Bincangperempuan.com- Pengetahuan pastinya tidak terlepas dari peran perempuan terutama perempuan adat. Pengetahuan perempuan adat yang dimiliki dan diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi yang tentunya sangat bernilai dalam menjaga keseimbangan alam yang menjadi kunci keberlanjutan untuk memperkuat nilai-nilai budaya.
Perempuan adat memiliki peran dan fungsi penting dalam menjaga ketahanan hidup komunitas berdasarkan asal-usul leluhur secara turun temurun di wilayah kelola perempuan adat. Aspek utama yang membangun identitas perempuan adat yaitu pengetahuan, otoritas dan wilayah kelolanya.
Pengetahuan perempuan adat mencakup segala hal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, seperti cara bertani, menyembuhkan penyakit, mengurus keluarga, dan menjalin hubungan dengan alam serta relasinya dengan lingkungan sekitar.
Otoritas perempuan adat sangat berkaitan erat dengan kewenangan perempuan adat atas pengaturan keberlangsungan kehidupan dan sumber-sumber penghidupan keluarga maupun komunitas adat. Hak Masyarakat adat dalam menentukan nasibnya seringkali luput dalam memperhatikan hak-hak perempuan adat dan kelompok terpinggirkan lainnya.
Penting adanya pengakuan atas otoritas perempuan adat akan membuat perempuan adat mampu terlibat dan bersuara di dalam ruang pengambilan keputusan baik atas tubuh, keluarga, komunitas adat maupun negara. Sehingga menjadi kepentingan bersama untuk terus menjaga dan menghormati pengetahuan perempuan adat agar dapat terus memberikan manfaat bagi keberlangsungan hidup manusia dan alam.
Baca juga: Menunda Pengesahan RUU PRT, Berarti Menghambat Kemajuan Negara
Hak kolektif perempuan adat
Seperti apa kondisi perempuan adat dalam merawat pengetahuan lokalnya? Hak kolektif perempuan adat berasal dari pengetahuan suatu kelompok yang berkaitan erat dengan wilayah kelola perempuan adat. Sehingga dapat diterjemahkan sebagai bentuk akses dalam pemanfaatan, pengelolaan, perawatan, pengembangan, pertukaran, dan keberlanjutan antar generasi atas tanah dan sumber daya alam yang ada di wilayah adatnya.
Pengakuan hak kolektif ini dimaksudkan bahwa perempuan adat bebas dari gangguan dalam mengelola dan mengatur peruntukan sumber daya alam berdasarkan pengetahuan tradisionalnya dalam rangka menjalankan peran mereka yakni sebagai penjaga pengetahuan atas kedaulatan pangan dan energi dalam keluarga dan komunitasnya.
Selain itu juga sebagai pemegang otoritas atas keberlangsungan kehidupan dan sumber-sumber penghidupan keluarga dan komunitasnya. Terakhir yakni sebagai pengampu wilayah kelola perempuan adat yang berkaitan erat dengan sumber-sumber penghidupan yang memastikan keberlangsungan hidup masyarakat adat.
Setidaknya terdapat tiga unsur hak kolektif perempuan adat diantaranya memiliki wilayah kelola, pengetahuan tradisional serta otoritasnya dalam pengambilan keputusan. Selama ini, peran Perempuan adat seringkali diabaikan dan dipinggirkan, serta belum ada perlindungan secara hukum.
Oleh karena itu pentingnya untuk diatur beberapa hal yang sangat prinsip diantaranya mengenai pelanggaran hak perempuan adat yakni mengenai kerentanan perampasan wilayah adat, hubungan produksi, akses dan kontrol atas tanah terkait eksklusi sosial, kehilangan pengetahuan dan keterampilan serta kerentanan hubungan sosial.
Selain itu juga belum adanya pengaturan mengenai hak kolektif perempuan adat baik di tingkat lokal, nasional hingga internasional. Disamping itu juga kurangnya perspektif interseksional dalam membahas hak perempuan adat.
Kesimpulan dari tulisan ini yakni pentingnya aturan yang berkenan dengan siapa yang menjadi pemangku kewajiban? Sehingga dapat diidentifikasi bahwa pelanggaran hak perempuan adat dilakukan oleh beragam aktor diantaranya negara, korporasi, dan aktor di dalam komunitas adatnya. Berikutnya apa saja yang menjadi ruang lingkup dan tanggung jawabnya? Negara dan/atau Perusahaan yang diakibatkan pemberian konsesi maupun program pemerintah.
Perempuan adat belum dilibatkan dalam pengambilan keputusan pembangunan, adanya kriminalisasi terhadap pengetahuan tradisional perempuan adat. Disamping itu aktor yang berada dalam komunitasnya, misalnya saja perempuan adat yang tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan, relasi produksi dan pembagian kerja yang timpang, stigma dan kekerasan terhadap perempuan adat, kerentanan akses dan kontrol atas tanah yang lagi-lagi terkait eksklusi sosial.
Baca juga: Rendahnya Partisipasi Politik Perempuan di Indonesia, Solusi Datang dari Keluarga
Tidak kalah pentingnya yaitu upaya untuk memperkuat gerakan yang dapat dimaksukkan dalam kewajiban positif negara yakni dengan penguatan perempuan adat terjadi ketika mengorganisir diri, dan merebut posisi strategis dalam pengambilan keputusan. Hingga saat ini, peran perempuan adat sering diabaikan dan dipinggirkan, hingga belum adanya perlindungan secara hukum. Padahal mereka sangat memegang penuh peran dalam menjaga pengetahuan yang menentukan keberlangsungan hidup keluarga dan komunitasnya. Oleh karena itu, peminggiran ini tidak boleh diabaikan, karena pengetahuan masyarakat adat sangat berkaitan erat dengan hak kolektif perempuan adat.
*) Penulis adalah Pengacara Publik Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN)