Jelang Pesta Demokrasi 2024
Bincangperempuan.com- Masyarakat Internasional mengambil langkah strategis untuk menciptakan dunia yang lebih beradab. Salah satunya dengan menghadirkan beberapa instrumen diantaranya DUHAM (Deklarasi Universal HAM) dan Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, Sosial, Budaya. Indonesia secara khusus sudah meratifikasinya ke dalam UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan CEDAW khusus bagi perempuan.
Aturan-aturan ini menjadi dasar untuk memperkuat pandangan setiap orang atas Hak Asasi Manusia. Instrumen-instrumen ini seharusnya menjadi dasar pemerintah dalam menjunjung tinggi, menghormati, melindungi dan menegakan serta memajukan HAM setiap warga negaranya sehingga tidak perlu terjadi pelanggaran HAM.
Namun faktanya pemerintah terkesan abai terhadap pelanggaran HAM warga negaranya. Seperti yang terjadi di Pesisir Barat Seluma. Dimana hak atas ekonomi, sosial, budaya, lingkungan hidup yang baik dan sehat harus tercerabut akibat hadirnya aktivitas pertambangan di wilayah tangkap nelayan. Termasuk berdampak dengan hak berkumpul dan berekspresi sertahak atas tubuh perempuan.
Diketahui, masyarakat Pasar Seluma dan Pesisir Barat Seluma mayoritas memiliki mata pencarian sebagai nelayan. Hadirnya aktivitas pertambangan di wilayah tangkap nelayan jelas mengancam perekonomian. Termasuk menimbulkan konflik horizontal diantara masyarakat yang kontra tambang dengan beberapa masyarakat yg pro tambang. Hal ini turut merusak tatanan sosial masyarakat Pasar Seluma.
Baca juga: Infantilisasi Perempuan di Media dan Masyarakat
Pada 27 Desember 2023, tepat 2 tahun perjuangan rakyat Pesisir Barat menyampaikan tuntutan akan hak-haknya kepihak pemerintahan terkait. Untuk kesekian kali masyarakat menyampaikan aksi penolakan terhadap tambang pasir besi PT. FBA di lokasi pertambangan selama 5 hari 4 malam. Sayangnya aksi tersebut malah dibubarkan secara paksa oleh aparat kepolisian.
Masyarakat Pasar Seluma, akan terus memperjuangkan tuntutannya ke semua instansi terkait dari tingkat desa hingga pusat, namun perjuangan mereka atas haknya tak kunjung mendapat respon positif sebaliknya respon negatif yang mereka dapatkan. Masyarakat mengalami banyak tantangan, setiap kali masyarakat menyampaikan tuntutan atas haknya, mereka kerap mendapat kriminalisasi, intimidasi, diskriminasi hingga perempuan-perempuan yang berjuang dilecehkan secara verbal.
Persetujuan Izin Lingkungan diterbitkan oleh KLHK setelah 2 bulan setelah masyarakat mendatangi KLHK menyampaikan penolakannya terhadap pertambangan, saat itu KLHK menyatakan belum memberikan persetujuan izin lingkungan atau izin lainnya, juga belum ada permohonan izin dari PT.FBA kepada KLHK. Hal ini menyebabkan kemarahan dan kekecewaan masyarakat sehingga membuat masyarakat tidak lagi percaya kepada pemerintah.
“Kami sudah puas mendatangi semua instansi pemerintah bahkan sudah bertemu presiden jokowi, semuanya seakan tutup mata, telinga, sama sekali tidak peduli yang apa yang sudah kami suarakan dan juangkan,” ungkap Perwakilan masyarakat Pasar Seluma , Nevi Anggraini sebagai Koordinator REMIS (Perempuan Menggugat Keadilan Ekologis).
Baca juga: Sempat Menjadi Sorotan, Bagaimana Penanganan Kekerasan Seksual di Unsri Saat Ini?
Dari banyak hal yang sudah dilakukan oleh rakyat dan atas sikap yang diberikan oleh pemerintah, Rakyat “Koalisisi Rakyat Pesisir Barat Seluma” menyatakan sikap “TIDAK PERCAYA PEMERINTAH”. Sesuai yang disampaikan oleh Zemi Sipantri Anggota Koalisi Rakyat Pesisir Barat Seluma “Sebentar lagi pemilu calon presiden sibuk kampanye mementingkan kepentingannya sendiri, tidak ada lirikannya terhadap kami yang sedang berkonflik dengan perusahaan, maka dari itu kami kecewa dan kami tidak percaya lagi kepada pemerintah”
WALHI (Wahana Lingkungan Hidup) yang kerap mendampingi perjuangan rakyat Pesisir Barat memperjuangkan lingkungan dan ruang hidup rakyat merespon, “Wajar ketika rakyat Pesisir Barat menyatakan sikap tidak percaya terhadap pemerintah setelah apa yang mereka alami dan rasakan, pernyataan masyarakat menunjukan kegagalan rezim saat ini dalam tanggung jawabnya atas persoalan rakyat,” ungkap Manager Kampanye WALHI Bengkulu, Puji Hendri Julita Sari.
“Kontestan pemilu saat ini sedang sibuk berkampanye dan pemerintah juga sibuk menyiapkan rangkaian tahapan pemilu yang di sebut Pesta Demokrasi. Pemerintah dan kontestan pemilu kami anggap gagal melaksanakan Pesta Demokrasi tersebut jika tetap mengabaikan dasar dan sikap dari Rakyat Pesisir Barat Seluma ini,” pungkasnya. (rls)