Bincangperempuan.com– Menikah lagi, menjadi suatu tahap kehidupan yang kompleks dan penuh warna. Saat seorang perempuan memutuskan untuk memulai lembaran hidup barunya untuk kembali mencintai dan dicintai oleh lawan jenis setelah beberapa waktu menjalani hidup sendiri. Sayangnya, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam masyarakat kita, terdapat sentimen negatif terkait dengan pernikahan kedua, saat seorang janda memutuskan untuk menikah lagi.
Sentimen ini seringkali menciptakan tekanan sosial dan penghakiman yang dapat mempengaruhi kehidupan seorang janda yang berusaha untuk melanjutkan hidupnya. Hal yang berbeda akan didapati ketika seorang laki-laki dengan status duda menikah lagi. Masyarakat melihat, laki-laki duda lebih “layak” melanjutkan hidup dan memiliki pasangan daripada perempuan.
Salah satu penyebab sentimen negatif terhadap ibu tunggal yang menikah lagi adalah adanya stereotip dan prasangka dalam masyarakat. Beberapa orang masih memandang perkawinan kedua sebagai tindakan yang tidak pantas atau mencurigakan. Stereotip ini dapat merugikan seorang ibu tunggal yang sebenarnya hanya mencari kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga baru.
Prasangka terhadap pernikahan kedua dapat menciptakan tekanan psikologis dan emosional yang signifikan, bahkan sebelum pernikahan tersebut benar-benar terjadi.
Sentimen negatif terhadap pernikahan ibu tunggal juga seringkali terkait dengan norma-norma sosial dan budaya yang melekat dalam masyarakat. Beberapa budaya masih menekankan pada tradisi yang mengharuskan seorang ibu tunggal untuk tetap setia pada pasangannya yang telah meninggal. Pernikahan kedua dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap norma-norma ini, sehingga menyebabkan penolakan atau pengucilan dari komunitas.
Baca juga: Perceraian dan Stigma Negatif tentang Status Janda
Dalam hal ini, individu mungkin merasa terjebak antara keinginan pribadi dan tekanan budaya yang menghendaki mereka untuk tetap menjaga kesetiaan pada pasangan pertama.
Sentimen negatif juga muncul ketika masyarakat membuat perbandingan antara pasangan pertama dan pasangan kedua. Ibu tunggal yang menikah lagi mungkin dihadapkan pada ekspektasi yang tidak realistis untuk menggantikan peran pasangan sebelumnya. Masyarakat seringkali melihat pernikahan kedua sebagai usaha untuk menggantikan kehilangan, dan ini dapat menciptakan ketidakadilan dan ketidaksetaraan dalam penilaian masyarakat terhadap pernikahan tersebut.
Perbandingan ini dapat menciptakan tekanan tambahan pada janda yang berusaha untuk membentuk hubungan yang sehat dan bahagia.
Stigma terhadap status Ibu tunggal juga dapat memperparah sentimen negatif terkait pernikahan kedua. Beberapa orang mungkin memandang ibu tunggal sebagai individu yang tidak mampu menjaga rumah tangga mereka dengan baik, sehingga berakhir dengan perceraian atau kematian pasangan pertama.
Stigma ini dapat menciptakan pengucilan sosial dan merugikan kesejahteraan emosional janda yang sebenarnya hanya mencari peluang kedua untuk kebahagiaan.
Baca juga: Berdaya Bersama Komunitas Single Moms Indonesia
Dampak terhadap individu dan masyarakat
Sentimen negatif terhadap ibu tunggal yang menikah lagi tidak hanya mempengaruhi individu yang bersangkutan tetapi juga masyarakat secara keseluruhan. Secara individu, seorang ibu tunggal mungkin mengalami tekanan psikologis dan emosional yang signifikan, memperparah kesulitan mereka untuk menemukan kembali kebahagiaan. Penghakiman masyarakat dapat menciptakan rasa malu dan rendah diri, yang pada gilirannya dapat menghambat proses penyembuhan dan adaptasi.
Pada tingkat masyarakat, sentimen negatif terhadap pernikahan kedua dapat menciptakan lingkungan yang kurang mendukung bagi individu yang ingin melanjutkan hidup. Hal ini dapat menghambat pembentukan keluarga baru yang sehat dan berfungsi, serta menciptakan ketidaksetaraan dalam hak dan peluang bagi mereka yang telah kehilangan pasangan.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa setiap individu berhak untuk mengejar kebahagiaan mereka, tanpa harus merasa bersalah atau diberi stigma hanya karena mereka memilih untuk menikah lagi.
Sentimen negatif terhadap ibu tunggal yang menikah lagi merupakan tantangan serius yang perlu diatasi oleh masyarakat. Pentingnya mengubah pandangan masyarakat terhadap pernikahan kedua terletak pada pemahaman bahwa setiap individu berhak untuk mencari kebahagiaan dan membangun kehidupan baru setelah mengalami kehilangan.
Edukasi mengenai keragaman kehidupan dan pengakuan terhadap hak-hak setiap individu dalam menjalani kehidupannya perlu ditingkatkan. Sehingga, masyarakat dapat menciptakan lingkungan yang lebih mendukung, inklusif, dan penuh pengertian bagi mereka yang memutuskan untuk menikah lagi.