarakat adat sebagai garda utama, khususnya perempuan dalam mengatasi perubahan iklim mendapatkan rekognisi dan perlindungan yang tepat. Eksistensi mereka sangat diperlukan untuk menjaga fungsi hutan sehingga penting untuk mendengarkan suara mereka untuk didengar publik dan pemangku kebijakan.

“Mari kita menjaga adat istiadat dan seluruh kekayaan yang ada sebagai kekuatan dan potensi daerah yang harus dijaga, dilindungi dan dihormati agar karakter daerah dan bangsa ini tetap dalam Bhineka Tunggal Ika! Walau kita berbeda beda, tapi tetap satu” ucap Philipus, seorang masyarakat adat Rendu yang dikutip dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, dikutip (22/3/2023). (Sylvi Sabrina)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Cahaya Perempuan Women Crisis Centre

Dampingi 23 Desa dan 9 Kecamatan, Upaya CP WCC Turunkan Angka KDRT di Bengkulu 

Waspada aksi bejat pedofil di ‘game online’

#MarriageIsScary: Perempuan Mengungkap Kecemasan di Balik Pernikahan

1 Comments

Leave a Comment