Bincangperempuan.com– Era informasi yang terus berkembang pesat, peran jurnalis semakin penting dalam menghadapi penyebaran berita palsu atau “hoax.” Sebagai bagian integral dari profesi jurnalistik, jurnalis perempuan harus menjadi garda terdepan memerangi penyebaran informasi palsu. Hal ini disampaikan Nila Ertina, trainer berlisensi Google di sela-sela pelatihan Cek Fakta yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Kamis (09/11/2023).
Nila mengatakan saat ini hoaks sudah menjadi ancaman serius bagi masyarakat modern. Penyebaran berita palsu dapat menyebabkan kebingungan, ketidakpercayaan, bahkan mengancam keamanan publik. Sehingga tugas jurnalis tidak hanya tentang melaporkan berita, tetapi juga memastikan bahwa berita yang disampaikan akurat, objektif, dan terverifikasi.
Konteks ini, lanjut Nila, jurnalis perempuan memiliki peran yang sangat penting menjadi agen perubahan yang potensial dalam memerangi hoaks. Mulai dari mengedepankan kualitas seperti ketelitian, kepekaan terhadap isu-isu sosial, dan kemampuan berkomunikasi yang baik. Selain itu, perempuan memiliki kemampuan untuk mendengarkan dan berempati terhadap berbagai sudut pandang.
Baca juga: Asam Manis, Jadi Jurnalis Perempuan di Bengkulu
“Banyak konten hoaks menyasar perempuan, contohnya isu lowongan kerja, isu kesehatan atau hoaks loker menyasar perempuan karena adanya motif perdagangan orang misalnya. Dari pengungkapkan kasus TPPO perempuan paling banyak yang menjadi korban, sebagai jurnalis perempuan kita harus membangun kesadaran kaum perempuan tidak terpapar hoaks sehingga tidak menjadi korban,” papar Pemred Wong Kito tersebut.
Terpisah, Wasekjen AMSI , Yuli Sulistiawan menjelaskan, pelatihan cek fakta yang digelar sejak Selasa (07/11/2023) ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan para peserta untuk dapat menghasilkan karya berkualitas yang bisa melawan hoaks, sehingga masyarakat bisa mendapat informasi yang sehat, terutama dalam menghadapi Pemilu 2024.
“Dengan upaya kolaboratif ini mudah-mudahan kita bisa berkontribusi supaya pemilu betul-betul menjadi tempat pertarungan ide yang substantif, sebuah kompetisi demokrasi yang memungkinan warga memilih dan mendapatkan informasi yang akurat dan kredibel,” tegasnya.
Dalam pelatihan cek fakta, para jurnalis memperoleh pelatihan utk mengenali teknik produksi prebunking serta debunking dalam upaya membendung hoaks.
“Tentu tidak hanya di pemilu, di luar pemilu, sampah-sampah digital ini juga banyak. Jadi ini perlu kita bersihkan dengan cek fakta,” tegas Yuli.
Membersihkan ruang digital dari hoaks, disinformasi, dan misinfirmasi terutama jelang pemilu 2024 menjadi krusial, karena demokrasi yang sehat dan pemilu yang berkualitas diharapkan akan memunculkan para pemimpin yang tepat untuk memimpin negeri.
Baca juga: Jurnalis Perempuan Harus Tingkatkan Kompetensi
Untuk diketahui, AMSI menggelar Pelatihan Cek Fakta di Kota Padang, Sumatera Barat dengan melibatkan 30 jurnalis dari berbagai daerah di Sumatera. Mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Riau, Sumatera Barat, Bengkulu dan Sumatera Selatan. Selain di Sumatera Barat, pelatihan Cek Fakta juga digelar di beberapa wilayah lain seperti di Jakarta, Surabaya, Makassar, dan Bali.
Pelatihan ini merupakan kegiatan kolaborasi antara AMSI, AJI, dan MAFINDO yang didukung oleh Google News Initiative dalam upaya melawan hoaks dan membersihkan ruang digital dari disinformasi dan misinformasi.
Kegiatan juga dihadiri Koodinator Wilayah AMSI Sumatera Muhammad Zuhri, dan ketua AMSI Sumatera Barat Andri El Faruqi, dan Andre Yuris (Jurnalis Tempo) menjadi fasilitator dalam kegiatan ini.(**)