Home » News » Merancang Media Kampanye di Media Sosial

Merancang Media Kampanye di Media Sosial

Bincang Perempuan

News

Merancang media kampanye di media sosial

Menurut KBBI daring, kampanye berarti (tindakan) serentak (untuk melawan, mengadakan aksi, dan sebagainya). Atau kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi politik atau calon yang bersaing memperebutkan kedudukan dalam parlemen dan sebagainya untuk mendapat dukungan massa pemilih dalam suatu pemungutan suara.

Sementara menurut sejumlah ahli di antaranya Kotler dan Roberto, campaign is an organized effort conducted by one group (the change agent) which intends to persuade other (the target adopters), to accept, modify, or abandon certain ideas, attitudes, practices and behavior”. Yakni berarti  kampanye ialah sebuah upaya yang dikelola oleh satu kelompok, (agen perubahan) yang ditujukan untuk mempersuasi target sasaran agar bisa menerima memodifikasi atau membuang ide, sikap dan perilaku tertentu).

Melihat dari pengertian kampanye di atas, maka tujuan kampanye adalah mengorganisasi sejumlah kelompok atau golongan agar berada dalam satu frame pemikiran terkait materi kampanye yang disampaikan. Dimana berdasarkan isi kampanye, tujuan kampanye dapat berupa hal yang baik atau positif. Dapat juga berisi hal yang buruk atau negatif. Serta abu-abu.

Baca juga: Perempuan dalam Bingkai Media Massa yang Seksis dan Misoginis

Untuk Isu Perempuan dan Anak

Dalam pelaksanaannya kampanye dapat dilakukan secara sendiri-sendiri, berkelompok atau pun dilakukan melalui media. Baik dalam bentuk gerakan aktif ataupun pasif. Seperti kampanye penolakan tambang pasir besi di pantai Pasar Talo, Penago I dan Penago II, Kabupaten Seluma, kurun tahun 2009. Atau kampanye dalam bentuk gerakan demonstrasi yang dilakukan mahasiswa se-Provinsi Bengkulu untuk menolak revisi UU KPK beberapa waktu lalu.

Kampanye antikekerasan seksual
KENANGAN : Peserta workshop yang merupakan pelajar dari beberapa SMA di Kota Bengkulu mengabadikan kenangan dengan berfoto bersama usai zoom meeting

Kampanye juga dapat dilakukan dalam bentuk online maupun offline. Misalnya kampanye penggalangan dukungan dalam bentuk pengumpulan tanda tangan untuk sebuah petisi yang biasanya dilakukan di change.org. Ini merupakan bentuk kampenye online yang cukup besar dampaknya dan mudah dilakukan serta memberikan jangkauan yang luas. Atau bentuk kampanye aksi May Day yang dilakukan Aliansi Jurnalis Independent melalui penayangan flayer di medis sosial secara serentak pada tanggal 1 Mei.  

Bentuk Media Kampanye

Berdasarkan bentuknya, media kampanye dapat dibedakan menjadi :  

  1. Media elektronik berupa televisi, radio dan handphone
  2. Media komunikasi kelompok berupa pameran, seminar, diskusi panel
  3. Media cetak berupa koran, tabloid dan majalah
  4. Media digital  website, sosial media, email, aplikasi, chatting dan lainnya
  5. Media luar ruangan berupa poster, banner, billboard, papan nama

Setiap media memiliki keunggulan masing-masing dengan segmen yang berbeda. Termasuk dalam hal cost yang akan dikeluarkan dan format kampanye yang berbeda-beda. Sebelum memilih media kampanye pastikan orientasi kampanye ingin menyasar siapa, dan materi kampanyenya seperti apa.

Untuk saat ini media kampanye yang paling tepat untuk remaja adalah media sosial. Media sosial diketahui murah dan dapat menyasar semua remaja yang diketahui memiliki media sosial. Media sosial adalah tempat mencari informasi, hiburan dan teman bagi kehidupan generasi Z.

Baca juga: Praktisi Media Perempuan Ikut Ramaikan Local Media Summit 2022

Laporan “Digital Around The World 2019”, dari total 268,2 juta penduduk di Indonesia, 150 juta di antaranya menggunakan media sosial, dengan angka penetrasi sekitar 56 persen. Ini berdasarkan hasil riset dari Januari 2018 hingga Januari 2019.

Terjadi peningkatan 20 juta pengguna media sosial di Indonesia dibanding tahun lalu. Generasi milenial yang umum disebut generasi Y serta generasi Z mendominasi penggunaan media sosial. Pengguna media sosial di Indonesia paling banyak berada pada rentang usia 18-34 tahun. Pengguna pria lebih mendominasi, di mana pada rentang usia 18-24 tahun, jumlahnya mencapai 18 persen, lebih unggul dari pengguna wanita dengan persentase 15 persen. Sementara pada rentang usia 25-34 tahun, persentase pengguna pria 19 persen, lebih besar dibanding pengguna wanita yang 14 persen.

Perangkat mobile seperti smartphone dan tablet masih menjadi perangkat favorit yang digunakan 130 juta pengguna media sosial aktif Indonesia, dengan jumlah 48 persen. Hampir seluruh pengguna media sosial di Indonesia menggunakan aplikasi pesan instan seperti WhatsApp atau Line.

Penetrasi pengunaan aplikasi pesan instan sebesar 100 persen, sementara aplikasi media sosial kontribusi engagement-nya mencapai 92 persen.  Sementara itu, orang-orang Indonesia banyak menghabiskan waktu 3 jam 26 menit untuk menggunakan media sosial dengan segala tujuan. Angka tersebut meningkat tiga menit dari tahun lalu. Sebanyak 37 persen pengguna internet memanfaatkan media sosial untuk bekerja.

Sementara itu dilansir dari BBC, orang Indonesia yakni berusia 16 sampai 24 tahun sepanjang tahun 2019 menghabiskan waktu di media sosial selama 129 menit setiap harinya. Jumlah tersebut menurun bila dibanding dengan tahun sebelumnya yakni 203 menit setiap harinya.

Bagaimana Mengemas Isu Kekerasan Perempuan dan Anak di Media Sosial

Setiap media sosial memiliki tipikal konten yang berbeda. Facebook dan instagram misalnya adalah dua platform media sosial dengan segmen usia yang berbeda. Untuk dua media sosial ini, Indonesia menempati peringkat ke empat di dunia.

Berdasarkan pengalaman yang dilakukan penulis, pada facebook dan line, selain penggunaan foto (foto gallery) dapat dilakukan penambahan caption yang cukup panjang dalam bentuk arikel. Termasuk penggunaan video juga dapat digunakan dengan penambahan judul yang kuat. Ini berbeda dengan instagram yang isinya lebih sederhana, mengutamakan visual yang kuat dengan caption yang simpel.

Ada 5 poin penting yang menjad catatan dalam mengemas isu kekerasan perempuan dan anak dalam media sosial, yakni :

  1. Gunakan bahasa yang ringan sehingga mudah dimengerti oleh remaja,
  2. Menyenangkan, tidak menggurui dan tidak terkesan mengatur, menumbuhkan semangat dan motivasi
  3. Menggunakan infografis dan video
  4. Hindari justifikasi fisik
  5. Tetap berpedoman pada KEJ dan PPRA untuk media mainstream. (betty herlina)

**materi disampaikan dalam workshop bersama Yayasan PUPA Bengkulu dengan tema Merancang Media Kampanye untuk Cegah Kekerasan Seksual dan Perkawinan Anak, 16 Mei 2020

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Komi Kendy, Ketua AMSI Wilayah Perempuan Pertama di Indonesia

Girl Math, Upaya Mendobrak Stereotip Boros Terhadap Perempuan

Girl Math, Upaya Mendobrak Stereotip Boros Terhadap Perempuan 

Mendukung Langkah Pemerintah Indonesia Padat Karya, Menilik Lebih Dalam Hak Pekerja

Leave a Comment