Home » Nobar “Aku Penggerak Mimpi” Warnai Perayaan IWD Bincang Perempuan Circle

Nobar “Aku Penggerak Mimpi” Warnai Perayaan IWD Bincang Perempuan Circle

Yuni Camelia Putri

News

Bincangperempuan.com-  Memperingati Internasional Women’s Day (IWD) 2024 atau dikenal dengan “Hari Perempuan Internasional”, Bincang Perempuan Cicle menggelar nonton bersama perempuan-perempuan muda di seluruh Indonesia secara daring, Jumat (08/03/2024) malam pukul 19.00 WIB. Event nonton bersama ini mengangkat film pendek yang berjudul “Aku Penggerak Mimpi” yang diproduksi Direktorat SMA yang berkaitan dengan tema IWD 2024 “Invest in Women: Accelerate Progress”.

Film pendek ini menceritakan tentang kehidupan seorang perempuan bernama Lisa yang sulit untuk mencapai cita-citanya sebagai penari. Lisa dihadapkan oleh kondisi ekonomi yang buruk dan kuatnya nilai patriarki di keluarganya. Film ini menyinggung tentang budaya masyarakat Indonesia yang menilai jika perempuan sebagai objek yang dapat diperjual belikan.

“Ini benar-benar sesuai banget sih tentang kondisi perempuan dari filmnya,” ucap Agatha, Public Relation  Bincang Perempuan Circle 

“Itu kayak menggambarkan kita sebagai perempuan di masyarakat yang selalu mempertanyakan tentang ‘ngapain sekolah? Kan ujung-ujungnya di dapur, jadi ibu rumah tangga, dan sebagainya,” tambahnya.

Selain, menyinggung tentang pandangan masyarakat yang meremehkan perempuan, film ini turut menyinggung beberapa perspektif buruk lainnya. Lantas, apa saja perspektif buruk yang diangkat dalam film “Aku Penggerak Mimpi”? Yuk, kepoin penjelasannya sampai akhir!

Normalisasi pernikahan dini sebagai solusi memperbaiki ekonomi

Film “Aku Penggerak Mimpi” menggambarkan kondisi masyarakat yang menormalisasikan pernikahan dini untuk memperbaiki ekonomi. Tak hanya keluarga Lisa, perspektif ini masih dipercaya oleh masyarakat Indonesia dengan menikahkan anak perempuannya dengan pria yang dinilai mapan. Jadi, apakah menikah benar-benar akan memperbaiki kehidupan seorang perempuan?

Tentu saja pandangan ini salah dan merugikan perempuan sebagai pihak yang dipaksa untuk menikah. Bagi perempuan dibawah umur yang dipaksa menikah, mereka tidak memiliki persiapan yang cukup untuk menghadapi permasalah ekonomi hingga psikologis setelah menikah.

“Ini permasalahan yang banyak dialami oleh perempuan. Ketika keluarga nggak punya uang, solusinya harus menikah,” ucap Lisa, peserta nonton bareng beberapa waktu lalu.

“Tapi, ketika perempuan pengen mengejar pendidikan tinggi justru diremehkan atau dihalangi karena persepsi bahwa perempuan hanya berada di dapur. Isu ini sangat sesuai dengan apa yang dialami oleh perempuan,” tambahnya.

Pendapat Lisa didasari pada adegan ketika sang ayah menghalangi anak perempuannya untuk meraih cita-citanya. Bagi sang ayah, perempuan hanya perlu menikah dengan laki-laki yang memiliki ekonomi yang mapan dan patuh pada suaminya untuk hidup yang lebih baik. Persepsi yang dipegang oleh ayah dari tokoh utama ini justru menjadi penyebab dari meningkatnya kasus kekerasan seksual dalam rumah tangga. Persepsi yang salah dan pernikahan dini ini justru menyebabkan perempuan terjebak dalam penjara kelam di rumah tangga yang berpotensi pada perceraian.

Baca juga: Perempuan Menghadapi Ketidakadilan Pembangunan dan Krisis Ekologi

Kuatnya Kultur Patriarki

Kuatnya kultur patriarki digambarkan dengan jelas dalam film “Aku Penggerak Mimpi”. Kultur patriarki yang berkembang di masyarakat menjadi halangan bagi perempuan untuk berproses menjadi lebih baik. Dalam film ini, Lisa dan ibunya dituntut untuk patuh terhadap keputusan ayahnya.

Kultur patriarki ini menempatkan ayah Lisa sebagai pemengang peran utama yang sentral dan ibu serta Lisa berada di posisi subordinat. Patriarki di Indonesia memiliki pengaruh yang kuat dari generasi ke generasi. Hal ini membuat hak-hak perempuan dikesampingkan dalam masyarakat.

Kultur patriarki hanya mewajibkan perempuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mengasuh anak dan memasak. Kultur ini menilai jika posisi perempuan berada di bawah laki-laki sehingga mereka kerap diremehkan dan dieskploitasi.

“Poin yang aku lihat disini, waduh patriarki banget keluarga ini. Soalnya, pertama ayahnya memaksa Lisa untuk menikah untuk mengangkat derajat orang tua. Padahal anaknya punya bakat, harusnya ayahnya bisa melihat bahwa bakat anaknya ini bisa mengangkat derajatnya,” ungkap Putri, salah satu peserta nonton bareng beberapa waktu lalu.

“Patriarki itu sampai sekarang masih ada dan entah kapan hilangnya,” timpal Agatha.

Kultur patriarki di Indonesia menuntut perempuan untuk memenuhi standar sempurna yang tidak masuk akal. Selain menikah, perempuan harus memikul beban berat lainnya dan dituntut untuk menjadi sosok yang sempurna di mata masyarakat.

Baca juga: Lima Media Perempuan Ikuti Advance Training for The Media Business Viability

Pentingnya dukungan keluarga untuk mencapai kesetaraan gender

Pada dasarnya, kesetaraan gender dapat dicapai apabila mendapatkan dukungan dari keluarga. Dukungan keluarga untuk mencapai kesetaraan gender dapat dimulai dengan pembagian peran yang setara dalam pengambilan keputusan di keluarga. Dalam pembagian peran, suami dan istri harus terlibat dalam mengurus rumah tangga hingga mengasuh dan mendidik anak.

Dukungan keluarga untuk menciptakan kesetaraan gender akan mengedepankan keadilan dalam kedudukan suami istri, pembagian hak hingga peningkatan ekonomi yang melibatkan kedua pihak.

Dalam film “Aku Penggerak Mimpi”, sosok emak memiliki peran penting dalam mendukung mimpi anaknya. Selain itu, sosok emak berperan sebagai mediator dan mengedukasi ayah untuk menghilangkan pemikiran patriarki yang dianutnya.

“Aku suka banget dengan karakter emak karena ditengah pergejolakan Lisa dan ayahnya, emak jadi penengah. Ini nunjukkin bahwa tugas kita sebagai orang tua adalah mengawasi, bukan membatasi,” ungkap Diajeng, peserta nonton bareng beberapa waktu lalu.

Karakter emak menunjukkan bagaimana perempuan berhasil sebagai orang tua yang mendukung mimpi anaknya dan menyadarkan paham patriarki suaminya. Sikap si emak merupakan bukti bahwa keluarga menjadi pihak pertama yang dapat mempromosikan kesetaraan gender kedepannya. Tentu saja, hal ini sangat penting untuk memperkuat kesetaraan gender yang efektif di asyarakat.

“Setidaknya, kita bisa menjadi orang tua yang baik di masa depan. Jangan kasih hinaan atau cacian ke anak. Jadi, emak bertugas mengingatkan ayah untuk mendukung mimpi anaknya,” ungkap Lisa.

Pada akhirnya, keterlibatan keluarga memiliki peran penting untuk mendukung dan memperkuat kesetaraan gender yang efektif di masyarakat.

“Tidak sekadar merayakan, namun IWD ini menjadi moment untuk merefleksi mimpi kita sebagai perempuan muda yang ke depan akan menjadi pemimpin di negara ini, dan kita ingin mengkampanyekan pentingnya pendidikan bagi perempuan, karena perempuan merupakan separuh dari populasi masyarakat di dunia. Ketika negara berinvestasi dengan perempuan, maka perempuan akan memberdayakan orang-orang di sekelilingnya,” pungkas Community Manager Bincang Perempuan, Haerunnisa.

Untuk diketahui Bincang Perempuan Cirlce merupakan komunitas pembaca Bincang Perempuan yang berisikan perempuan-perempuan muda dengan tagline Elevating women to new heights. Komunitas ini tidak hanya menjadi ruang berbagi namun juga mengedukasi serta menjadi support sistem bagi sesama perempuan. Jika kamu ingin bergabung dengan komunitas ini silakan join WAG disini ya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Karyawan jadi tersangka, PT FBA diminta bertanggung jawab

Karyawan Jadi Tersangka, PT FBA Diminta Bertanggungjawab

Perempuan Generasi Z: Antara Dorongan dan Beban Ganda

Bukan Hal Biasa, Mereka Telah Membangun Kedaulatan Pangan

Leave a Comment