Home » Tokoh » Petani Perempuan Karisma, Bangun Gerakkan Pertanian Berkelanjutan

Petani Perempuan Karisma, Bangun Gerakkan Pertanian Berkelanjutan

Delima Purnamasari

Tokoh

Petani perempuan Karisma

Bincangperempuan.com- Bidang pertanian terus mengalami tantangan. Perubahan iklim, alih fungsi lahan, tanah yang tandus, hingga rendahnya harga jual mengurai sejumlah kendala besar yang harus dihadapi petani zaman sekarang. Tidak bisa tinggal diam, Misidah (54) bersama sejumlah petani di Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta menggalakkan konsep pertanian berkelanjutan yang mereka sebut sebagai “pertanian lestari”. Bersama Kelompok Tani Perempuan Karisma, ia mempraktikkan proses bercocok tanam dengan tetap memikirkan alam, di samping memperoleh keuntungan dari mata pencahariannya ini. 

Kepada Bincang Perempuan, Misidah menuturkan bahwa pertanian lestari merupakan kegiatan bertani dengan kembali pada tradisi menggunakan sistem non-monokultur, di mana satu lahan tidak hanya ditanami satu jenis tanaman saja. Pengolahan dilakukan secara alami, mulai dari menentukan benih, siklus tanam, sampai masa panen. Pupuk yang digunakan berasal dari olahan daun dan kotoran ternak. Pemilihan keduanya juga menjadi jalan keluar atas persoalan harga pupuk kimia yang semakin mahal. 

Misidah menilai, tanah bisa menjadi lebih sehat dengan menerapkan prinsip pertanian ini. Dengan demikian, ini menjadi jalan bagi petani untuk kembali berdaulat pangan. 

“Kami menjaga kelestarian alam ini. Menjaga tanah dan kesehatan kita semua,” tutur Misidah.

Dalam praktiknya, Kelompok Tani Perempuan Karisma memfokuskan diri pada kesejahteraan keluarga dengan perempuan sebagai kunci utama. Misidah menjelaskan jika perempuan sebenarnya memiliki banyak andil untuk bisa mencapai kesuksesan keluarga. 

“Kami fokuskan pada perempuan karena mereka jarang keluar dari ruang lingkup dapur dan pekerjaan rumah. Jadi, bisa menyuarakan keinginan dan menghasilkan sesuatu yang tidak ada di rumah,” ujarnya. 

Misidah terpilih menjadi ketua pada kelompok bertani ini sejak tahun 2019. Mereka bergerak dengan melestarikan pangan lokal, di mana komoditas utamanya adalah padi.

Baca juga: Perempuan Petani Kopi di Desa Batu Ampar Menghadapi Perubahan Iklim

Kala Pandemi, Pertanian Lestari Jadi Solusi

Misidah bukan pemilik lahan. Ia buruh tani. Latar belakang tersebut memang membuatnya rendah diri untuk jadi ketua. Namun, berkat dorongan rekan-rekan dan Herni selaku pelopor, ia menjadi lebih berani. “Jadi semampu saya,” ujarnya. 

Anggota kelompok yang lain juga demikian. Sebagian buruh dan sisanya memang memiliki lahan sendiri meski terbatas. Konsep pertanian lestari mereka bagikan pada pemilik sawah agar mengizinkan untuk mempraktikkan ilmu ini. Mereka juga kerap menularkan ilmu pertanian lestari pada rekan-rekan petani yang lain. 

“Apa yang kita makan ya dari apa yang kita hasilkan. Kita tahu apa yang kita makan jadi tidak mungkin makan racun,” kata perempuan asli Kulon Progo ini.

Walaupun demikian, Misidah mengaku banyak juga kegagalan yang dirasakan. Namun, baginya petani adalah profesi yang paling tangguh. Ketika gagal, mereka akan mencoba lagi sembari mencari penyebab dan solusi dari kegagalan sebelumnya. 

Baca juga: Pulihkan Ekosistem, Perempuan Alam Lestari Hijaukan TWA Bukit Kaba

Pentingnya Kelompok Tani bagi Petani Perempuan 

Misidah adalah ibu rumah tangga. Ia harus membagi waktu untuk mengerjakan kegiatan domestik, bekerja, sekaligus berorganisasi. Meski begitu, ia mengaku tidak kesulitan karena membagi keadaan sesuai dengan kebutuhan. 

“Rumah dipersiapkan pagi atau sore karena siangnya penuh untuk buruh. Tapi kalau tidak buruh, ya bisa bersih-bersih sepenuhnya di rumah sambil merawat hasil tanaman di lingkungan,” jelas Misidah. 

Bisa beraktivitas dalam kelompok tani adalah kesenangan tersendiri baginya. Ini membuka peluang untuk ia bertemu dengan petani dan organisasi sejenis sehingga membuat pengetahuannya bertambah. Ia bisa menemukan teknik pertanian yang canggih hingga produk pertanian yang belum bisa diolah kelompok taninya. 

“Sedihnya kalau ada pertemuan tapi kebetulan saya nggak bisa. Jadi gimana gitu rasanya,” ucapnya bercerita soal suka duka yang dirasakan. 

Kelompok Tani Perempuan Karisma memang banyak berkegiatan. Misalnya, menanam bersama dan membuat olahan dari hasil pertanian. Ada berbagai produk yang pernah dibuat, seperti bronis dari ubi, donat labu kuning, sampai selai pisang. Mereka juga kerap memperingati hari-hari besar, seperti Hari Tani dan Hari Kemerdekaan dengan membuat pesta kecil-kecilan. 

Anggaran kegiatan mereka dikumpulkan secara swadaya. Di sisi lain, terus berjejaring dengan berbagai organisasi, seperti Solidaritas Perempuan Kinasih. 

“Kami senang dan sehat.” Jawab Misidah ketika ditanya soal keuntungan yang didapat. 

Baca juga: Roisa, Penggerak Perempuan Desa untuk Pemulihan Ekosistem TNKS

Mereka juga menginisiasi Angkringan Karisma. Salah satu wadah kreatif untuk menjajakan hasil lahan atau olahan mereka. Ada berbagai menu yang tersedia, seperti sayur-mayur, buah, bumbu dapur, pecel, timus, geblek, dan masih banyak lagi. 

Bagi Misidah, kelompok tani ini bukan hanya tempat belajar dan bertukar pengalaman. Namun, tempat berkeluh kesah. Di sini anggota yang berpengalaman dan yang masih baru saling berkolaborasi dalam bidang pertanian. Tidak ada persyaratan khusus bagi mereka yang ingin bergabung.

“Kami hanya butuh komitmen saja dari anggota. Selebih itu, terserah mereka. Hidup ini adalah pilihan,” katanya. 

Kendati demikian, Misidah masih menghadapi tantangan internal organisasi. Ketika ada pertemuan dan kegiatan, anggota tidak bisa hadir sepenuhnya. Hanya mereka yang sempat. Ini hal yang lumrah dan kendala yang kerap terjadi, terutama dalam organisasi perempuan. Walaupun demikian, ia berharap Kelompok Tani Perempuan Karisma bisa memberikan manfaat yang besar bagi anggotanya. 

“Semoga anggota bisa mempunyai ilmu dan bisa mengembangan pengalamannya. Jadi, bisa menambah hasil untuk ekonomi kehidupan sehari-hari,” harapnya.

Petani Perempuan Hadapi Sejumlah Tantangan

Misidah menjelaskan konsep pertanian lestari membuat produk yang ditanam memiliki keunggulan tersendiri. Untuk nasi yang dihasilkan akan terasa lebih gurih dan tidak mudah basi. Dalam mendapatkan hasil tersebut, beberapa anggota kelompok tani ini juga menjalankan adat-istiadat. Misalnya, tradisi wiwit ketika panen dan menggunakan perhitungan jawa untuk menentukan hari tanam. 

“Pekerjaan dan kehidupan ini seperti itu. Kalaupun kita gagal terus tidak menanam lagi. Apa yang akan kita lakukan?” tuturnya. 

Walaupun demikian, diperlukan kesabaran lebih untuk mendapatkan manfaat dari sistem pertanian lestari ini. Hasilnya tidak bisa terlihat secara langsung karena perlu waktu 3-5 tahun. Dalam periode tersebut ada berbagai tantangan yang mereka dihadapi. Utamanya adalah hama tikus. Solusi sementara yang dilakukan adalah kompak untuk melakukan masa tanam bersama pemerintah. Dengan begitu, hanya sebagian padi yang dimakan tikus karena jumlah tanaman yang banyak. 

Baca juga: Stroberi, Siasat Cerdas Perempuan Desa

Tantangan yang lain adalah krisis air. Meski sudah memiliki sistem pengairan, ketika kemarau melanda maka sawah tetap akan diistirahatkan. Apabila waktu kemarau cukup panjang, mereka menanam kedelai atau kacang hijau sebagai pengganti. Namun, untuk kebun dan tanaman di sekitar rumah, mereka mesti menyiram berulang kali. 

Tantangan berat yang lain adalah perubahan iklim yang semakin sulit untuk ditebak. “Sampai saat ini perubahan iklim belum ada solusinya,” pungkas Misidah. (Delima Purnamasari)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Artikel Lainnya

Mengenang Marsinah, Simbol Perlawanan Buruh Perempuan

Linda: Gerakan Literasi Masyarakat

Perempuan Pejuang Sampah Plastik di Indonesia

Leave a Comment