Home » News » Perempuan di Tengah Pandemi, Berdayakan Milenial Sebagai Agen Edukasi Tangkal Covid-19

Perempuan di Tengah Pandemi, Berdayakan Milenial Sebagai Agen Edukasi Tangkal Covid-19

Bincang Perempuan

News

Berdayakan Milenial Sebagai Agen Edukasi Tangkal Covid-19

Milenial memiliki akses informasi yang lebih luas dibandingkan generasi sebelumnya. Milenial mampu mengatasi penyebaran hoax. Karena milenial kerap melakukan double check atas informasi yang diperolehnya. Dibeberapa kasus, milenial juga diketahui dapat menginisiasi kegiatan. Mulai dari edukasi, penggalangan dana dan aksi lainnya.

Hal ini lah yang membuat Cahaya Perempuan Women Crisis Center (WCC) Bengkulu menyasar milenial, untuk memangkas penyebaran pandemi Covid-19. Melalui binaanya Forum Perempuan Muda (FPM) Bengkulu. Bagaimana prosesnya. Simak liputannya.

Hingga 30 Mei 2020, kasus positif Covid-19 di Provinsi Bengkulu terus bertambah. Yakni 84 kasus dengan angka kematian dua kasus dan sembuh 22 kasus. Jelang new normal yang akan dilakukan pemerintah, lonjakan kasus ini membuat semua pihak harus bekerja keras menangkal peredaran wabah ini agar tidak sampai meluas. Termasuk Cahaya Perempuan Women Crisis Center (WCC) Bengkulu. Melalui Forum Perempuan Muda (FPM) Bengkulu, WCC menyasar milenial di tiga wilayah di Provinsi Bengkulu menjadi agen edukasi tangkal Covid-19. Yakni Kota Bengkulu, Kabupaten Seluma dan Rejang Lebong.

Metode pendekatan sebaya, dilakukan WCC dalam serangkaian pelatihan. Mulai dari  pembuatan masker dan hand sanitizer, serta edukasi pencegahan Covid-19. Kegiatan pelatihan melibatkan 60 peserta di tiga kabupaten. Setiap kelompok melatih sekitar 10 orang. Seperti disampaikan Koordinator FPM Bengkulu, Lica Veronika.

Baca juga: Zapuri, Selamatkan Perempuan dari Jerat Rentenir Lewat Kopwan Rinjani

“Ada 15 kelompok yang disebar ke- 3 kabupaten,” katanya.

Pelatihan ini sudah dilakukan sejak awal pandemi Covid-19 melanda Indonesia.  “Setiap kelompok kita berikan pelatihan. Setelah dilatih, mereka kembali ke desanya untuk membagikan ilmunya kepada masyarakat,” imbuhnya.

Setiap peserta pelatihan dibekali dengan flyer yang berisi informasi tentang Covid-19. Flayer bisa menjadi bahan diskusi di desa. Sehingga memudahkan peserta dalam menyampaikan informasi.

“Informasi ini penting untuk disampaikan kepada masyarakat, khususnya di desa. Karena kita tidak tahu kapan pandemi ini berakhir,” sambungnya.

Sebagai agen edukasi tangkal Covid-19, anggota FPM juga mendata mahasiswa dan para pekerja muda yang baru kembali dari zona merah. Ada ratusan mahasiswa dan anak muda yang baru kembali dari zona merah baik antar kabupaten maupun provinsi.

“Mereka rentan membawa virus kepada orang-orang terdekat,” ungkap Lica.

Kepada mahasiswa yang baru pulang, FPM akan menyosialisasikan bagaimana mencegah Covid-19 agar tidak menyebar ke lingkungan sekitar mereka. Selain mengajak mematuhi protokol pencegahan Covid-19, juga disarankan memberikan sosialisasi kepada keluarga dan kerabatnya.

“Kawan-kawan yang baru kembali, itu kalau mendengar mereka harus diisolasi mandiri, diperiksa di posko kesehatan, mereka kadang enggan. Bahkan ada yang takut. Namun dengan pendekatan yang kami lakukan, dengan bahasa yang mudah, mereka akhirnya paham,” ujar Lica.

Mereka juga mendata teman sebaya yang tinggal di lokasi rumah positif Covid-19. Bukan tanpa kendala, sulitnya informasi mengenai data pasien Covid-19 membuat pendataan terkendala. Apalagi pasca ditetapkannya Kota Bengkulu sebagai transmisi lokal. Termasuk di Kabupaten Seluma yang telah telah ditetapkan menjadi zona merah dengan dua kasus pasien positif Covid-19.

“Lokasi simpang siur, karena memang tidak pernah disampaikan dengan lengkap. Namun kami tetap berupaya mendapatkan data dari pihak yang berwenang,” sambung Lica.

Imbauan jaga jarak tidak menyurutkan langkah para perempuan muda dalam menjalankan aksinya. Mereka tetap melaksanakan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 dengan melakukan pertemuan secara virtual dan menggunakan teknologi.

“Kami memanfaatkan teknologi yang ada. Karena tentunya mengumpulkan massa tidak dibolehkan,” sambung Lica.

Edukasi Masyarakat Menggunakan Bahasa Ibu

Menggunakan bahasa Covid-19 diakui Lica berat dan sulit dipahami oleh orang-orang awam.  Penggunaan bahasa Indonesia dirasa juga kerap kurang mengena. Khususnya masyarakat yang terbiasa menggunakan bahasa ibu atau bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk mengatasinya, FPM memilih menggunakan bahasa ibu saat melakukan edukasi. Contohnya, para ibu yang berpofesi sebagai pedagang di sekitar rumahnya kadang enggan mematuhi protokol kesehatan yang disiarkan di stasiun televisi ataupun media massa. Seperti memakai masker ataupun mencuci tangan.

Baca juga: Pendidikan Masa Pandemi Covid-19 : Mengintip Anak Penyandang Disabilitas Belajar

Anak-anak muda yang kerap mengabaikan protokol kesehatan, akan tetap berkumpul-kumpul.

“Kepada mereka, kita gunakan bahasa daerah, bahasa Bengkulu. Misalnya, “Mak pakailah masker tu. Biar idak kenai Corona, kalau mak kenai kasian anak mak yang di rumah tu’,” kata Lica mencontohkan.

Upaya itu memang tidak langsung berhasil. Namun, Lica mengaku harus melalui pendekatan yang lebih intens. Bahkan, setiap hari harus diingatkan agar mereka tidak sampai lalai.

Penggunaan bahasa ibu juga disesuaikan dengan domisili masing-masing anggota forum.

“Selain menggunakan bahasa daerah, kami sering juga menggunakan bahasa kekinian yang mudah sekali ditangkap anak muda,” ungkap Lica.

Masyarakat Desa Terbantu Kehadiran Agen Edukasi Tangkal Covid-19

Sementara itu, Ketua Kelompok Desa Sidoluhur, Kecamatan Sukaraja, Seluma, Nada Fitriani, mengatakan dalam satu desa ada 4 peserta yang mendapat pelatihan Agen Edukasi Tangkal Covid-19. Mereka diberi pengetahuan terkait Covid-19, pembuatan masker dan hand sanitizer serta disinfektan.

“Apa yang didapat dari pelatihan, sangat berguna untuk masyarakat Desa Sidoluhur. Karena ternyata masih banyak warga yang awam soal Covid,” ungkap Nada.

Di desa, sambungnya, masjid sebagai tempat ibadah masih dibuka. Bahkan Ramadan lalu,  salat Tarawih berjamaah tetap dilaksanakan. Setiap masjid menyediakan tempat mencuci tangan dilakukan dan penyemprotan disinfektan sekali dalam sepekan.

Kelompok ini juga membantu Satgas Penanganan Covid-19 Desa. Pasalnya, Tim Satgas Desa terkadang masih bingung untuk bertindak jika ditemukan ada warga yang sakit.

“Kalau ada orang sakit, Tim Satgas bingung harus gimana, takut salah tindak. Namun dengan pengalaman yang kami ketahui, sama-sama berbagi pengalaman,” ujar Nada.

Keberadaan Agen Edukasi Tangkal Covid-19 sangat membantu warga dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini. Mereka lebih selektif dan sabar dalam menghadapi pasien yang sakit dan meninggal dunia.

“Kalau sebelumnya, ada orang meninggal dunia atau sakit, sampai takut. Bahkan ada yang nggak mau minjamin mobilnya karena takut terpapar. Padahal mereka belum pasti terjangkit Corona,” jelasnya.

Milenial Berperan Putus Mata Rantai Covid-19

Sementara itu, Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu, Gunadi Yunir, mengatakan peran kaum milenial bisa berkontribusi dalam memutus rantai penyebaran Covid-19. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan mengedukasi masyarakat dan menyuguhkan hal-hal positif secara kreatif dan inovatif. Sebab masyarakat adalah garda terdepan dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19.

“Pemerintah bisa melibatkan kaum milenial dengan menjadi agen corona dan menyuguhkan hal yang positif. Misalnya membuat konten-konten yang menarik tentang bagaimana cara pencegahan Covid -19, atau turun langsung ke lapangan memberikan sosialisasi,”

Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu, Gunadi Yunir

Bukan hanya itu, kaum milenial juga harus ikut mengampanyekan “tangkal corona” dengan menghindari budaya nongkrong di keramaian. Tetap menjaga jarak, tidak melakukan kontak fisik ketika bertemu dan menggunakan masker.

Rajin mencuci tangan dengan sabun minimal 20 detik, mengonsumsi makanan bergizi dan multivitamin, serta rajin berolahraga untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh. Yang terpenting, jika tidak ada urusan mendesak untuk keluar rumah, lebih baik berdiam diri dengan tetap #DirumahAja.

“Kegiatan milenial disebarkan ke semua orang melalui media sosial. Misalnya, setiap milenial melakukan anjuran tersebut dan memposting kegiatannya di media sosial yang disaksikan ratusan bahkan ribuan orang,” ujar Gunadi.

Baca juga : Yayasan PUPA Bengkulu, Gerakan Perempuan Untuk Perempuan

Dia juga mengapresiasi aksi yang dilakukan para perempuan muda Bengkulu yang tergabung dalam FPM dan diharapkan dapat diikuti oleh kalangan remaja lainnya.

“Pembuatan masker sangat bagus, khususnya di desa-desa. Sekaligus mengajak warga agar rajin menggunakan masker saat beraktifitas,” tutup Gunadi.

Gubernur Rohidin Apresiasi Gerakan Perempuan Muda Bengkulu

Gubernur Bengkulu, Dr. H. Rohidin Mersyah mengatakan, generasi muda harus menjadi garda terdepan dalam pencegahan Covid -19 di Provinsi Bengkulu. Ia sangat mengapresiasi gerakan Forum Perempuan Muda Bengkulu (FPMB) Bengkulu yang menjadi relawan pencegahan Covid-19 di masyarakat dengan melibatkan kaum milenial.

“Keperdulian terhadap pandemi Covid -19 ini memang harus melibatkan banyak pihak. Termasuk kaum muda,” kata Rohidin, Kamis (4/6).

Menurutnya, gerakan yang dilakukan perempuan muda Bengkulu sangat baik sekali dan dapat menjadi contoh yang baik bagi kaum muda lainnya.

“Saya sangat mengapreasi. Ketika ada kawula muda yang mau menjadi relawan Covid dan memberikan edukasi masyarakat, sangat positif sekali. Semoga makin banyak kaum muda yang melakukan gerakan yang sama,”

Gubernur Bengkulu, Dr. H. Rohidin Mersyah

Kedepannya, Rohidin mengaku akan banyak melibatkan anak muda dalam kampanye pencegahan Covid -19 khususnya dalam menjalani kebijakan new normal atau keadaan baru.

Keterlibatan anak muda dianggap lebih mudah menyasar kalangan masyarakat dengan program yang lebih kreatif dan inovatif.

“Kapan – kapan saya ingin undang mereka (Forum Perempuan Muda,red),” demikian Rohidin.

Forum Perempuan Muda Hadir Sejak Tahun 2015

Diketahui, Forum Perempuan Muda (FPM) mulanya berdiri dari penelitian Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) dan gizi perempuan tahun 2015. Dari penelitian itu, ditemukan banyak terjadi kasus kurang gizi di kalangan perempuan.

Diinisiasi Cahaya Perempuan Bengkulu (WCC) FPM kemudian dibentuk untuk melakukan pendampingan kepada perempuan sesuai dengan permasalahan anak yang terjadi di Bengkulu. Dengan jumlah anggota mencapai 200 orang.

“Pendampingan yang kita lakukan memang fokus pada perempuan, khususnya kalangan muda,” ungkap Lica Veronika.

Dulu FPM fokus pada persoalan kesehatan perempuan, baik itu reproduksi maupun tentang perkawinana anak. Namun konsep pendampingan kini lebih menyasar pada pencegahan wabah Covid-19.

“Pandemi Covid-19 ini menjadi keresahan kita semua, dan kita berupaya bagaimana wabah ini segera berakhir. Tentunya advokasi yang kita lakukan semoga bermanfaat bagi masyarakat,” pungkas Lica. (Lisa Rosari)

*) Tulisan ini dibuat dalam rangka peningkatan kapasitas jurnalis perempuan menulis berbasis gender melalui program Citradaya Nita 2019 yang didanai Pusat Perhimpunan Media Nusantara (PPMN). Tulisan sudah terlebih dahulu tayang di Harian Radar Selatan dengan judul yang sama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Hentikan Kriminalisasi terhadap Perempuan Pembela HAM

Catcalling Pelecehan Verbal Berbasis Gender

Catcalling: Pelecehan Verbal Berbasis Gender

Perjuangan dan Partisipasi Perempuan dalam Politik Eropa

Leave a Comment