Bincangperempuan.com- Novel misteri Jepang tidak pernah absen dalam memberikan kejutan kepada pembacanya. Dan, memang di situlah letak keistimewaan genre misteri. Genre ini memperbolehkan kita sebagai pembaca untuk melangkahi setiap batasan moral yang ada dengan tujuan untuk kembali mempertanyakan atau mengkritisi moral itu sendiri. Justru nilai genre misteri akan berkurang drastis jika penulis novel mensyaratkan moral hanya sebatas hitam dan putih.
Novel bergenre misteri juga kerap kali dimanfaatkan untuk menyuarakan isu yang relevan dalam masyarakat, salah satunya tentang berbagai problematika yang kerap kali dialami oleh perempuan. Bicara soal novel genre misteri yang juga mengangkat isu, penulis Jepang termasuk yang paling banyak dikenal atas kemampuan mereka dalam menjahit cerita yang menegangkan lewat lapisan-lapisan narasi yang mendalam.
Rekomendasi Novel Misteri Jepang
Baik lewat tokoh protagonis sampai antagonis, berikut 4 rekomendasi novel misteri dari penulis Jepang yang mengangkat isu perempuan:
Holy Mother – Akiyoshi Rikako
Berkisah tentang Honami, seorang ibu yang sebelumnya pernah divonis menderita penyakit sehingga mengharuskannya melewati perjalanan panjang nan melelahkan untuk memiliki seorang anak. Saat terjadi pembunuhan mengerikan terhadap anak kecil di kota tempatnya tinggal, Honami sangat takut putri tunggalnya akan mengalami hal yang sama. Bahkan, pihak kepolisian pun tidak bisa ia percaya. Honami akhirnya bersumpah bahwa ia rela melakukan apa pun demi keselamatan putri kesayangannya.
Dari premisnya saja, sudah terlihat bahwa ruang lingkup yang ada dalam Holy Mother akan berada di seputar hubungan antara seorang ibu dengan anak perempuannya. Novel ini juga memperlihatkan bagaimana perempuan kesulitan untuk merasa aman di lingkungannya sendiri, hal yang masih sangat relate bagi mayoritas perempuan. Selain itu, dalam novel ini, terdapat pula penjabaran peristiwa dan kondisi ketika Honami menderita sindrom ovarium polikistik, yang membuatnya sulit untuk mengandung. Penjabaran ini penting karena turut menyibak isu kesehatan perempuan yang mungkin masih luput kita perhatikan.
Baca juga: Serba Serbi tentang Bra yang Harus Diketahui
Penance – Minato Kanae
Lima belas tahun lalu, seorang gadis kecil bernama Emily dibunuh di sebuah desa yang tenang. Penyelidikan kasus mandek karena empat teman yang menjadi saksi dari peristiwa mengerikan tersebut tidak bisa mengingat wajah si pelaku. Ibu Emily yang tidak terima mengancam keempat anak itu untuk menemukan pelakunya. Jika tidak, mereka akan menerima akibatnya. Ketika keempat anak yang menanggung beban besar di pundak mereka itu tumbuh dewasa, tragedi demi tragedi pun terjadi secara beruntun.
Lewat tulisan yang bikin bergidik ngeri, Minato Kanae dalam Penance menyoroti dan mengkritik gaya parenting yang meminggirkan kebutuhan emosional si anak itu sendiri. Hal tersebut terlihat dari bagaimana para orang tua, terutama para ibu, dalam novel ini, merespons trauma anak mereka dengan meniadakan peran sebagai support system teraman bagi anak. Akibatnya, anak-anak perempuan tersebut tumbuh dengan memiliki persepsi yang salah terhadap dirinya sendiri. Penance juga merupakan bentuk protes Minato Kanae terhadap orang tua yang mengedepankan kekerasan fisik dan emosional dalam mendidik anak.
Dosa Malaikat (Salvation of Saint) – Keigo Higashino
Jika dalam satu tahun pernikahan Ayane tidak hamil, Yoshitaka akan menceraikannya. Namun, yang terjadi justru Yoshitaka ditemukan tewas di rumahnya akibat kopi beracun. Ayane lantas menjadi satu-satunya tersangka utama karena memiliki motif yang kuat. Masalahnya, pada hari pembunuhan terjadi, perempuan itu berada ribuan kilometer dari tempat kejadian. Penyelidikan juga menjadi jalan di tempat karena Detektif Kusanagi terlalu berempati terhadap tersangka. Karena itu, Detektif Utsumi meminta bantuan Profesor Manabu Yukawa. Namun, nyatanya, sosok ilmuwan jenius yang dijuluki sebagai Detektif Galileo itu ikut kebingungan, karena tidak mungkin seseorang bisa memasukan racun ke dalam kopi dari jarak sejauh itu. Sebenarnya, apa yang terjadi?
Coba saja baca halaman pertama novel ini, kamu pasti sudah bisa mencium betapa tengiknya budaya patriarki. Belum apa-apa, eksistensi perempuan langsung dibatasi hanya sekadar alat reproduksi anak, tidak dipandang sebagaimana manusia seperti seharusnya. Dan, inilah yang diangkat dengan tajam oleh Keigo Higashino. Batasan hitam dan putih dalam novel ini memang sudah ditetapkan dengan pasti, pihak detektif vs. tersangka pembunuhan. Namun, Keigo Higashino jelas memperlihatkan bagaimana budaya patriarki turut ikut berdosa karena telah melahirkan korban-korban ketidakadilan gender seperti dalam kasusnya Ayane. Budaya patriarki membatasi kebebasan dan otonomi Ayane sebagai seorang perempuan, sehingga dia merasa terjebak dalam situasi yang sulit dan tidak adil.
Baca juga: Menunda Pengesahan RUU PRT, Berarti Menghambat Kemajuan Negara
Kesetiaan Mr. X (The Devotion of Suspect X) – Keigo Higashino
Kehidupan damai Yasuko Hanaoka dan putrinya disandra dan diperas kembali oleh Togashi, mantan suaminya yang kasar. Keadaan pun menjadi tak terkendali hingga Yasuko tidak mempunyai pilihan selain membuat si mantan suami terbujur kaku di lantai apartemen. Saat ia berniat menghubungi polisi, Ishigami, tetangganya, menawarkan bantuan untuk menyembunyikan mayat itu. Dari sinilah, pertarungan logika antara Yukawa sang pakar fisika dengan Ishigami, si genius matematika. Bisakah Ishigami melindungi Yasuko dengan berusaha mengakali dan memperdaya Yukawa, yang baru kali ini menemukan lawan paling cerdas dan bertekad baja?
Lagi-lagi perpanjangan tangan dari budaya patriarki mengancam kehidupan damai perempuan. Keigo Higashino kali ini blak-blakan menggambarkan teror yang dirasakan perempuan dalam situasi kekerasan domestik, seperti yang dialami oleh Yasuko Hanaoka. Yasuko sebagai ibu tunggal pun mati-matian berusaha melindungi dirinya dan putrinya dari cengkeraman mantan suaminya yang kasar. Novel ini juga turut menyoroti relasi kuasa yang sangat timpang antara perempuan dan laki-laki, hal yang lagi-lagi merupakan buah dari budaya patriarki yang telah mengakar kuat dalam masyarakat. Melalui karakter Yasuko, novel ini memberikan pandangan yang sensitif terhadap perempuan dalam isu kekerasan domestik.